Home » Halaqah 64: Landasan Ketiga Ma’rifatul Nabiyyikum Muhammadin – Peristiwa Isra Mi’raj, dan Perintah Wajibnya Sholat Lima Waktu

Halaqah 64: Landasan Ketiga Ma’rifatul Nabiyyikum Muhammadin – Peristiwa Isra Mi’raj, dan Perintah Wajibnya Sholat Lima Waktu

Materi HSI pada halaqah ke-64 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah adalah tentang landasan ketiga ma’rifatul nabiyyikum Muhammadin: peristiwa isra mi’raj dan perintah wajibnya shalat lima waktu.
Kemudian setelah itu beliau mengatakan
وبَعدَ العَشْرٍ
Dan setelah 10 tahun
غُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ
Maka beliau diangkat ke atas, yang dinamakan dengan mi’raj, غُرِجَ diangkat بِهِ dengan beliau ke atas, ini terjadi pada tahun ke 10 kenabian. Ini adalah pendapat yang lebih kuat, beliau di mi’raj-kan oleh Allah, diangkat pada tahun tersebut.
Dan di tahun itu sebelum beliau di mi’raj-kan, dan ini adalah hikmah dari Allah, ketika semakin keras pertentangan dakwah, ujian dakwah, dan semakin hebat dahsyat permusuhan orang-orang Quraisy kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika dalam keadaan genting-gentingnya tersebut Allah ta’ala memberikan ujian kepada beliau. Orang yang selama ini meringankan beban beliau, melindungi beliau, meninggal di tahun yang sama.
Yang pertama adalah Abu Tholib, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan tenang dalam keadaan nyaman, karena tidak ada yang berani mengganggu beliau ketika Abu Tholib masih dalam keadaan hidup. Abu Tholib meskipun sudah dalam keadaan tua tapi dengan kedudukan dia, dia berusaha mati-matian membela Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam .
Beliau dan juga orang-orang yang bersama beliau dari kalangan Bani Hasyim, yang muslim maupun yang kafir. Orang yang kafirnya membela Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam karena beliau satu qabilah. Mustahil mereka meninggalkan Muhammad dalam keadaan sendirian, dicincang oleh orang dibunuh oleh orang. Meskipun berbeda aqidahnya, orang-orang Arab demikian salah atau benar mereka bela. Ini adalah darah mereka sendiri, cucu mereka sendiri, anak mereka sendiri. Berbeda dalam hal aqidah tapi mereka akan bela meskipun mereka harus meninggal dan harus berkorban. Tidak ada yang berani mendekati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Abu Tholib dalam keadaan beliau masih hidup.
Demikian pula Khadijah yang dengan akhlak beliau, dengan ucapan beliau meringankan beshallallahu ‘alaihi wasallam maka tentunya ketika meninggal keduanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat kehilangan dan itu yang terjadi. Dakwah yang semakin gencar permusuhannya dari musuh-musuh Allah ditambah lagi orang-orang yang dekat dengan beliau yang selama ini memiliki peran yang besar dalam dakwah beliau ternyata mereka meninggal dan diambil oleh Allah ta’ala. Sedih yang dalam yang beliau rasakan saat itu.
Maka Allah ta’ala dengan hikmah-Nya berkenan untuk menghibur Nabi-Nya dengan hiburan yang luar biasa. Diperlihatkan kepada beliau tanda-tanda kekuasaan Allah yang sangat besar yaitu diangkat beliau ke atas langit melihat keindahan dunia, melihat makhluk-makhluk Allah yang luar biasa yang ada di atas sana, yang selama ini di dunia kita tidak melihatnya kecuali benda yang kecil yang jauh sekali tidak melihat bagaimana hakikat nya dan kenyataannya, melihat bagaimana luasnya langit, dan semuanya adalah milik Allah.
Dan ternyata yang terjadi di Makkah yang terjadi di dunia itu adalah perkara yang sangat kecil dibandingkan dengan alam semesta yang sangat besar. Kemudian beliau ke langit dunia bertemu dengan sebagian nabi, naik lagi ke atas ke langit yang kedua bertemu dengan sebagian nabi, melihat berbagai tanda kekuasaan Allah, bahkan bertemu Jibril ‘Alaihissalam dalam keadaan Jibril bentuknya yang asli.
Kemudian melihat sidratul muntaha dan melihat al-jannah dan juga melihat an-naar, bahkan beliau mendengar Kalam Allah, yang selama ini Allah ta’ala mengutus jibril atau melewati perantara, saat itu beliau bisa mendengar Kalamullah Azza wa Jall. Yang tentunya ini adalah hiburan yang luar biasa, yang hilang dengan ini semuanya segala beban segala kesedihan segala kegelisahan dan semakin yakin dengan janji Allah.
غُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ
Diangkat kepada Allah, diangkat ke atas dan yang diangkat saat itu adalah بِهِ, diri beliau baik jiwa beliau ataupun raga beliau. Jiwa dan raga beliau dua-duanya, dan adalah pendapat yang benar bukan hanya sekedar nyawa beliau saja sebagaimana yang dianut oleh sebagian. Tapi beliau diangkat oleh Allah, di Isra’-kan dan juga di Mi’raj-kan dengan raga dan juga dengan jiwa beliau.
Oleh karena itu Allah ta’ala  mengatakan
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ
Maha suci Allah yang telah menggerakkan hamba-Nya. عَبۡدِهِhamba-Nya.
Seseorang dinamakan hamba dengan jiwa dan juga raganya. Bukan hanya nyawanya saja tapi dengan raganya barulah dia dinamakan hamba, عَبۡد itu terdiri dari jiwa dan raga.
Kemudian setelah itu beliau mengatakan
وَفرض عَليهِ الصَّلوَات الخمس
Kemudian di sana beliau diwajibkan kepada beliau 5 shalat, yaitu shalat lima waktu yang asalnya sebenarnya adalah 50 kali kemudian beliau meminta keringanan kepada Allah sehingga menjadi 5 kali. 5 kali tapi tetap pahalanya, pahala 50 kali shalat. Dilipatgandakan oleh Allah, jadi 5 kali mereka melakukan dalam sehari tapi pahalanya seperti kalau mereka melakukan 50 kali shalat.
مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ
Barangsiapa yang datang dengan satu kebaikan maka akan dilipatgandakan oleh Allah menjadi 10 kebaikan.
Termasuk diantaranya 5 shalat yang diwajibkan atas kaum muslimin dalam sehari semalam dilipat gandakan oleh Allah pahalanya menjadi 50 kali. Dan ini menunjukkan tentang keutamaan salat lima waktu karena dia diwajibkan di atas langit, adapun yang lain, zakat, puasa, haji, maka diwajibkan di bumi. Langsung disampaikan oleh Allah kepada Nabi-Nya dan ini menunjukkan tentang keutamaan shalat ini.
Dan awal disyariatkan shalat yang 4 raka’at asalnya adalah 2 raka’at kecuali shalat Maghrib, Subuh 2 raka’at , Dzuhur 2 raka’at , Ashar 2 raka’at , Magrib 3 raka’at , Isya’ 2 raka’at.
Ketika Allah mewajibkan shalat maka Allah mewajibkannya dua raka’at dua raka’at, baik di waktu bepergian maupun di waktu dalam keadaan mukim. Semuanya 2 raka’at 2 raka’at kecuali Maghrib maksudnya. Setelah itu, yaitu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke kota Madinah ketika hadzor ditambah, yaitu shalat Dzuhur dan Ashar menjadi empat raka’at, shalat Isya menjadi empat raka’at setelah hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.
Kemudian ditambah ketika shalat dalam keadaan mukim, adapun dalam keadaan safar maka tetap seperti awal. Tetap seperti itu ketika dalam keadaan safar. Jadi orang kalau safar, shalatnya subuh 2 raka’at, dzuhur 2 raka’at, Ashar 2 raka’at, maghrib 3 raka’at, Isya 2raka’at.
Itu awal di wajibkannya salat lima waktu demikian. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berhijrah ketika mukim ketika hadzar ditambah, adapun ketika safar maka tetap seperti semula. Ini maksud ucapan beliau.
Kemudian setelah itu beliau mengatakan
وَصَلا ف مَكة ثَلَاث سِنينَ
Kemudian setelah diturunkan kewajiban shalat lima waktu tadi, beliau shalat di Makkah selama 3 tahun. Maksudnya telah diturunkannya kewajiban tadi sampai beliau diperintahkan untuk hijrah yaitu tahun ke-13. Jadi tahun ke-11 tahun ke-12 dan ke-13 disitulah beliau 3 tahun yang pertama melaksanakan kewajiban shalat lima waktu tadi. Setelah di Mi’raj-kan selama 3 tahun sampai tahun ke-13 beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau melakukan shalat di Makkah selama 3 tahun.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top