Home » Halaqah 169: Aqidah Ahlu Sunah tentang Karomah Para Wali

Halaqah 169: Aqidah Ahlu Sunah tentang Karomah Para Wali

Halaqah yang ke-169 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Kita masuk pada pembahasan yang baru yaitu tentang aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang karomah para wali

وَمِنْ أُصولِ أَهْلِ السُّنَّةِ

 

Dan termasuk pondasi pokok aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, yang mereka terbedakan dengannya dari ahlul bida’ wal-furqah, diantara pondasi tersebut

التَّصْدِيقُ بِكَرَامَاتَ الأَوْلِيَاءِ

membenarkan adanya karomat bagi para wali.

Permasalahan ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah karena disana ada ahlul bida yang mereka menyimpang di dalam masalah karomah para Wali Allah subhanahu wata’ala, aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mereka berpegang teguh dengan dalil dengan Al-Qur’an dan juga Sunnah dan ijma berdasarkan itu semuanya maka mereka membenarkan adanya Karomah para wali, berdasarkan Al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala mengisahkan tentang kejadian-kejadian yang di luar kebiasaan manusia dan itu terjadi pada wali-wali Allah subhanahu wata’ala.

Seperti ketika Allah subhanahu wata’ala mengisahkan Ashabul Kahfi, beberapa orang pemuda yang mereka di atas tauhid dan ingin menyelamatkan agama mereka kemudian mereka meninggalkan daerah mereka meminta Rahmat dari Allah subhanahu wata’ala sementara kaumnya sebagian besar adalah di atas kesyirikan bukan di atas tauhid dan mereka dikejar-kejar, berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala sampai akhirnya Allah subhanahu wata’ala memberikan pertolongan kepada mereka, ditidurkan mereka di dalam gua pada waktu yang di luar kebiasaan manusia yaitu ditidurkan di sana selama 300 tahun sebagaimana Allah subhanahu wata’ala kabarkan di dalam Al-Qur’an

وَلَبِثُواْ فِي كَهۡفِهِمۡ ثَلَٰثَ مِاْئَةٖ سِنِينَ وَٱزۡدَادُواْ تِسۡعٗا ٢٥

 

Dan mereka tinggal di dalam gua mereka selama 300 tahun dan tambah 9, ada yang mengatakan tambah 9 kalau dihitung dengan hijri 309 tahun kalau dihitung dengan miladi adalah 300 tahun, ini waktu yang cukup lama dan tidak biasanya manusia demikian, biasanya orang tidur malam 5 jam 6 jam 8 jam, lebih sedikit daripada itu orang sudah tidak merasakan nikmatnya, seandainya dia tidur di malam hari 10 jam misalnya atau 12 jam maka ini bukan kebiasaan manusia dan seseorang tidak merasakan nikmatnya justru ketika lebih dari biasanya.

Mereka dalam keadaan tidur selama 300 tahun atau 309 tahun dan kita tahu bahwasanya manusia di dalam hidupnya bukan hanya butuh istirahat tapi dia butuh makan butuh minum buang air kecil buang air besar tapi ternyata mereka tidak makan dan tidak minum selama 300 tahun atau 309 tahun, ini bukan kebiasaan manusia. Orang meskipun dia tidur terus tapi kalau dia tidak makan selama 3 hari 3 malam misalnya maka dia akan meninggal apalagi ini sampai ratusan tahun sampai 300 tahun berarti ini sesuatu yang di luar kebiasaan manusia. Ini adalah contoh Karomah yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan di dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala jaga mereka padahal di sana ada musim dingin ada musim panas tapi Allah subhanahu wata’ala jaga mereka selama ratusan tahun tersebut.

Kemudian juga kisah Maryam ‘alaihassalam yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan di dalam Al-Qur’an

كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيۡهَا زَكَرِيَّا ٱلۡمِحۡرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزۡقٗاۖ

 

Setiap kali Zakaria masuk ke mihrabnya Maryam, karena Zakaria beliau yang bertugas untuk memberikan atau mengirimkan makanan dan juga minuman kepada Maryam karena Maryam adalah seorang wanita ahli ibadah, setiap kali Zakaria datang untuk memberikan makanan dan minuman beliau mendapatkan disisi Maryam ada makanan ada rezeki, kemudian Zakaria bertanya

قَالَ يَٰمَرۡيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَاۖ

 

Beliau mengatakan wahai Maryam dari mana engkau dapatkan rezeki ini, disebutkan di sebagian buku tafsir bahwasanya ketika musim dingin yang ada pada Maryam saat itu adalah buah-buahan yang hanya ada di musim panas dan ketika di musim panas yang didapatkan di situ adalah buah-buahan yang hanya ada di musim dingin sehingga Zakaria bertanya kepada Maryam dari mana engkau dapatkan makanan ini, sementara yang bertugas untuk mengirimkan makanan hanyalah Zakaria yang lain tidak

قَالَتۡ هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ

 

Maryam mengatakan rezeki ini adalah dari sisi Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala yang menurunkan Allah subhanahu wata’ala yang memberikan kepada Maryam tanpa perantaraan manusia, dan Maryam bukan seorang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Ashabul Kahfi mereka bukan anbiya’ tapi kejadian yang luar biasa ini terjadi pada mereka padahal di zaman tersebut yang namanya buah-buahan di musim dingin hanya ada ketika di musim dingin, buah-buahan di musim panas hanya ada di musim panas, berbeda dengan apa yang terjadi di zaman kita sekarang dengan ditemukannya alat untuk mengawetkan sehingga buah-buahan tersebut bisa terjaga kita bisa menikmati buah-buahan yang ada di musim panas ketika di musim dingin, tapi di zaman tersebut ini adalah perkara yang luar biasa di luar kebiasaan manusia

إِنَّ ٱللَّهَ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٍ ٣٧

[Āli-Imran]

Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki tanpa perhitungan.

Demikian Allah subhanahu wata’ala kalau ingin memberikan rezeki kepada seseorang tinggal mengatakan Kun (jadilah) fayakun (maka jadilah). Maryam ‘alaihassalam adalah seorang wali di antara wali-wali Allah subhanahu wata’ala demikian pula Ashabul Kahfi mereka adalah Wali di antara wali-wali Allah subhanahu wata’ala, ini dalam Al-Qur’an, lalu bagaimana seseorang mengingkari apa yang terjadi atau mengingkari sebagian yang Allah subhanahu wata’ala kabarkan di dalam Al-Qur’an berupa karomat, dia adalah sesuatu yang benar adanya.

Demikian pula ketika Allah subhanahu wata’ala menceritakan di dalam surat Al-Baqarah

أَوۡ كَٱلَّذِي مَرَّ عَلَىٰ قَرۡيَةٖ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحۡيِۦ هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعۡدَ مَوۡتِهَاۖ

 

Atau seseorang yang dia melewati sebuah desa dan desa tersebut sudah hancur kemudian dia mengatakan Siapa yang menghidupkan desa ini setelah kehancurannya

فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِاْئَةَ عَامٖ ثُمَّ بَعَثَهُۥۖ

 

maka Allah subhanahu wata’ala mematikan dia selama 100 tahun kemudian membangkitkannya

قَالَ كَمۡ لَبِثۡتَۖ قَالَ لَبِثۡتُ يَوۡمًا أَوۡ بَعۡضَ يَوۡمٖۖ

 

kemudian ditanya berapa tahun engkau tinggal, dia mengatakan aku tinggal selama satu hari atau sebagian hari, padahal

قَالَ بَل لَّبِثۡتَ مِاْئَةَ عَامٖ فَٱنظُرۡ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمۡ يَتَسَنَّهۡۖ وَٱنظُرۡ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجۡعَلَكَ ءَايَةٗ لِّلنَّاسِۖ وَٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡعِظَامِ كَيۡفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكۡسُوهَا لَحۡمٗاۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ قَالَ أَعۡلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ٢٥٩

 

ternyata dia sudah dimatikan oleh Allah subhanahu wata’ala selama 100 tahun.

Itu dari Al-Qur’an menunjukkan tentang adanya Karomah bagi para wali, di dalam sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau apa yang terjadi pada sebagian sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum seperti yang terjadi pada Umar Bin Khattab radhiyallahu ta’ala Anhu ketika beliau radhiyallahu ta’ala anhu sedang dalam keadaan berkhotbah di kota Madinah kemudian tiba-tiba beliau mengatakan Ya Sariah al-jabal, wahai Sariah hendaklah engkau menuju ke gunung, ternyata ucapan beliau ini terdengar suaranya oleh Sariah dan Sariah ini adalah nama seorang yang diutus oleh Umar Bin Khattab saat itu untuk suatu Peperangan dan saat itu dia dan juga pasukannya berada di daerah yang sangat jauh dari kota Madinah.

Ketika dalam keadaan terdesak dengan pasukan musuh maka mereka mendengar suara Umar Bin Khattab radhiyallahu ta’ala ‘anhu yang mengatakan wahai Sariah hendaklah engkau pergi ke gunung, dan ini adalah petunjuk dan arahan dari Umar Bin Khattab supaya mereka selamat dari ancaman musuh akhirnya saat itu Sariah membawa pasukannya ke gunung dan mereka mendapatkan kemenangan.

Mereka menceritakan ini kepada para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum atau orang yang berada di kota Madinah saat itu, ini termasuk Karomah yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada Umar Bin Khattab radhiyallahu ta’ala Anhu di zaman tersebut yang namanya ucapan dari kota Madinah bisa terdengar di tempat yang sangat jauh ini perkara yang luar biasa meskipun di zaman sekarang ini adalah perkara yang sangat biasa sekali, ana di Jember dan antum di rumah masing-masing mendengar ucapan ana ini perkara yang biasa di zaman sekarang tapi di zaman tersebut itu adalah perkara yang luar biasa.

Sehingga sebagian ulama ada yang mendefinisikan yang namanya Karomah itu adalah sesuatu yang luar biasa tapi tidak seperti mukjizat, kalau mukjizat ini pasti luar biasa di setiap zaman tapi kalau Karomah mungkin dia sesuatu yang luar biasa di zaman tertentu tapi di zaman yang lain kalau sudah berubah zaman belum tentu dia menjadi sesuatu yang luar biasa.

Demikian pula seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu Safinah ketika dia terpisah dari pasukannya dan tersesat di sebuah hutan kemudian tiba-tiba di depannya ada seekor singa kemudian dia mengatakan aku adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau kalimat yang serupa kemudian tiba-tiba singa ini membalikkan badannya dan menggerakkan ekornya seakan-akan mengisyaratkan supaya diikuti, akhirnya Safinah mengikuti singa ini di belakangnya sampai di pertemukan dengan pasukannya, dan ini juga termasuk Karomah yang telah tetap pada sebagian sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga tidak heran kalau aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah

التَّصْدِيقُ بِكَرَامَاتَ الأَوْلِيَاءِ

 

membenarkan dengan adanya Karomah para wali, dan lawan membenarkan adalah mendustakan, kita tidak mendustakan, kita membenarkan adanya Karomah para wali.

2 thoughts on “Halaqah 169: Aqidah Ahlu Sunah tentang Karomah Para Wali”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top