Home » Halaqah 161: Aqidah Ahlu Sunah terhadap Ahlu Bait (Bagian 5)

Halaqah 161: Aqidah Ahlu Sunah terhadap Ahlu Bait (Bagian 5)

Halaqah yang ke-161 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau rahimahullah telah menjelaskan kepada kita tentang bagaimana aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian setelah itu mengkhususkan para Khulafaur Rasyidin kemudian berbicara tentang keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang ada di antara mereka yang juga termasuk sahabat, sahabat sekaligus keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau berbicara tentang Khadijah berbicara tentang Aisyah bintu Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ta’ala ‘anhum jami’an.
Dan semua itu tentunya tidak disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah begitu saja tapi di sana ada maksud, karena memang di sana ada kelompok-kelompok yang mereka menisbahkan diri mereka kepada Islam dan mereka memiliki keyakinan yang tidak benar dan keyakinan yang buruk tentang Khulafaur Rasyidin atau tentang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga perlu di sini disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam kitab beliau ini.
Termasuk ketika beliau menyebutkan tentang Aisyah radhiyallahu ta’ala ‘anha Ummul Mukminin, disebutkan oleh beliau di sini secara khusus karena di sana ada sebagian orang yang mereka mengaku muslim tapi mereka menuduh ibu kita Aisyah radhiyallahu ta’ala ‘anha dengan tuduhan yang tidak benar, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengatakan di dalam hadits bahwasanya Aisyah radhiyallahu ta’ala ‘anha adalah orang yang sangat dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditambah lagi disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya keutamaan Aisyah radhiyallahu ta’ala anha dibandingkan wanita-wanita yang lain maka ini seperti keutamaan tsarid (makanan yang favorit di antara orang-orang Arab yang terbuat dari gandum dan juga daging) dibandingkan dengan seluruh makanan.
Kemudian juga beliau menyebutkan bahwasanya Ahlussunnah Wal Jama’ah mereka berlepas diri dari cara orang-orang rafidhah, setelah menyebutkan tentang aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang para sahabat maka beliau menyebutkan aliran yang menyimpang di dalam masalah ini, bagaimana cara orang-orang rafidhah beragama mereka membenci para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum dan mencela mereka habis-habisan bahkan melaknat Abu Bakr dan juga Umar dan meyakini bahwasanya keduanya adalah di dalam neraka, meyakini bahwa keduanya telah mengghashab dan merampas kekhilafahan Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu ta’ala ‘anhu.
Maka Ahlussunnah Wal Jama’ah berlepas diri dari jalannya orang-orang rafidhah, mereka dinamakan rafidhah karena mereka mengingkari kekhilafahan dan menolak kekhilafahan Abu Bakr dan juga Umar, dan ada yang mengatakan dinamakan rafidhah karena dia menolak ucapan Zaid bin Ali ketika ditanya oleh mereka tentang bagaimana Abu Bakr dan juga Umar justru Zaid bin Ali mengatakan dia adalah dua menteri bagi kakekku yaitu bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, akhirnya mereka meninggalkan Zaid dan akhirnya Zaid mengatakan rafadhtumuniy, kalian telah menolak diriku sehingga dinamakan dengan rafidhah.
Kita berlepas diri dari jalannya orang-orang rafidhah yang sangat keji ucapan mereka terhadap Aisyah radhiyallahu ta’ala ‘anha terhadap Abu Bakr Ash-Shiddiq terhadap Umar Bin Khattab radhiyallahu ta’ala ‘anhu terhadap Utsman dan sebagian besar para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum, bahkan mereka mengkafirkan sebagian besar mereka kecuali sedikit saja diantara mereka yang dianggap masih seorang muslim seperti Mirdad, Ali dan yang lainnya.
Tentunya orang-orang rafidhah ini mereka bertingkat-tingkat mereka tidak dalam satu tingkatan, ada di antara mereka yang sampai ghuluw dan berlebihan sampai mengatakan bahwasanya Ali Bin Abi Thalib adalah Ilah dan merekalah yang dibakar oleh Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu ta’ala ‘anhu, kemudian ada di antara mereka yang hanya meyakini bahwasanya Ali radhiyallahu ta’ala ‘anhu itu lebih baik daripada Abu Bakr dan Umar lebih utama daripada Abu Bakr dan Umar, dan ada di antara mereka yang mengatakan lebih baik daripada Abu Bakr dan Umar plus dia mencela Abu Bakr dan Umar, kalau yang kedua tadi hanya meyakini tapi tidak mencela Abu Bakr dan Umar adapun yang selanjutnya maka dia meyakini Ali lebih baik dan mereka mencela Abu Bakr dan juga Umar, maka mereka bertingkat-tingkat kita berlepas diri dari jalan mereka semuanya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top