Halaqah yang ke-52 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Allah subhanahu wata’ala mengatakan
ذُو الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ
Yang memiliki الْجَلالِ وَالإِكْرَام. Dzuu disini adalah yang memiliki dan Dia adalah sifat bagi wajah, berarti wajah Allah subhanahu wata’ala sifatnya ذُو الْجَلال Dia memiliki keagungan berbeda dengan wajah-wajah makhluk وَالإِكْرَام dan Dia memiliki kemuliaan, inilah wajah Allah subhanahu wata’ala memiliki keagungan dan Dia memiliki kemuliaan. Dari sini para ulama menjelaskan salah orang yang mengatakan bahwasanya wajah di sini adalah hanya sekedar kalimat tambahan, ada yang mengatakan ini adalah kalimat tambahan saja fungsinya adalah sebagai silah katanya untuk nyambung saja, takdirnya وَيَبْقَى رَبّك jadi yang dimaksud dengan wajah Allah subhanahu wata’ala disini adalah Dzat Allah subhanahu wata’ala, mereka adalah orang-orang yang ingin mentakwil sifat wajah bagi Allah subhanahu wata’ala mengatakan bahwasanya wajah di sini adalah kalimat tambahan maksudnya adalah untuk silah yaitu untuk menyambung saja. Para ulama menjelaskan tidak mungkin dia sebagai silah sebagai penyambung, karena dia di sini sampai di sifati secara tersendiri disifati dengan
ذُو الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ
Sesuatu yang kedudukannya hanya sebagai silah sebagai penyambung tidak mungkin di sifati seperti ini, tapi ketika disifati oleh Allah subhanahu wata’ala wajah dengan الْجَلالِ وَالإِكْرَام menunjukkan bahwasanya sifat wajah ini adalah sifat yang hakiki bagi Allah subhanahu wata’ala dan tidak boleh mentakwil sifat wajah ini dengan Dzat atau mentakwilnya dengan mengatakan maknanya adalah tsawab karena ketika mereka misalnya membaca firman Allah subhanahu wata’ala
وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ٱبۡتِغَآءَ وَجۡهِ ٱللَّهِۚ
وَٱلَّذِينَ صَبَرُواْ ٱبْتِغَآءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ
Mencari wajah Allah subhanahu wata’ala, dan tidaklah mereka menginfakkan kecuali untuk mencari wajah Allah subhanahu wata’ala dan orang-orang yang bersabar untuk mencari wajah Allah subhanahu wata’ala, mereka mengatakan maksudnya adalah mencari pahala dari Allah subhanahu wata’ala. Disini mereka terjerumus kedalam mentakwil padahal yang dimaksud dengan mencari wajah Allah subhanahu wata’ala hakiki yaitu kita ingin melihat wajah Allah subhanahu wata’ala, dimana kita melihat wajah Allah subhanahu wata’ala di jannah di dalam surga, berarti mereka tidaklah berinfaq kecuali ingin melihat wajah Allah subhanahu wata’ala di dalam surga, ingin masuk surganya Allah subhanahu wata’ala berarti mereka ikhlas dalam berinfaq ingin melihat wajah Allah subhanahu wata’ala, rindu dengan melihat wajah Allah subhanahu wata’ala, dan orang-orang yang bersabar untuk mencari wajah Robb mereka, maksudnya adalah ingin melihat wajah Allah subhanahu wata’ala didalam surga, dan kita tahu bahwasanya melihat wajah Allah subhanahu wata’ala ini adalah kenikmatan yang paling besar, lebih nikmat daripada kenikmatan surga, inilah yang mereka cari.
Ini juga termasuk sebuah kebatilan mentakwil kemudian menafikan sifat wajah bagi Allah subhanahu wata’ala dan mengatakan maksud dari wajah Allah subhanahu wata’ala disini adalah pahala atau maksud dari wajah Allah subhanahu wata’ala disini adalah Dzat atau mengatakan bahwasanya maksud dari wajah Allah subhanahu wata’ala disini adalah arah, terkadang memang digunakan kata wajah ini dan maknanya adalah arah tapi tidak semuanya demikian, ada yang sebagian memang menunjukkan tentang wajah Allah subhanahu wata’ala secara hakiki bukan maksudnya adalah arah. Di sana ada sebuah ayat di dalam Al-Quran yang disebutkan wajah Allah subhanahu wata’ala dan ditafsirkan oleh sebagian salaf maksudnya adalah kiblah, kiblatullah atau jihatullah yaitu firman Allah subhanahu wata’ala
وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ
Bagi Allah subhanahu wata’ala barat dan juga timur tempat tenggelamnya matahari dan tempat terbitnya matahari semua adalah milik Allah subhanahu wata’ala barat dan timur semua adalah milik Allah subhanahu wata’ala
فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّه
Kemana saja kalian menghadap maka di sana ada arah Allah subhanahu wata’ala, yaitu ketika seseorang misalnya tidak mengetahui arah kiblat kemudian dia shalat sesuai dengan kemampuan dia, tidak mengetahui dan tidak ada yang ditanya dan tidak ada petunjuk maka dia bertamu kepada Allah subhanahu wata’ala sesuai dengan kemampuan, kemana saja dia beribadah maka di sana ada arah Allah subhanahu wata’ala, yang dimaksud dengan wajhullah disini adalah jihatullah, sehingga sebagian salaf seperti Imam Syafii dan juga yang lain ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwasanya ini adalah jihatullah dan kita katakan bahwasanya فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّه di sini bukan berkaitan dengan sifat, tadi sudah kita katakan bahwasanya disandarkan kepada Allah subhanahu wata’ala ada dua, terkadang makhluk disandarkan kepada Allah subhanahu wata’ala dan di sana ada sifat yang disandarkan kepada Allah subhanahu wata’ala. Kalau
ٱبۡتِغَآءَ وَجۡهِ ٱللَّه
كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَانٖ
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ
maka ini adalah sekali lagi penyandaran sifat terhadap maushuf, adapun فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّه Allahu a’lam disini adalah penyandaran makhluk terhadap Al-Khaliq, Allahu a’lam. Maka ini bukan ayat tentang sifat dan ini yang dirajihkan oleh sebagian ulama bahwasanya asalnya memang adalah ayat yang tidak berkaitan dengan sifat sehingga sebagian salaf menafsirkannya dengan kiblah atau dengan jihah dan tidak dikatakan bahwasanya mereka mentakwil karena memang ini bukan ayat yang berkaitan dengan sifat Allah subhanahu wata’ala.
Kemudian Allah subhanahu wata’ala di dalam ayat yang lain mensifati Dzatnya dengan ذُو الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ
تَبَٰرَكَ ٱسۡمُ رَبِّكَ ذِي ٱلۡجَلَٰلِ وَٱلۡإِكۡرَامِ ٧٨
تَبَٰرَكَ yaitu yang berbarokah nama Robb mu ذِي ٱلۡجَلَٰلِ وَٱلۡإِكۡرَام yang memiliki keagungan dan juga kemuliaaan.
Disini yang disifati adalah Dzat Allah subhanahu wata’ala, jadi Wajah Allah subhanahu wata’ala disifati dengan ذُو الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ dan Dzat Allah subhanahu wata’ala juga disifati dengan الْجَلالِ وَالإِكْرَام. Ada yang mengatakan memiliki keagungan, yang dimaksud dengan jalal itu adalah puncak dari keagungan, itu dinamakan dengan jalal, adapun َالإِكْرَام adalah memuliakan, ada yang mengartikan Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang yukrim al-anbiya’, memuliakan para nabi memuliakan orang-orang yang beriman, dan ada yang mengatakan Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang َالإِكْرَام maksudnya Dia-lah Allah subhanahu wata’ala yang dimuliakan diagungkan oleh hamba-hamba-Nya dan dua makna ini adalah makna yang benar tidak saling menafikan satu dengan yang lain, maka Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang yukrim al-anbiya’ memuliakan para nabi dan memuliakan para orang-orang yang sholeh dan Dia-lah Allah subhanahu wata’ala yang di agungkan oleh para hamba-hamba-Nya.
Di sana ada hadits yang menunjukkan tentang beda antara wajah dengan Dzat, doa yang kita baca ketika kita masuk kedalam mesjid, sahabat yaitu Abdullah Bin Amar Bin Ash beliau mengatakan
عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان إذا دخل المسجد قال: أَعُوذُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ
Dahulu Nabi apabila masuk kedalam mesjid beliau mengatakan aku berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala yang Maha Besar dan berlindung dengan Wajah-Nya yang Mulia. Para ulama menjelaskan disini disebutkan tentang berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala yang Maha Besar dan Wajah-Nya yang Maha Mulia, disebutkan Dzat Allah subhanahu wata’ala dan disebutkan Wajah Allah subhanahu wata’ala dan و asalnya menunjukkan tentang perbedaan antara Dzat dengan sifat Wajah, sehingga mentakwil Wajah Allah subhanahu wata’ala dengan Dzat disini adalah takwil yang tidak dibenarkan.
Kemudian Allah subhanahu wata’ala mengatakan dikutip beliau di sini
وَقَوْلُهُ
dan juga firman Allah subhanahu wata’ala
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَه
Segala sesuatu binasa kecuali Wajah-Nya, كُلُّ disini sama dengan كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَانٖ dan ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam surat Ar-Rahman
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَه
Segala sesuatu binasa kecuali wajah Allah subhanahu wata’ala, sehingga kewajiban kita adalah menetapkan sifat wajah Allah subhanahu wata’ala sesuai dengan keagungan-Nya, tidak boleh kita menolaknya atau mentakwilnya atau mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala itu memiliki sifat wajah dan saya tidak tahu makna wajah, ini juga salah, menolak dan mengatakan Allah subhanahu wata’ala tidak punya wajah, salah, mengatakan wajah Allah subhanahu wata’ala di sini maknanya adalah pahala atau maknanya adalah Dzat, ini juga salah, mengatakan Ana beriman bahwasanya Allah subhanahu wata’ala punya wajah tapi apa makna wajah Ana tidak tahu yang penting Ana beriman Allah subhanahu wata’ala punya wajah, ini juga salah, karena Allah subhanahu wata’ala menurunkan Al-Qur’an dengan bahasa Arab yang mubin bahasa Arab yang jelas dipahami oleh orang-orang Arab apa makna wajah dan tidak ada kelaziman kalau kita menetapkan wajah bagi Allah subhanahu wata’ala berarti kita menyerupakan Allah subhanahu wata’ala dengan makhluk, tidak ada keladziman kita tetapkan Allah subhanahu wata’ala memiliki wajah dan wajah Allah subhanahu wata’ala tidak sama dengan wajah yang dimiliki oleh makhluk-Nya.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]