Halaqah yang ke-14 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Beliau mengatakan
وعن أبي الدرداء رضي الله عنه قال
Dan dari Abu Darda semoga Allah subhanahu wata’ala meridhoinya, beliau mengatakan
يا حبذا نوم الأكياس وإفطارهم
يا حبذا ini adalah ucapan sebuah pujian, pujian terhadap tidurnya orang² yang cerdas & ifthornya orang² yang cerdas , siapa yang dimaksud – الأكياس – disini ?seperti yang disebutkan dalam hadits
الكَيِّس مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِما بَعْدَ الْموْتِ،
“Orang yang cerdas adalah orang yang menghisab dirinya & orang yang beramal untuk setelah kematiannya”
Mereka adalah ulul albab (orang² yang berakal) maksudnya orang² yang cerdas & dia mengetahui bagaimana menjadikan sebuah amalan yang sebenarnya dia adalah perkara yang mubah tapi bisa menjadi sebuah ibadah, ini adalah orang yang cerdas.
Disini ada sebagian manusia bisa menjadikan sesuatu yang sebenarnya mubah tapi bisa bernilai ibadah. يا حبذا beliau memuji bagaimana orang² tersebut tidur mereka dan ifthornya mereka, ifthornya mereka berarti mereka dalam keadaan tidak puasa.
Tapi ternyata ketika mereka tidur bernilai ibadah, ketika mereka ifthor juga bernilai ibadah, mengapa bisa demikian? ketika mereka tidur mereka punya niat benar, niatnya karena ingin besok kuat segar kembali sehingga bisa shalat malam kemudian shalat shubuh kemudian dilanjutkan dars & halaqoh Quran, niatnya ingin menguatkan dirinya untuk beribadah berarti ini adalah niat yang benar, niat yang sesuai dengan Islam.
Kemudian juga bisa bernilai ibadah ketika dia akan tidur melakukan adab² mau tidur seperti berwudhu terlebih dahulu, meruqyah dirinya terlebih dahulu berdizikir Subhanallah 33X, Alhamdulillah 33X, Allahuakbar 34X, kemudian dia tidur diatas bagian sebelah kanannya mendapat pahala, tidurnya selama 4-5 jam Allah subhanahu wata’ala memberikan nilai pahala bagi dia & dia mendapatkan pahala dengan sebab niatnya tadi, yang satunya sama tidurnya sama 5 jam tapi dia tidak ada niat dengan tidurnya tadi untuk menguatkan dirinya dalam beribadah. Berlalu 5 jam, yang pertama mendapat pahala adapun yang kedua dia tidak mendapatkan pahala. Sama² waktunya sama tapi orang cerdas menjadikan waktu yang sama tadi bernilai dengan ibadah, karena dia tahu hidupnya hanya sebentar berapa jam yang dia gunakan melakukan ibadah Shalat, dzikir jika dihitung selama satu hari, tentunya dia tidak ingin waktu yang berlalu tadi tanpa bernilai ibadah, maka dia cerdas bagaimana bisa bernilai ibadah maka diniatkan.
Sebagian salaf mengatakan
إني أحتسب على الله في نومتي كما أحتسب في قومتي
“Aku berharap kepada Allah subhanahu wata’ala pahala di dalam tidurku sebagaimana aku berharap kepada Allah subhanahu wata’ala pahala di dalam bangunku”
Ini orang yang cerdas, bisa dikiaskan dengan yang lain, dia bekerja niatnya adalah niat yang benar (mencukupi dirinya dan mencukupi juga keluarganya) dia ingin shodaqoh boleh dan dia akan mendapatkan pahala, bukan sia² dia keluar dari rumahnya karena dia dalam keadaan beribadah ini adalah orang-orang yang cerdas.
Demikian pula di dalam ifthornya kalau orang yang cerdas maka dia bisa mendapatkan pahala. Sebagian orang dia ifthor, & ternyata ifthornya ada niat, ingin lebih kuat untuk membaca al-Quran , tadris, ta’lim misalnya. Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud dia mendapatkan dirinya jika dalam keadaan berpuasa dia lemah sehingga beliau memperbanyak membaca al-Quran daripada memperbanyak puasa, ketika beliau ifthor dengan sebab supaya lebih kuat di dalam membaca al-Quran dan beliau mendapatkan dirinya lemah ketika dalam keadaan puasa maka dia mendapatkan pahala dengan sebab niat tadi & dia niat seandainya saya kuat seperti fulan niscaya saya akan berpuasa.
Ketika dia niat dengan sungguh² tentunya seandainya saya kuat seperti si fulan (artinya bisa menjamak) antara quran dengan puasa & tentunya ini adalah aljama’ baina alkhoirain (menjama antara dua kebaikan), seandainya saya kuat saya akan berpuasa, ketika dia niat seperti itu mendapat pahala.
Dia dalam keadaan ifthor tapi mendapatkan pahala puasa dengan sebab niat maka dia mendapatkan pahala ifthor, pahala Quran dia dapat & pahala puasa dapat dengan sebab niat, tentunya ini tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang² yang الأكياس tadi (orang² yang cerdas) bukan orang² yang cerdas dalam matematika dan seterusnya. Orang yang cerdas di dalam agama dia bisa memanfaatkan waktu dengan baik, memperhatikan hatinya.
Ini bedanya antara kita dengan para Ulama dan juga para salaf dahulu, jika mereka perkara² yang mubah disisi Allah subhanahu wata’ala apa yang mereka lakukan karena ada niat di dalam hati mereka menjadi perkara yang merupakan ibadah.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]