1. Supaya penduduk Makkah yang penuh dengan kesyirikan dan kejahilan tidak dikagetkan dengan dakwah ini sehingga mereka menghancurkan dakwah ini dari semenjak munculnya.
2. Supaya dakwah ini memiliki penolong-penolong yang kelak akan menolongnya dan membelanya apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjahrkan dakwah ini.
Apabila keadaan seseorang berada di sebuah tempat yang penduduknya penuh dengan kesyirikan dan kekufuran dan dikhawatirkan apabila berdakwah kepada Islam secara terang-terangan maka dia dan dakwahnya akan dihancurkan dari awal, maka silakan dia berdakwah dengan sembunyi-sembunyi dan menjaga kewajiban-kewajiban agama.
Namun seseorang hidup di tengah masyarakat Islam ditegakkan syiar-syiar agama dan diizinkan seperti adzan, shalat lima waktu, zakat, puasa, haji. Kemudian dia tidak melakukan shalat lima waktu atau hanya melakukan dua kali dalam sehari dengan dalih bahwasanya ini adalah fase Mekkah maka ini adalah kesesatan yang nyata. Tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Berkata Umar Ibn Abdul Aziz,
“Apabila engkau melihat sebuah kaum saling berbisik-bisik di dalam urusan agama mereka tanpa orang awam, maka ketahuilah bahwa mereka sedang membangun kesesatan. [Atsar ini dikeluarkan oleh Abu Nu’aim di dalam Hilyatul Auliya].