Halaqah yang ke-43 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau rahimahullah mendatangkan beberapa ayat yang menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala di antara nama-Nya adalah Ar-Rahman Ar-Rahim dan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Rahmah.
Kemudian beliau mendatangkan firman Allah subhanahu wata’ala
وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
Dan Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Menyayangi orang-orang yang beriman. Dan ini adalah rahmah yang khasah, rahmah yang khusus yang Allah subhanahu wata’ala khususkan bagi orang-orang yang beriman sebagaimana tadi sudah kita sebutkan contohnya, yaitu nikmat hidayah, nikmat menempuh jalan yang lurus, nikmat mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, nikmat taubat, maka ini adalah rahmat Allah subhanahu wata’ala yang Allah subhanahu wata’ala khususkan bagi orang-orang yang beriman, surga juga demikian. Kemudian, dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
ْكَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ
Allah subhanahu wata’ala telah menetapkan atas diri-Nya, mewajibkan atas diri-Nya rahmah. Allah subhanahu wata’ala menetapkan atau bisa juga mewajibkan atas diri-Nya Rahmah, dan Allah subhanahu wata’ala mewajibkan atas diri-Nya apa yang Dia kehendaki dan makhluk tidak boleh mewajibkan kepada Allah subhanahu wata’ala , disini Allah subhanahu wata’ala mewajibkan atas diri-Nya dan dalam hadits kursi Allah subhanahu wata’ala mengharamkan atas diri-Nya kedzoliman
يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
Wahai hamba-hamba-Ku sesungguhnya Aku mengharamkan atas diri-Ku kedzaliman, Allah subhanahu wata’ala mengharamkan atas diri-Nya kedzaliman dan Allah subhanahu wata’ala mewajibkan atas dirinya Rahmat yaitu menyayangi. Didalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
إِنَّ الله لمّا خلق الله الخلق كتب في كتابِ
Allah subhanahu wata’ala ketika menciptakan makhluk-Nya Allah subhanahu wata’ala menulis sebuah tulisan atau mewajibkan
فهو عنده فوق العرش
Dan itu disisi-Nya berada di atas Arsy
إن رحمتي سَبَقَتْ غَضَبِي
Bahwasanya rahmat-Ku itu mendahului marah-Ku, menunjukkan bagaimana kebesaran kasih sayang Allah subhanahu wata’ala . Kalau seseorang mencermati nama Allah subhanahu wata’ala dan juga memperhatikan sifat rahmah yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan di dalam Al-Qur’an dan juga sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan dia memperhatikan apa yang ada di sekitarnya dan memperhatikan dirinya sendiri, mengulang kembali bagaimana Allah subhanahu wata’ala merahmati dari semenjak dia kecil sampai dia sekarang menjadi orang yang dewasa, bagaimana Allah subhanahu wata’ala membimbing, bagaimana Allah subhanahu wata’ala memudahkan maka akan muncul di dalam dirinya sifat optimis dan tidak putus asa, senantiasa berharap kepada Allah subhanahu wata’ala sesempit apapun keadaannya. Tidaklah berputus asa dari rahmat Allah subhanahu wata’ala kecuali orang-orang yang tidak mengenal Allah subhanahu wata’ala , bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Penyayang
ْكَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ
Allah subhanahu wata’ala telah mewajibkan atas dirinya Ar-Rahmah.
Kemudian beliau mendatangkan firman Allah subhanahu wata’ala
وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Dan Dia-lah Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al-Ghofur nama di antara nama-nama Allah subhanahu wata’ala dan memiliki sifat Al-Ghofr, sifat yang terkandung di dalamnya adalah Al-Ghofr dan Al- Ghofr artinya adalah As-Sakr yaitu menutupi. Allah subhanahu wata’ala adalah Dzat yang sangat menutupi yaitu menutupi dosa-dosa hamba-Nya, sangat menutupi, demikian nama Allah subhanahu wata’ala Al-Ghofur.
Antum lihat pada diri antum sendiri dan kita semuanya, betapa banyak dosa-dosa yang kita lakukan Allah subhanahu wata’ala menutupi, Allah subhanahu wata’ala tutupi sehingga tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wata’ala dan juga diri kita sendiri, teman kita tidak mengetahui, istri kita tidak mengetahui, anak kita tidak mengetahui padahal kita melakukan sebuah kemaksiatan, kenapa mereka tidak mengetahui karena Allah subhanahu wata’ala menutupi, kalau Allah subhanahu wata’ala menghendaki Allah subhanahu wata’ala akan buka dosa-dosa tadi dan kemaksiatan-kemaksiatan tadi sehingga dilihat oleh orang lain tapi Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Al-Ghofur Dia-lah Yang Maha Menutupi.
Sehingga seseorang mengatakan, memohon kepada Allah subhanahu wata’ala Allahummaghfirliy, ya Allah subhanahu wata’ala ighfirliy, diantara maknanya adalah tutupilah aku, yaitu tutupilah dosaku jangan sampai terbongkar, terbuka sehingga tersebar di media massa misalnya atau di media sosial. Allahummaghfirliy, ya Allah subhanahu wata’ala tutupilah aku, ya Allah subhanahu wata’ala tutupilah aku, kalau Allah subhanahu wata’ala menghendaki dengan caranya bisa saja aib-aib kita dan dosa-dosa kita dan maksiat kita terbongkar, apalagi di zaman sekarang seorang bisa dengan kepandaiannya bisa melacak password, bisa membongkar akun orang lain, kalau Allah subhanahu wata’ala menghendaki tinggal menggerakkan mereka sehingga terjadilah apa yang terjadi, tapi Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Al-Ghofur, Dia-lah Yang Maha Menutupi dosa
وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Dan syahidnya disini adalah Ar-Rahim karena di sini beliau sedang mendatangkan ayat-ayat yang menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat rahmah.
Kemudian Allah subhanahu wata’ala mengatakan
اللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Maka Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang sebaik-baik penjaga. Menjaga apa? Pertama menjaga amalan, Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang menyimpan amalan kita, apakah ada yang tercecer dari amalan yang kita lakukan, tidak, tasbih yang antum ucapkan, kita sendiri tidak tahu berapa kali kita bertasbih, tahmid yang antum ucapkan, sholawat, atau sholat berapa rakaat yang antum lakukan, puasa yang antum lakukan, Allah subhanahu wata’ala catat semuanya itu dan Allah subhanahu wata’ala jaga semuanya itu untuk kita, maka Dia-lah sebaik-baik penjaga.
Kalau kita sebagai makhluk disuruh untuk menulis, jangankan orang lain, apa yang kita lakukan sendiri, amalan yang kita lakukan sendiri, pekerjaan yang kita lakukan sendiri maka kita tidak akan mampu untuk melakukannya, jangankan amalan dalam sehari yang satu jam saja kita suruh menulis semuanya kita tidak akan mampu, tapi Allah subhanahu wata’ala menjaga, dijaga oleh Allah subhanahu wata’ala . Allah subhanahu wata’ala menjaganya dan mereka sudah lupa tapi Allah subhanahu wata’ala menjaganya.
Demikian pula di antara maknanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah sebaik-baik penjaga yang menjaga kita dari musibah, banyak di sana sebenarnya hal-hal yang bisa memudhoroti kita tapi Allah subhanahu wata’ala menjaga kita dari musibah tadi. Banyak di sana bakteri, banyak di sana virus, banyak di sana hal-hal yang mengancam keselamatan kita tapi Allah subhanahu wata’ala jaga kita, apa yang ada di sekitar kita ini sekarang ada listrik misalnya, yang kalau sampai kesetrum seseorang bisa meninggal di tempat tapi Allah subhanahu wata’ala jaga, Allah subhanahu wata’ala jaga kabelnya, Allah subhanahu wata’ala jaga temboknya sehingga kita tidak terkena mudhorot tadi kecuali memang sudah datang ajalnya.
Kalau kita renungkan maka Allah subhanahu wata’ala telah menjaga kita dari banyak hal, dan di sana ada penjagaan Allah subhanahu wata’ala khusus untuk wali-wali-Nya, khusus untuk orang-orang yang beriman dan bertakwa yaitu dijaga dari kesesatan, dijaga dari penyimpangan, dijaga dari syubhat dan syahwat, maka Allah subhanahu wata’ala Dia-lah sebaik-baik hafidzan, Dia-lah sebaik-baik yang menjaga. Sehingga seorang muslim bertawakal hanya kepada Allah subhanahu wata’ala , ini diucapkan oleh Nabi Ya’qub Alaihissalam, beliau mengatakan ketika akan melepas putranya Bin Yamin
فَٱللَّهُ خَيۡرٌ حَٰفِظٗاۖ
Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang sebaik-baik penjaga.
Makhluk, apa yang bisa dia lakukan, jadi seorang muslim bertawakal hanya kepada Allah subhanahu wata’ala dan meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah sebaik-baik penjaga. Ketika kita melepas anak kita kembali ke pesantren atau ketika dia sekolah siapa yang menjaga dia kalau bukan Allah subhanahu wata’ala , dari mobil yang kencang, dari mungkin sedang berkelahi dengan temen-temen yang lain, yang kita tidak tahu anak-anak terkadang dia membawa senjata tajam, terkadang dia membeli sesuatu yang termudhoroti Allah subhanahu wata’ala yang menjaga mereka.
فَٱللَّهُ خَيۡرٌ حَٰفِظٗاۖ وَهُوَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ
Dan Dia-lah yang paling menyayangi, أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِين adalah Allah subhanahu wata’ala .
Makhluk, mereka juga memiliki sifat rahmah tapi siapa yang Arham, Allah subhanahu wata’ala , tidak ada yang lebih sayang daripada Allah subhanahu wata’ala . Oleh karena itu seorang ketika misalnya dia kehilangan seseorang yang dia cintai dan dia sangat sayang kepada orang tersebut, mungkin kehilangan anaknya yang sedang lucu-lucunya yang sedang dia ingin menumpahkan rahmatnya dan kasih sayang untuk anak tersebut, ketika dia meninggal dunia dia harus memahami bahwasanya Allah subhanahu wata’ala lebih sayang kepada anak tadi daripada dia.
Ketika kita menyayangi atau kasihan kepada seseorang yang fakir, orang yang miskin, maka Allah subhanahu wata’ala lebih sayang kepada mereka daripada kita, sehingga di sini menghindarkan ujub bagi seseorang, menghindarkan ujub pada dirinya dan juga menjadikan dia ridho dengan apa yang Allah subhanahu wata’ala takdirkan, Allah subhanahu wata’ala lebih sayang kepada anak kita dari pada diri kita sendiri.
Demikian pula ketika kita tertimpa musibah misalnya maka kita berharap ini adalah bagian dari rahmat Allah subhanahu wata’ala , ingin mengingatkan kita dari kelalaian kita. Di dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ
Allah subhanahu wata’ala kalau mencintai sebuah kaum maka Allah subhanahu wata’ala akan menguji mereka.
Diuji mereka, diturunkan kepada mereka bala, ujian dan juga cobaan. Jadi kita menetapkan sifat Rahmah bagi Allah subhanahu wata’ala dan tidak boleh kita mengingkari, karena ada sebagian yang mengingkari nama Ar-Rahman atau menetapkan nama Ar-Rahman tapi mengingkari sifat Rahmah, Al jahmiyah mereka mengingkari nama dan juga sifat Allah subhanahu wata’ala , mu’tazilah mereka menetapkan nama Allah subhanahu wata’ala tapi mengingkari sifat Allah subhanahu wata’ala sehingga mereka mengatakan Rohman bi la Rahmah, Dia adalah Ar-Rahman tapi tidak memiliki Rahmah.
Dan ada diantara mereka yang mentakwil dengan mengatakan bahwasanya rahmat Allah subhanahu wata’ala disini maksudnya adalah iradatul in’am atau kehendak Allah subhanahu wata’ala untuk memberikan nikmat. Kalau kita tanya kenapa dia mengingkari atau mentakwil rahmat Allah subhanahu wata’ala dengan demikian, karena kalau kita menetapkan rahmat Allah subhanahu wata’ala kita telah menyerupakan Allah subhanahu wata’ala dengan makhluk sehingga kita takwil dengan irodah. Kita katakan, ketika antum mentakwil rahmat Allah subhanahu wata’ala dengan irodah bukankah makhluk juga memiliki irodah sehingga kalau kita mentakwil Rahmat Allah subhanahu wata’ala dengan iradatul in’am berarti sama saja kita juga menyerupakan Allah subhanahu wata’ala dengan makhluk karena makhluk juga memiliki irodah, kita semuanya memiliki kehendak, memiliki keinginan.
Kalau dia mengatakan oh tidak, irodah makhluk sesuai dengan kekurangannya adapun irodah Allah subhanahu wata’ala sesuai dengan kesempurnaannya, sesuai dengan keagungannya. Kita katakan demikian pula rahmat Allah subhanahu wata’ala yang kita tetapkan adalah sesuai dengan keagungan Allah subhanahu wata’ala dan rahmat yang dimiliki oleh manusia dan juga makhluk sesuai dengan kekurangannya, karena makhluk juga memiliki sifat rahmah. Allah subhanahu wata’ala mengatakan
مُّحَمَّدٞ رَّسُولُ ٱللَّهِۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ
[Al-Fath:29]
Mereka saling merahmati satu dengan yang lain. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ
Orang-orang yang penyayang maka mereka akan disayang oleh Allah subhanahu wata’ala . Maka jadilah kita orang yang menyayangi orang lain sehingga Allah subhanahu wata’ala akan menyayangi kita, menyayangi kita dengan Rahmat yang umum maupun Rahmat yang khusus.
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ
Hendaklah kalian menyayangi orang yang ada di bumi niscaya Allah subhanahu wata’ala akan menyayangi kalian. Jadi sayangi orang lain, kasihanilah orang lain karena Allah subhanahu wata’ala , yaitu kita berharap Allah subhanahu wata’ala akan menyayangi kita.
Kemudian yang kedua hendaklah kita jangan putus asa dari rahmat Allah subhanahu wata’ala , hidup penuh dengan ujian, penuh dengan bala dan juga cobaan, sebesar apapun ujian yang menimpa kita, kesulitan apapun yang kita hadapi maka jangan kita putus asa dari Rahmat Allah subhanahu wata’ala dan yakin bahwasanya apa yang Allah subhanahu wata’ala takdirkan itulah yang terbaik bagi kita dan kita anggap mungkin itu adalah sesuatu yang kita benci ternyata di situ ada kebaikan bagi kita.
وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ
(QS Al-Baqarah: 216)
Mungkin engkau benci sesuatu padahal itu adalah baik bagi kalian dan mungkin engkau mencintai sesuatu padahal itu adalah jelek bagi kalian.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]