Home » Materi 3: Tafsir Surat An Naziat (Malaikat-Malaikat yang Mencabut)

Materi 3: Tafsir Surat An Naziat (Malaikat-Malaikat yang Mencabut)

Pengantar

Surah An-Naziat (سورة النازعات) adalah surah ke-79 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 46 ayat dan juga termasuk dalam golongan surah Makkiyah, yaitu surah yang diturunkan di Makkah sebelum Hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah. Berikut adalah tafsir umum dari Surah An-Naziat:
Surah An-Naziat dimulai dengan seruan yang kuat dan tegas, menggambarkan keadaan yang akan terjadi pada hari kiamat. Ayat-ayat pertama surah ini menggambarkan beberapa peristiwa besar yang terjadi pada saat itu, seperti bumi yang digoncangkan, kuburan yang dikeluarkan isinya, dan langit yang dirobek-robek.
Surah ini kemudian melanjutkan dengan merinci perbuatan manusia selama hidupnya di dunia ini dan betapa manusia cenderung lalai terhadap hari pembalasan. Penggambaran tentang keadaan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang kafir juga disajikan dengan jelas, dengan menyebutkan kebaikan dan keburukan yang mereka lakukan serta akibat yang mereka terima sebagai hasil dari perbuatan mereka.
Tafsir surah ini menyoroti keajaiban penciptaan dan kebesaran Allah, mengingatkan manusia akan kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Selain itu, surah ini menekankan pada ketetapan dan kepastian hari kiamat serta pentingnya mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Surah An-Naziat memberikan gambaran yang mendalam tentang realitas hari kiamat, mengajak manusia untuk merenungkan takdir akhirat dan akibat dari perbuatan mereka di dunia ini. Pesannya adalah seruan keras untuk bersiap-siap dan bertobat kepada Allah sebelum datangnya hari pembalasan yang pasti.

Bacaan Surat

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا ﴿١﴾ وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا ﴿٢﴾ وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا ﴿٣﴾ فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا ﴿٤﴾ فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا ﴿٥﴾ يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ ﴿٦﴾ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ ﴿٧﴾ قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ ﴿٨﴾ أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ ﴿٩﴾ يَقُولُونَ أَإِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ ﴿١٠﴾ أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً ﴿١١﴾ قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ ﴿١٢﴾ فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ ﴿١٣﴾ فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ ﴿١٤﴾ هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَىٰ ﴿١٥﴾إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى ﴿١٦﴾ اذْهَبْ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ ﴿١٧﴾ فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَىٰ أَنْ تَزَكَّىٰ ﴿١٨﴾ وَأَهْدِيَكَ إِلَىٰ رَبِّكَ فَتَخْشَىٰ ﴿١٩﴾ فَأَرَاهُ الْآيَةَ الْكُبْرَىٰ ﴿٢٠﴾ فَكَذَّبَ وَعَصَىٰ ﴿٢١﴾ ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَىٰ ﴿٢٢﴾ فَحَشَرَ فَنَادَىٰ ﴿٢٣﴾ فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ ﴿٢٤﴾ فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولَىٰ ﴿٢٥﴾ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ ﴿٢٦﴾ أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ ۚ بَنَاهَا ﴿٢٧﴾ رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا ﴿٢٨﴾ وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا ﴿٢٩﴾ وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَٰلِكَ دَحَاهَا ﴿٣٠﴾ أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا ﴿٣١﴾ وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا ﴿٣٢﴾ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ ﴿٣٣﴾ فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَىٰ ﴿٣٤﴾ يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ مَا سَعَىٰ ﴿٣٥﴾ وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَىٰ ﴿٣٦﴾ فَأَمَّا مَنْ طَغَىٰ ﴿٣٧﴾ وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿٣٨﴾ فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَىٰ ﴿٣٩﴾ وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ ﴿٤١﴾ يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ﴿٤٢﴾ فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا ﴿٤٣﴾ إِلَىٰ رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا ﴿٤٤﴾ إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَخْشَاهَا ﴿٤٥﴾ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا ﴿٤٦

Tafsir

  1. (Demi yang mencabut nyawa) atau demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa orang-orang kafir (dengan keras) atau mencabutnya dengan kasar.
  2. (Dan demi yang mencabut nyawa dengan lemah lembut) maksudnya, demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa orang-orang mukmin secara pelan-pelan.
  3. (Dan demi yang turun dari langit dengan cepat) yakni demi malaikat-malaikat yang melayang turun dari langit dengan membawa perintah-Nya.
  4. (Dan demi yang mendahului dengan kencang) yaitu malaikat-malaikat yang mendahului dengan kencang membawa arwah orang-orang yang beriman ke surga.
  5. (Dan yang mengatur urusan) dunia, yaitu malaikat-malaikat yang mengatur urusan dunia. Dengan kata lain, demi malaikat-malaikat yang turun untuk mengaturnya. Jawab daripada semua qasam yang telah disebutkan di atas tidak disebutkan, lengkapnya, benar-benar kalian, hai penduduk Mekah yang kafir, akan dibangkitkan. Jawab inilah yang menjadi Amil terhadap ayat berikutnya yaitu:
  6. (Pada hari ketika terjadinya guncangan yang hebat) yakni tiupan pertama malaikat Israfil yang mengguncangkan segala sesuatu dengan hebatnya. Kemudian pengertian ini diungkapkan ke dalam bentuk kejadian yang timbul dari tiupan tersebut.
  7. (Kemudian ia diiringi dengan yang mengikutinya) dengan tiupan yang kedua dari malaikat Israfil; jarak di antara kedua tiupan itu empat puluh tahun; dan jumlah ayat ini berkedudukan menjadi Haal atau kata keterangan keadaan daripada lafal Ar-Raajifah. Dan lafal Al-Yauma dapat mencakup kedua tiupan tersebut, karena itu maka kedudukan Zharafnya dianggap sah. Tiupan yang kedua ini untuk membangkitkan semua makhluk yang mati menjadi hidup kembali, maka setelah tiupan yang kedua, mereka bangkit hidup kembali.
  8. (Hati manusia pada waktu itu sangat takut) amat takut dan cemas.
  9. (Pandangannya tunduk) yakni hina karena kedahsyatan apa yang disaksikannya.
  10. (Mereka berkata) yakni orang-orang kafir yang mempunyai hati dan pandangan itu mengatakan dengan nada yang memperolok-olokkan karena ingkar dan tidak percaya terhadap adanya hari berbangkit (“Apakah sesungguhnya kami) dapat dibaca secara Tahqiq dan Tas-hil, demikian pula lafal berikutnya yang sama (benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula?”) maksudnya, apakah kami sesudah mati akan dikembalikan menjadi hidup seperti semula. Lafal Al-Haafirah menunjukkan makna permulaan sesuatu, antara lain dikatakan: Raja’a Fulaanun Fii Haafiratihi, artinya, si Polan kembali lagi ke arah dia datang.
  11. (“Apakah apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat) juga akan dihidupkan kembali?” Menurut suatu qiraat lafal Nakhiratun dibaca Naahiratun, artinya yang lapuk dan hancur.
  12. (Mereka berkata, “Hal itu) maksudnya, dihidupkan-Nya kami kembali (kalau begitu) atau seandainya hal itu benar terjadi (adalah pengembalian) suatu pengembalian (yang merugikan”) diri kami. Lalu Allah berfirman:
  13. (Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah) maksudnya, tiupan yang kedua untuk membangkitkan semua makhluk (dengan tiupan) dengan hardikan (sekali saja) apabila tiupan yang kedua ini telah dilakukan.
  14. (Maka dengan serta-merta mereka) yakni semua makhluk (bangun) berada di permukaan bumi dalam keadaan hidup, yang sebelumnya mereka berada di perut bumi dalam keadaan mati.
  15. (Sudahkah sampai kepadamu) hai Muhammad (kisah Musa) lafal ayat ini menjadi Amil bagi lafal berikutnya, yaitu:
  16. (Tatkala Rabbnya memanggilnya di lembah suci ialah lembah Thuwa) dapat dibaca dengan memakai Tanwin, yaitu Thuwan, dapat pula dibaca tanpa Tanwin, yaitu Thuwa, artinya nama sebuah lembah. Lalu Rabb berkata kepadanya:
  17. (“Pergilah kamu kepada Firaun sesungguhnya dia telah melampaui batas) kekafirannya telah melampaui batas.
  18. (Dan katakanlah, “Adakah keinginan bagimu) artinya, aku mengajakmu (untuk membersihkan diri”) dari kemusyrikan, seumpamanya kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Menurut suatu qiraat lafal Tazakkaa dibaca Tazzakkaa, yang asalnya adalah Tatazakka, kemudian huruf Ta yang kedua diidgamkan kepada huruf Za, sehingga jadilah Tazzakkaa.
  19. (“Dan kamu akan kupimpin kepada Rabbmu) maksudnya, aku akan tunjukkan kamu jalan untuk mengetahui-Nya melalui bukti-bukti yang ada (supaya kamu takut kepada-Nya”) karena itu lalu kamu takut kepada-Nya.
  20. (Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar) di antara mukjizat-mukjizat yang dimilikinya, yang ada tujuh macam itu. Mukjizat yang diperlihatkan kepadanya pada saat itu ialah tangan atau tongkatnya.
  21. (Tetapi Firaun mendustakan) Nabi Musa (dan mendurhakai) Allah
  22. (Kemudian dia berpaling) dari iman (seraya berjalan) di muka bumi dengan menimbulkan kerusakan.
  23. (Maka dia mengumpulkan) para ahli sihir dan bala tentaranya (lalu berseru.)
  24. (Seraya berkata, “Akulah tuhan kalian yang paling tinggi”) tiada tuhan di atasku.
  25. (Maka Allah membinasakannya) yakni menenggelamkannya hingga binasa (sebagai pembalasan) atau siksaan (atas yang terakhir ini) disebabkan perkataannya yang terakhir tadi (dan yang pertama) yaitu sebagaimana yang telah disitir oleh firman-Nya, ” …aku tidak mengetahui tuhan bagi kamu sekalian selain aku.” (Q.S. Al-Qashash, 38) Jarak antara kedua perkataan yang telah dikatakannya itu empat puluh tahun.
  26. (Sesungguhnya pada yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu (terdapat pelajaran bagi orang yang takut) kepada Allah
  27. (Apakah kalian) hai orang-orang yang ingkar terhadap adanya hari berbangkit; lafal ayat ini dapat dibaca Tahqiq dan Tas-hil (yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit?) yang lebih rumit penciptaannya. (Allah telah membinanya) lafal ayat ini menjelaskan tentang cara penciptaan langit.
  28. (Dia meninggikan bangunannya) ayat ini menafsirkan pengertian yang terkandung di dalam lafal Banaahaa; artinya, Dia menjadikan bangunannya berada di atas, maksudnya, dalam ketinggian yang sangat. Tetapi menurut pendapat lain dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan Samkahaa adalah atapnya (lalu menyempurnakannya) yakni, Dia menjadikannya dengan sempurna tanpa cacat.
  29. (Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita) membuatnya gelap (dan menjadikan siangnya terang benderang) Dia menampakkan cahaya matahari. Di dalam ungkapan ini lafal Al-Lail atau malam hari dimudhafkan kepada As-Samaa’, karena malam hari merupakan kegelapan baginya. Dan dimudhafkan pula kepada matahari, karena matahari merupakan cahaya baginya.
  30. (Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya) yakni dijadikan-Nya dalam bentuk terhampar, sebenarnya penciptaan bumi itu sebelum penciptaan langit, tetapi masih belum terhamparkan.
  31. (Ia memancarkan) berkedudukan menjadi Haal dengan memperkirakan adanya lafal Qad sebelumnya; artinya Ia mengeluarkan (daripadanya mata air) yakni dengan mengalirkan air dari sumber-sumbernya (dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya) yakni, pohon-pohon dan rumput-rumputan yang menjadi makanan ternak, dan demikian pula tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan pokok manusia, serta buah-buahannya. Dikaitkannya istilah Al-Mar’aa kepada bumi hanyalah merupakan ungkapan Isti’arah,
  32. (Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh) yakni dipancangkan di atas bumi supaya bumi stabil dan tidak berguncang.
  33. (Untuk kesenangan) lafal Mataa’an berkedudukan menjadi Maf’ul Lah bagi lafal yang tidak disebutkan, lengkapnya, Dia melakukan hal tersebut untuk kesenangan. Atau lafal Mataa’an ini dianggap sebagai Mashdar, artinya memberikan kesenangan (buat kalian dan buat binatang-binatang ternak kalian) lafal An’aam ini adalah jamak dari lafal Na’amun artinya binatang ternak mencakup unta, sapi, dan kambing.
  34. (Maka apabila malapetaka yang sangat besar telah datang) yaitu tiupan sangkakala malaikat Israfil yang kedua.
  35. (Pada hari ketika manusia teringat) lafal Yauma berkedudukan menjadi Badal daripada lafal Idzaa (akan apa yang telah dikerjakannya) sewaktu ia masih di dunia, apakah itu perbuatan baik atau perbuatan buruk.
  36. (Dan diperlihatkan dengan jelas) ditampakkan dengan seterang-terangnya (neraka) yakni neraka Jahim yang membakar itu (kepada setiap orang yang melihat) kepada setiap orang yang melihatnya. Jawab dari lafal Idzaa ialah:
  37. (Adapun orang yang melampaui batas) yakni orang kafir.
  38. (Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia) dengan cara selalu mengikuti kemauan hawa nafsunya.
  39. (Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal) bagi dia.
  40. (Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya) di kala ia berdiri di hadapan-Nya (dan menahan diri) menahan nafsu amarahnya (dari keinginan hawa nafsunya) yang menjerumuskan ke dalam kebinasaan disebabkan memperturutkan kemauannya.
  41. (Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya) kesimpulan makna yang terkandung di dalam Jawab syarat ini ialah, bahwasanya orang yang durhaka akan dimasukkan ke dalam neraka, dan orang yang taat akan dimasukkan ke dalam surga.
  42. (Mereka bertanya kepadamu) yakni orang-orang kafir Mekah itu (tentang hari kiamat, kapan terjadinya) kapankah saat terjadinya.
  43. (Tentang apakah) atau mengenai apakah (hingga kamu dapat menyebutkan waktunya?) maksudnya, kamu tidak memiliki ilmu mengenai kejadiannya sehingga kamu dapat menyebutkan waktunya.
  44. (Kepada Rabbmulah dikembalikan kesudahannya) yaitu mengenai ketentuan waktunya, tiada seseorang pun yang mengetahuinya selain Dia.
  45. (Kamu hanyalah pemberi peringatan), maksudnya sesungguhnya peringatanmu itu hanyalah bermanfaat (bagi siapa yang takut kepadanya) yakni takut kepada hari kiamat.
  46. (Pada hari mereka melihat hari itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal) di dalam kubur mereka (melainkan sebentar saja di waktu sore atau pagi hari) artinya, pada suatu sore hari atau pada suatu pagi hari. Di sini dianggap sah mengidhafahkan lafal Adh-Dhuhaa kepada lafal Al-‘Asyiyyah, disebabkan di antara keduanya terdapat kaitan yang amat erat, sebab kedua-duanya merupakan permulaan dan penghujung suatu hari, dan Idhafah di sini dianggap baik karena kedua kalimatnya terpisah.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top