Halaqah yang ke-63 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mengatakan
وَقَوْلُهُ
dan Firman Allah subhanahu wata’ala
إِن تُبْدُواْ خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُواْ عَن سُوَءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا
Kalau kalian menampakkan sebuah kebaikan, dan menampakkan sebuah kebaikan خَيْرًا di sini kebaikan secara umum bukan hanya sedekah saja tapi خَيْرًا di sini kebaikan secara umum, ibadah yang lain yang berupa ucapan maupun perbuatan, kalau kalian menampakkan sebuah kebaikan أَوْ تُخْفُوه atau kalian sembunyikan.
Kalau kita nampakkan maksudnya adalah diantaranya bukan karena ingin riya sum’ah, tapi karena terkadang ketika seseorang menampakkan kepada orang lain sebuah ibadah diantara maksudnya adalah supaya ditiru oleh orang lain dan disini perlu kekuatan, perlu kesungguhan dalam niat karena perbedaannya sangat tipis sekali seorang menampakkan dengan tujuan supaya ditiru orang lain atau tujuannya adalah untuk riya’ maka ini perlu sidq (kesungguhan) kepada Allah subhanahu wata’ala, perlu kejujuran kepada Allah subhanahu wata’ala.
Kalau memang melihat manusia dan kita perkirakan mereka ini kalau melihat ana tergugah hatinya untuk beramal dan dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh dan kita melihat kebiasaan mereka memang demikian, sedekah misalnya, disekitarnya banyak orang kaya, kemarin-kemarin kalau mereka melihat ana bersedekah mereka ikut bersedekah, kemungkinan besar sekarang kalau Ana tunjukkan sedekah ini mereka juga akan ikut menyumbang mesjid, ikut menyumbang memberi makan orang-orang miskin, karena banyak di sana orang-orang kaya yang tidak tahu ke mana mereka harus menyalurkan harta mereka.
Kalau memang demikian kemudian seseorang menampakan amalannya dihadapan orang lain tidak masalah, ini perlu sekali lagi sidq dan minta pertolongan kepada Allah subhanahu wata’ala dan berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari riya’, dibersihkan hatinya dari kesyirikan yang kecil maupun yang besar.
أَوْ تُخْفُوهُ
Atau kalian menyembunyikan amalan tadi, menyembunyikan خَيْرًا tadi tidak dilihat oleh orang lain
أَوْ تَعْفُواْ عَن سُوَء
Atau kalian memaafkan dari sebuah kejelekan. Ada orang lain yang berbuat jelek kepada Antum kemudian Antum memaafkan perbuatannya atau tidak membalas perbuatan dia bahkan Antum berusaha untuk melupakannya dan ini adalah sebuah amal sholeh dan sifat yang baik, ketika Allah subhanahu wata’ala menyebutkan tentang sifat orang-orang yang bertakwa
وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ١٣٣
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ
Dan orang yang memaafkan manusia, ini adalah sifat yang mulia, yang memiliki kesabaran bahkan bukan hanya sabar dia memaafkan melupakan dan tidak mau membalas kejelekan orang lain disamping dia mendapatkan pahala yang besar dari Allah subhanahu wata’ala, karena Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَجَزَٰٓؤُاْ سَيِّئَةٖ سَيِّئَةٞ مِّثۡلُهَاۖ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ
Maka barang siapa yang memaafkan dan memperbaiki mendamaikan maka pahalanya adalah atas Allah subhanahu wata’ala. Kita memaafkan orang-orang yang ada disekitar kita, memaafkan anak memaafkan istri memaafkan suami memaafkan orang tua memaafkan tetangga, kita bergaul dengan mereka dalam kehidupan sehari-hari dan pasti di sana ada perkara yang tidak baik yang mungkin muncul dari kita maupun dari mereka, maka kita sebagai seorang muslim seorang muslimah pandai dalam memaafkan. Allah subhanahu wata’ala mengatakan
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ مِنۡ أَزۡوَٰجِكُمۡ وَأَوۡلَٰدِكُمۡ عَدُوّٗا لَّكُمۡ فَٱحۡذَرُوهُمۡۚ
Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya di antara istri-istri kalian dan diantara anak-anak kalian ada musuh bagi kalian, فَٱحۡذَرُوهُم maka hendaklah kalian berhati-hati, musuh maksudnya yang melalaikan kalian dari dzikrullah, dengan muamalah mereka menjadikan antum marah menjadikan antum mungkin melakukan atau mencari harta yang haram karena dikejar-kejar oleh anaknya dikejar-kejar oleh istrinya, ini godaan tersendiri bagi seseorang atau menjadikan Antum akhirnya jauh dan memisahkan tali silaturahim kepada saudara atau akhirnya antum berbuat durhaka kepada orang tua misalnya karena gara-gara anak atau gara-gara keluarga, فَٱحۡذَرُوهُمۡۚ maka hendaklah kalian berhati-hati. Kemudian kata Allah subhanahu wata’ala
وَإِن تَعۡفُواْ وَتَصۡفَحُواْ
Kalau kalian memaafkan
وَتَغۡفِرُواْ
Dan kalian mengampuni mereka
فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ
Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Mengampuni dan Maha Penyayang.
Kita maafkan dan jangan kita ikut terbawa dengan kelakuan mereka atau ucapan mereka sehingga kita mudah melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala karena kelakuan dan juga ucapan mereka, jangan demikian, jadi kita gabungkan antara dua perkara, tetap kita istiqomah di atas ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala dan kita memaafkan, kita maafkan dan kita lupakan dan terus kita istiqomah, kalau memang ini diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala kita jalankan dan kita bersabar dengan ucapan dan perilaku mereka, ini sikap seorang muslim dan dia berakhlak yang baik, tidak ada pertentangan di antara dua perkara ini, dia tetap bisa istiqomah diatas perintah Allah subhanahu wata’ala dan di waktu yang sama dia bermuamalah yang baik dengan keluarga, bermuamalah yang baik dengan orang lain.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]