Halaqah yang ke-94 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Hadits-hadits yang merupakan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala. Beliau mendatangkan beberapa hadits
مِثْلُ قَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم
Seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
((يَنْزِلُ رَبُّنَا إلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا كُلَّ لَيْلَةٍ حينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرِ، فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ)). مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Ini hadits yang pertama yang beliau disebutkan, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya Rabb kita tabaroka wa ta’ala turun kelangit dunia setiap malam pada sepertiga yang terakhir atau ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir kemudian Allah subhanahu wata’ala mengatakan siapakah yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkan untuknya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kepadanya, barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku niscaya Aku akan mengampuni dosanya. Hadits ini muttafaqun ‘alaih diriwayatkan oleh Bukhari dan jug Muslim
Maka hadits ini didatangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah karena didalamnya ada penetapan sifat bagi nuzul (turun) bagi Allah subhanahu wata’ala yaitu Allah subhanahu wata’ala turun ke langit dunia setiap malam ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir kemudian mengucapkan ucapan ini.
Yang dinamakan yanzil dalam bahasa arab adalah dari atas ke bawah, itu adalah sesuatu yang ma’lum (di ketahui maknanya) kita memahami makna yanzil maka kita tetapkan Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat An-Nuzul, dan ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada di atas sebagaimana telah berlalu
ءَأَمِنتُم مَّن فِي ٱلسَّمَآءِ
Apakah kalian merasa aman terhadap Dzat yang berada di atas
Yanzil menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat nuzul sesuai dengan keagungan-Nya dan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada di atas, kalimat nuzul ini maknanya ma’lum dalam bahasa arab tapi bagaimana Allah subhanahu wata’ala turun kita tidak tahu, nuzul itu adalah sesuatu yang ma’lum dan tata caranya sesuatu yang kita tidak tahu.
Sehingga disini jangan ada yang mengatakan kalau Allah subhanahu wata’ala turun berarti diatas arsy tidak ada Allah subhanahu wata’ala, ucapan ini keluar ketika dia mentasybih turunnya dan nuzulnya Allah subhanahu wata’ala dengan nuzulnya makhluk, tidak ada kelaziman bahwasanya kemudian Allah subhanahu wata’ala tidak berada di atas, Allah subhanahu wata’ala turun sesuai dengan keagungan-Nya adapun kelaziman tadi maka ini adalah yang dibayangkan oleh seseorang yang dia lihat di antara makhluk di antara manusia, tapi sekali lagi dan sudah kita ulang-ulang bahwasanya kita menetapkan nuzul dan kita memahami maknanya dan itu sesuai dengan keagungan Allah subhanahu wata’ala tidak ada kelaziman tadi
يَنْزِلُ رَبُّنَا
Turun Rabb kita, berarti yang turun adalah Dzat Allah subhanahu wata’ala tidak boleh kita menta’wilnya dan mengatakan yang turun adalah Rahmatullah, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengatakan yanzilu rahmatu rabbina atau mengatakan yanzilu amru rabbina tabi Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan yanzilu rabbuna, rabbuna turun Allah subhanahu wata’ala yang turun, bagaimana dipahami yang turun adalah rahmat-Nya, ini dilakukan oleh orang-orang yang menta’wil, mereka beriman dengan hadits dan dia muttafaqun ‘alaih tidak bisa mereka tolak, yang bisa mereka lakukan adalah merubah, mentahrif secara maknanya dan mengatakan yanzilu amru rabbina atau yanzilu rahmatu rabbina, tidak boleh yang demikian, apa yang menghalangi mereka untuk mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang turun sesuai dengan keagungan-Nya.
Demikian pula kalau kita merasakan bahwasanya yang turun adalah rahmat Allah subhanahu wata’ala ini makna yang bathil, apakah rahmat Allah subhanahu wata’ala hanya turun pada sepertiga malam yang terakhir jawabannya tidak, kita senantiasa merasakah rahmat Allah subhanahu wata’ala dan tidak terlepas dari rahmat Allah subhanahu wata’ala di dalam kehidupan kita bukan hanya pada sepertiga malam yang terakhir, sekarang kita merasakan Allah subhanahu wata’ala.
Dan ada di antara mereka yang menta’wilnya dan mengatakan yang turun di sini adalah malaikat Allah subhanahu wata’ala yanzilu rabbuna maksudnya adalah yanzil malaku rabbina, yang turun di sini adalah malaikat Allah subhanahu wata’ala bukan Allah subhanahu wata’ala, kalau malaikat yang turun mereka meyakini, kata katakan ini juga ta’wil yang bathil, bagaimana dita’wilkan yang turun disini adalah malaikat Allah subhanahu wata’ala sedangkan setelahnya Dia mengatakan
مَنْ يَدْعُونِي
Siapa yang berdoa kepada-Ku, apakah malaikat mengatakan demikian? menyuruh manusia untuk berdoa kepada malaikat? Ini adalah ucapan Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala yang mengatakan dan menyuruh kita untuk berdoa sebagaimana Dia mengatakan di dalam Al-Qur’an
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ
Dan Rabb kalian berkata hendaklah kalian berdoa kepada-Ku niscaya Aku akan mengijabahi kalian, sama lafadznya
مَنْ يَدْعُونِي فَأسْتَجِيبَ لَهُ
bagaimana dita’wil yang turun di sini adalah malaikat Allah subhanahu wata’ala, tidak mungkin malaikat Allah subhanahu wata’ala mengucapkan ucapan seperti ini, ini akibat dari suka menta’wil akhirnya dia terperosok ke dalam perkara yang lain yang membingungkan mereka.
Alhamdulillah yang telah memberikan hidayah kepada Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan ini adalah jalan-Nya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat, menetapkan tanpa kita menyerupakan, dan kita mensucikan Allah subhanahu wata’ala tanpa kita mengingkari sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala, kita tetapkan tanpa kita menyerupakan dan kita sucikan Allah subhanahu wata’ala tanpa kita menafikan sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala.
يَنْزِلُ رَبُّنَا إلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا
yaitu langit yang paling bawah, دُنْيَا ini adalah muannats dari أدني, langit ini Allah subhanahu wata’ala ciptakan ada tujuh, Allah subhanahu wata’ala beristiwa di atas arsy dan Allah subhanahu wata’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya sesuai dengan keagungan-Nya jangan dibayangkan seperti yang diucapkan oleh sebagian orang tadi yang mengatakan turun berarti melazimkan tidak ada Allah subhanahu wata’ala di atas arsy, ini kelaziman yang mereka bayangkan pada makhluk, adapun Allah subhanahu wata’ala maka Allah subhanahu wata’ala sesuai dengan keagungan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.
Dan sifat ‘uluw bagi Allah subhanahu wata’ala sebagaimana telah berlalu ini adalah sifat Dzatiyyah bagi Allah subhanahu wata’ala, senantiasa Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat tersebut tidak mungkin terlepas dari Allah subhanahu wata’ala, sifat nuzul ini termasuk sifat fi’liyyah khobariyah, fi’liyyah karena dia berkaitan dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala buktinya disini disebutkan ketika sepertiga malam yang terakhir berarti Allah subhanahu wata’ala menghendaki untuk turun di waktu tersebut, dia bukan sifat dzatiyyah tapi dia fi’liyyah.
Dan dia adalah sifat khobariyah karena tidak mungkin kita menerapkan sifat nuzul bagi Allah subhanahu wata’ala kecuali dengan dalil, hanya dalil saja tidak mungkin dengan akal, sudah berlalu bahwa sifat aqliyyah itu ditetapkan dengan dalil dan sekaligus dengan akal makanya dinamakan dengan aqliyyah, kalau dalil saja dinamakan sifat ini khobariyah, ini termasuk yang khobariyah karena tidak mungkin kita menetapkan sifat ini sesuai dengan dalil.
السَّمَاءِ الدُّنْيَا
berarti ke langit yang paling bawah yang paling dekat dengan kita
كُلَّ لَيْلَةٍ
setiap malam, tidak ada malam di malam-malam yang kita lalui kecuali Allah subhanahu wata’ala turun pada sepertiga malam yang terakhir, maka ini adalah tentunya kebahagiaan bagi seseorang, Allah subhanahu wata’ala turun dan mendekat kepada hamba-Nya setiap malam bukan sekali dalam setahun misalnya atau 2 kali dalam setahun tapi setiap malam Allah subhanahu wata’ala turun ke langit dunia, bukankah ini adalah sebuah kesempatan bagi seorang hamba untuk mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala di malam tersebut di malam-malam yang dia lalui setiap harinya.
كُلَّ لَيْلَةٍ
setiap malam masuk didalamnya bulan Ramadhan, malam hari raya, di malam apa saja karena di sini disebutkan setiap malam, tidak ada malam kecuali Allah subhanahu wata’ala turun ke langit dunia sesuai dengan keagungan-Nya
حينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرِ
ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir, malam itu dimulai dari waktu maghrib sampai waktu subuh, kalau kita bagi menjadi 3 maka sepertiga malam yang terakhir tersisa maka Allah subhanahu wata’ala turun pada sepertiga malam yang terakhir tadi, ini menunjukkan tentang keutamaan sepertiga malam yang terakhir dan diutamakannya kita bangun di waktu tersebut kemudian melakukan shalat malam shalat witir dan ini yang diutamakan kalau kita memang bisa kira-kira bangun di sepertiga malam yang terakhir maka diutamakan shalat malam dilakukan di waktu tersebut, tapi kalau dikhawatirkan kita tidak bisa bangun di waktu tersebut bisa di awal kan sebelum kita tidur misalnya.
Ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir, jadi kalau misalnya maghrib jam 6 kemudian subuh jam 6 berarti sepertiga malam yang terakhir itu dari jam 2 sampai jam 6.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]