Home » Halaqah 139: Beriman Kepada Takdir – Tiga Perkara Besar Ketiga yang Mungkin Muncul di setelah Beriman Bahwa Segala Sesuatu sudah Ditakdirkan

Halaqah 139: Beriman Kepada Takdir – Tiga Perkara Besar Ketiga yang Mungkin Muncul di setelah Beriman Bahwa Segala Sesuatu sudah Ditakdirkan

Halaqah yang ke-139 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau ingin menjelaskan kepada kita tentang tiga perkara yang besar yang mungkin muncul di dalam diri sebagian orang, perkara yang ketiga
وَالْعِبَادُ فَاعِلُونَ حَقِيقَةً، وَاللَّهُ خَلَقَ أفْعَالَهُم
Perkara yang ketiga ketika kita sudah beriman dengan seluruh tingkatan-tingkatan takdir maka kita meyakini bahwasanya al-‘ibad, hamba disini adalah hamba dengan makna yang umum karena al-ubudiyyah terbagi menjadi dua, ada ubudiyyah yang umum yaitu seluruh makhluk Allah subhanahu wata’ala itu adalah hamba Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan Allah subhanahu wata’ala yang menundukkan mereka karena al-ubudiyyah artinya adalah ketundukkan kerendahan dan semua makhluk Allah subhanahu wata’ala yang mengatur Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan mereka, ini adalah ubudiyyah yang umum sebagaimana Firman Allah subhanahu wata’ala
إِن كُلُّ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ إِلَّآ ءَاتِي ٱلرَّحۡمَٰنِ عَبۡدٗا ٩٣
[Maryam]
Tidaklah apa yang ada di langit maupun yang di bumi kecuali dia akan mendatangi Allah subhanahu wata’ala dalam keadaan sebagai seorang hamba Allah subhanahu wata’ala, dia bukan mabud tapi dia adalah hamba. Dan disana ada ubudiyyah yang khusus seperti Firman Allah subhanahu wata’ala
وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنٗا…
[Al-Furqan:63]
dan hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala adalah mereka yang berjalan di permukaan bumi dalam keadaan mereka merendahkan diri mereka, ‘ibadurrahman disini maksudnya adalah hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala yang khusus yang mereka memang benar-benar taat kepada Allah subhanahu wata’ala menundukkan dirinya dengan ibadah untuk Allah subhanahu wata’ala. Jadi yang dimaksud oleh beliau disini al-‘ibad maksudnya adalah ubudiyah yang umum.
وَالْعِبَادُ فَاعِلُونَ حَقِيقَةً
Dan para hamba merekalah yang melakukan secara hakiki, Allah subhanahu wata’ala yang mentakdirkan Allah subhanahu wata’ala yang menghendaki seseorang shaleh dan Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan perbuatan shalat dia, itu adalah keyakinan kita Allah subhanahu wata’ala yang menghendaki orang tersebut shalat dan Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan perbuatan shalat, hamba dialah yang melakukan secara hakikat artinya yang duduk sekarang adalah hamba yang shalat adalah hamba bukan Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan shalat itu Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan orang yang shalatnya dan Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan shalatnya tersebut. Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan kita dan menciptakan perbuatan kita menuntut ilmu, berarti kita yang melakukan kita yang sedang duduk kita yang sedang mendengar kita yang sedang menyampaikan
وَاللَّهُ خَلَقَ أفْعَالَهُم
dan Allah subhanahu wata’ala Dialah yang menciptakan perbuatan mereka, jadi perbuatan kita yang menciptakan Allah subhanahu wata’ala tapi yang melakukan perbuatan ini adalah diri kita sendiri, dan tidak ada pertentangan, kita meyakini Allah subhanahu wata’ala yang menghendaki ini semua dan menciptakan ini semua dan kita yakini bahwasanya kita yang melakukan perbuatan ini, perbuatan ini Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan dan kitalah yang melakukan.
وَالْعَبْدُ هُوَ: الْمُؤْمِنُ، وَالْكَافِرُ، وَالْبَرُّ، وَالْفَاجِرُ، وَالْمُصَلِّي، وَالصَّائِمُ
maka seorang hamba dialah yang dinamakan al-mu’min, yang mu’min hambanya bukan Allah subhanahu wata’ala yang kafir hamba tersebut bukan Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan keimanan dia Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan kekufuran dia, dan yang baik adalah hamba tersebut dan yang fajir adalah hamba tersebut, Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan kebaikan dan kefujuran dia, dan yang shalat adalah si fulan tapi yang menciptakan fulan adalah Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan shalatnya fulan Allah subhanahu wata’ala, dan hamba itulah yang berpuasa, yang menciptakan pelaku puasanya adalah Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan puasanya adalah Allah subhanahu wata’ala.
Ini adalah keyakinan ahlussunnah wal jama’ah sehingga di dalam Al-Qur’an betapa banyak penisbatan amalan-amalan tersebut kepada hamba bukan kepada Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan ketaqwaan tapi Allah subhanahu wata’ala ternyata menyandarkan perbuatan takwa tersebut kepada hamba keimanan kepada hamba kemaksiatan mereka kefajiran mereka kekufuran mereka hamba yang melakukan, Allah subhanahu wata’ala sandarkan kepada hamba karena memang mereka yang melakukan sehingga karena mereka yang melakukan kalau mereka melakukan ketaatan mereka dipuji oleh Allah subhanahu wata’ala dan diberikan pahala oleh Allah subhanahu wata’ala dan kalau mereka melakukan kemaksiatan mereka dicela ada disana ancaman bagi orang-orang yang melakukan kemaksiatan.
Ini semua menunjukkan bahwasanya yang melakukan adalah bukan Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan perbuatan tadi bukan Allah subhanahu wata’ala yang melakukan, ini bantahan kepada golongan yang mereka salah fatal dalam masalah ini seperti orang-orang jabriyyah yang mereka mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala yang melakukan perbuatan tadi, di dalam Al-Qur’an kenapa amalan tadi dinisbahkan kepada makhluk kata mereka ini adalah majas hakekatnya Allah subhanahu wata’ala yang melakukan, jadi Allah subhanahu wata’ala yang shalat Allah subhanahu wata’ala yang puasa Allah subhanahu wata’ala yang bertakwa Allah subhanahu wata’ala yang melakukan kemaksiatan.
Ini adalah golongan jabriyyah yang mereka berlebihan di dalam menetapkan af’alullah sehingga sampai mereka mengatakan yang shalat ini sebenarnya Allah subhanahu wata’ala karena Allah subhanahu wata’ala yang mentakdirkan Allah subhanahu wata’ala yang menghendaki Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan, berlebihan sampai mereka mengatakan yang shalat ini adalah Allah subhanahu wata’ala, yang berjalan ini adalah Allah subhanahu wata’ala, yang ketika mereka meyakini tembok ini yang menghendaki diamnya adalah Allah subhanahu wata’ala maka kemudian syaithan memberikan was-was sampai mengatakan ini adalah Allah subhanahu wata’ala sebenarnya sehingga muncullah wihdatu al-wujud, wujud ini semuanya satu yaitu Allah subhanahu wata’ala karena mereka berlebihan di dalam menetapkan af’alullah.
Adapun orang-orang qadariyyah mereka berlebihan dalam menafikan af’alullah sehingga mereka mengatakan yang menciptakan perbuatan kita ini bukan Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan kita tapi menciptakan perbuatan kita ini bukan Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan adalah diri kita sendiri, berarti ini berlebihan dalam menafikan af’alullah.
Alhamdulillah yang telah memberikan karunia kepada Ahlussunnah Wal Jama’ah ketika mereka meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dialah yang menciptakan dzat kita dan perbuatan kita dan kitalah yang melakukan
وَالْعِبَادُ فَاعِلُونَ حَقِيقَةً
ini adalah bantahan kepada jabriyyah
وَاللَّهُ خَلَقَ أفْعَالَهُم
dan Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan perbuatan mereka, bantahan kepada qadariyyah
وَالْعَبْدُ هُوَ: الْمُؤْمِنُ، وَالْكَافِرُ
bantahan kepada jabriyyah.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top