Halaqah yang ke-51 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mendatangkan sifat khobariyah yang lain yaitu sifat wajah, maka Al-Qur’an menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat wajah sesuai dengan keagungan-Nya sesuai dengan kesempurnaan-Nya, tidak sama dengan wajah yang dimiliki oleh makhluk karena Allah subhanahu wata’ala memberikan kita wajah dan memberikan hewan wajah, memberikan jin wajah. Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mensifati para hamba-hamba-Nya bahwasanya mereka memiliki wajah
وَوُجُوهٞ يَوۡمَئِذِۢ بَاسِرَةٞ ٢٤
dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ
Makhluk memiliki sifat wajah dan Allah subhanahu wata’ala juga memiliki sifat wajah sebagaimana dalam Al-Qur’an, dan ini banyak di dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala mensifati diri-Nya dengan wajah, diantaranya adalah apa yang disebutkan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah didalam Al-Aqidah Al-Wasithiyah ini. Ayat yang pertama yang beliau sebutkan
وَقَوْلُهُ
dan juga Firman Allah subhanahu wata’ala
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ
Dan akan kekal wajah Robbmu yang memiliki kebesaran dan juga memiliki kemuliaan.
Di dalam ayat ini Allah subhanahu wata’ala mengabarkan kepada kita bahwasanya wajah Allah subhanahu wata’ala akan kekal dan tidak akan musnah, وَيَبْقَى Al-Baqaa artinya adalah seterusnya ada kekal selamanya, pertama menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat wajah karena di sini di sebutkan وَجْهُ رَبِّك wajah Robbmu, dan ini adalah mudhof-mudhof ilahi, dan mudhof-mudhof ilahi yang berkaitan dengan diri Allah subhanahu wata’ala ada dua macam, yang pertama adalah idhafatu al-makhluq ila khaliqihi, penyandaran makhluk kepada yang menciptakan contoh misalnya Baitullaah dan juga Naaqatullah, rumah Allah subhanahu wata’ala dan unta Allah subhanahu wata’ala, disini mudhof-mudhof ilahi. Ini termasuk penyandaran makhluk kepada Al-Khalq karena Al-Ka’bah ini adalah Baitullaah dan dia adalah makhluk Allah subhanahu wata’ala, Naaqah artinya adalah unta dan dia adalah makhluk Allah subhanahu wata’ala dan semua kita adalah makhluk Allah subhanahu wata’ala, baik untanya Nabi Saleh atau pun unta yang lain mereka adalah untanya Allah subhanahu wata’ala. Kenapa di sini di sandarkan kepada Allah subhanahu wata’ala, para ulama menjelaskan di antara faedah penyandaran disini adalah tasyrif yaitu memuliakan, menunjukkan tentang kemuliaan Baitullah dan kemuliaan untanya Nabi Shaleh ‘alaihissalam.
Kemudian jenis yang kedua adalah idhafatu ash-shifah ila al-maushuf, penyandaran sifat kepada yang disifati, contohnya seperti ‘izzatullah, kalimatillah maka di sini penyandaran sifat terhadap yang disifati, berarti ‘izzah dan juga kalimat ini adalah sifat Allah subhanahu wata’ala. Contoh yang lain adalah وَجْهُ رَبِّك wajah Robbmu, maka ini adalah penyadaran sifat terhadap al-maushuf menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat wajah sesuai dengan keagungan-Nya.
Kemudian وَيَبْقَى dan akan kekal Wajah Robb, berarti wajah Allah subhanahu wata’ala di sini di sifati dengan Al-Baqaa (kekekalan). Para ulama menjelaskan kekekalan wajah Allah subhanahu wata’ala menunjukkan atau mengandung kekekalan Dzat Allah subhanahu wata’ala, jangan dipahami bahwasanya yang kekal hanyalah wajah Allah subhanahu wata’ala sementara sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala yang lain yang tidak kekal tapi ini dipahami oleh orang Arab menunjukkan bahwasanya Dzat Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang kekal, yaitu tetapnya dan kekalnya wajah Allah subhanahu wata’ala menunjukkan tentang kekalnya Dzat Allah subhanahu wata’ala dan ini bukan takwil, kita tetap menetapkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki wajah, kita menetapkan dan meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki wajah sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala kabarkan disini dan ini menunjukkan bahwasanya Dzat Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang kekal, adapun yang lain yaitu makhluk maka mereka akan binasa. Allah subhanahu wata’ala mengatakan sebelumnya
كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَانٖ ٢٦
Sesungguhnya apa yang ada di atasnya, yaitu di atas bumi ini maka akan فَان yaitu akan fana, akan binasa, semua yang ada di atasnya akan binasa. Dan yang dimaksud dengan كُلُّ di sini semuanya, para ulama menjelaskan bahwasanya kata كُلُّ di dalam bahasa Arab dalam setiap keadaan itu berbeda-beda pengertiannya dilihat keadaannya, terkadang makna كُلُّ adalah seluruhnya tidak terkecuali dan terkadang makna كُلُّ disini semuanya maksudnya adalah semuanya yang memiliki sifat tertentu, contoh misalnya Allah subhanahu wata’ala menceritakan tentang ratu Bilqis dan mengatakan
وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَيۡءٍۖ
Dan dia, yaitu ratu tersebut, diberikan segala sesuatu, apa yang kita pahami segala sesuatu disini, yang dimaksud adalah diberikan segala sesuatu yang umumnya dimiliki oleh seorang raja, mungkin diberikan istana, diberikan pakaian yang indah, diberikan tunggangan yang luar biasa, diberikan pasukan dan seterusnya, itu maksudnya yaitu segala sesuatu yang merupakan fasilitas seorang raja, jadi maksudnya bukan diberikan segala sesuatu kemudian Bilqis menguasai segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi, tidak dipahami demikian oleh orang-orang Arab, buktinya dia tidak memiliki kerajaan Sulaiman, dia tidak memiliki langit, dia tidak memiliki negara atau negeri-negeri yang lain berarti kata كُلُّ disini sebagaimana yang kita katakan sesuai dengan keadaan kita bisa memahami makna كُلُّ.
Kemudian juga firman Allah subhanahu wata’ala
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيۡءِۢ بِأَمۡرِ رَبِّهَا فَأَصۡبَحُواْ لَا يُرَىٰٓ إِلَّا مَسَٰكِنُهُمۡۚ
Ketika Allah subhanahu wata’ala menceritakan tentang angin yang Allah subhanahu wata’ala gunakan untuk melenyapkan kaum ‘Add
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيۡءِۢ بِأَمۡرِ رَبِّهَا
Angin tersebut melenyapkan membinasakan segala sesuatu dengan perintah Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala mengatakan كُلَّ شَيۡء segala sesuatu, apakah segala sesuatu saat itu hancur dengan sebab angin tadi, kita katakan tidak, langit tidak hancur matahari tidak hancur bulan tidak hancur bahkan yang dekat dengan mereka yaitu tempat tinggal mereka tidak hancur, yang binasa orang-orangnya
فَأَصۡبَحُواْ لَا يُرَىٰٓ إِلَّا مَسَٰكِنُهُم
maka jadilah mereka tidak kelihatan kecuali tempat tinggal tempat tinggal mereka, berarti tempat tinggal mereka tidak hancur, lalu apa yang dimaksud dengan كُلَّ شَيۡء disini menghancurkan segala sesuatu, segala sesuatu yang Allah subhanahu wata’ala perintahkan untuk dihancurkan oleh angin tadi.
كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَان
Semua yang ada di atasnya maka ini akan binasa, para ulama menjelaskan bahwasanya كُلُّ disini bahwasanya bukan semuanya akan hancur termasuk surga dan juga neraka, maksudnya adalah yaitu akan binasa setiap yang Allah subhanahu wata’ala tetapkan kebinasaan atasnya itu maksudnya, akan binasa setiap yang Allah subhanahu wata’ala sudah tetapkan Allah subhanahu wata’ala tulis bahwasanya dia akan binasa, sehingga keluar dari sini Arsy Allah subhanahu wata’ala kemudian juga kursi-Nya Allah subhanahu wata’ala kemudian surga dan juga neraka, jadi itu yang dimaksud dengan firman Allah subhanahu wata’ala
كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَان
Apa yang ada di atasnya semuanya akan binasa, yaitu yang Allah subhanahu wata’ala tetapkan kepadanya kebinasaan. Adapun yang tidak Allah subhanahu wata’ala tetapkan baginya kebinasaan maka dia akan kekal seperti surga dan juga neraka kekal dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala, kalau Allah subhanahu wata’ala menghendaki surga hancur maka dia akan hancur, kalau Allah subhanahu wata’ala menghendaki neraka hancur maka dia akan hancur, tapi Allah subhanahu wata’ala menciptakan surga dan neraka untuk di kekalkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]