Halaqah yang ke-99 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ؟
Ini menunjukkan tentang fiqihnya Hudzaifah ibnu yaman, iya kalau saat itu memang ada pemimpin dan ada orang-orang yang mendengar dan taat kepada pemimpin tersebut, nah sekarang kalau keadaannya hancur-hancuran, pemimpin terbunuh misalnya, manusia seperti hewan ternak yang mereka tidak ada penggembalanya, masing-masing membuat jamaah, masing-masing saling berperang satu dengan yang lain, tidak ada imam yang ditaati dan didengar, sampai ke sana pertanyaan dari Hudzaifah ibnu yaman, apa yang menjadi kemungkinan terjadi maka beliau tanyakan.
Dan sebagian ulama mengatakan ini menunjukkan tentang bolehnya bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi kalau memang itu bermanfaat tapi kalau yang tidak ada manfaatnya maka ini termasuk pertanyaan-pertanyaan yang tidak sepantasnya ditanyakan kepada para ulama. Dan sudah berlalu ketika membahas tentang khulashah ta’dzimi ‘ilmi bahwasanya termasuk pengagungan kita terhadap ilmu adalah menjaga di dalam masalah pertanyaan ini.
Termasuk diantaranya apa yang ditanyakan kepada guru, sang Mu’allim maka termasuk pengagungan kita terhadap ilmu adalah menjaga pertanyaan, diantara pertanyaan yang tidak sepantasnya adalah bertanya sesuatu yang tidak ada manfaatnya atau bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi.
Sehingga sebagian ulama ketika ditanya, Syaikh demikian dan demikian, dia bertanya dulu apakah itu sudah terjadi, belum, dia mengatakan tinggalkan sampai dia terjadi, kalau sudah terjadi nanti saya jawab. Ini mungkin kita bawa kepada sesuatu yang memang tidak ada manfaatnya dan bisa dijawab ketika dia sudah ada seperti misalnya permasalahan-permasalahan fiqih mungkin, bagaimana kalau kendaraannya demikian, bagaimana dan seterusnya, mungkin itu bisa di akhir kan sampai itu benar-benar terjadi.
Disini beliau mengatakan
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ؟
Bagaimana seandainya saat itu tidak ada jamaah, tidak ada kaum muslimin, tidak ada orang-orang yang mendengar dan taat kepada imam, وَلاَ إِمَامٌ dan tidak ada imamnya. Imamnya terbunuh misalnya, manusia dalam keadaan kacau balau, masing-masing membuat jamaah masing-masing menghalalkan, dan yang lain
قَالَ
maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan petunjuk yang lain, apa petunjuk Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الفِرَقَ كُلَّهَا
Jalan keluarnya adalah kamu tinggalkan firqoh-firqoh itu semuanya, karena masing-masing duat tadi ketika dia berdakwah maka dia menemukan jamaah, sehingga ada firqohnya, ini firqohnya fulan, kemudian duat yang lain juga demikian, mendapatkan jamaah dan mendapatkan pengikutnya dan da’inya juga masih mengajak, sementara kita mau bergabung dengan imamnya kaum muslimin tidak ada.
Maka jalan keluarnya adalah tinggalkan seluruh aliran tadi, dan ini adalah bantahan bagi yang mengatakan bahwasanya sama saja kita mengikuti aliran itu atau aliran yang lain, silahkan engkau mengikuti aliran mana saja karena semuanya akan menyampaikan kita ke dalam surga, ini adalah ucapan orang yang bingung.
Jadi sebagian orang karena dalam keadaan bingung dia mengatakan semuanya adalah benar, ini mengajak, ini mengajak, ini mengajak, akhirnya dia bingung kemudian mengatakan apa semuanya adalah benar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الفِرَقَ كُلَّهَا
Tidak boleh kita mengikuti satupun dari firqoh-firqoh tadi. اعْتَزِلْ jangan mengikuti dan mengijabahi imamnya atau bergabung dengan jama’ah tadi, tidak boleh karena itu adalah aliran-aliran yang sesat, yang mereka menyimpang dari jalan yang lurus, kalau sampai kita mengikuti aliran-aliran tadi maka kita akan dijerumuskan ke dalam jahanam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ
Meskipun ketika engkau اعْتَزِلْ , ketika engkau meninggalkan aliran-aliran tadi, bagaimana supaya tidak terseret oleh aliran-aliran tadi, engkau berusaha dengan berbagai usaha diantaranya adalah kita menggigit akar pohon, tetapi tujuannya agar bagaimana dia tidak terseret oleh arus fitnah tadi, dipegang, diseret, didakwahi oleh aliran-aliran tadi, dia tidak mau mengikuti aliran-aliran tadi, agar tidak terseret dia seakan-akan menggigit akar pohon
وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ
Meskipun engkau harus menggigit akar pohon, yaitu pohon yang besar.
Ini sekedar permisalan, seandainya antum berusaha ingin terlepas dari aliran-aliran tadi sampai seandainya antum menggigit akar pohon tadi, maksudnya ini adalah ibaroh dari kuatnya kita di dalam meninggalkan aliran-aliran tadi.
حَتَّى يُدْرِكَكَ المَوْتُ
Sampai datang kepadamu kematian
وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Dan engkau dalam keadaan menggigit akar pohon tadi.
Meskipun antum harus kelaparan, karena ingin memegang agama antum, tidak ingin melepaskan akar pohon tadi, takut terbawa oleh aliran-aliran tadi, terus berpegang dengan agama ini sampai engkau meninggal dunia. Ucapan beliau ḥatta ya’tiyakal maūt ini adalah perintah untuk Istiqomah di atas Islam, jangan kita mengikuti aliran-aliran tadi yang mengajak kepada sunnah bukan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang memberikan petunjuk bukan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim dari Hudzaifah Ibnu Yaman.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]