Home » Halaqah 171: Aqidah Ahlu Sunah tentang Karomah Para Wali Bagian 3 (Macam-macam Karomah)

Halaqah 171: Aqidah Ahlu Sunah tentang Karomah Para Wali Bagian 3 (Macam-macam Karomah)

Halaqah yang ke-171 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang Karomah para wali. Beliau mengatakan

وَمَا يُجْرِي اللهُ عَلَى أَيْدِيهِم مِّنْ خَوَارِقِ الْعَادَاتِ

Dan apa yang Allah subhanahu wata’ala jalankan pada mereka berupa perkara-perkara yang di luar kebiasaan, خَوَارِقِ artinya adalah sesuatu yang menembus yang di luar, الْعَادَاتِ kebiasaan manusia, orang biasanya kalau dibakar ditaruh di atas api terbakar meninggal dunia ternyata ini dibakar dan dia tidak terbakar bahkan keluar dari api dalam keadaan selamat, kebiasaan manusia kalau dia berada di atas air jatuh tidak bisa berjalan di atas air itu kebiasaan manusia, ini bisa berjalan di atas air maka ini di luar kebiasaan manusia, inilah yang dimaksud dengan karamah

فِي أَنْوَاعِ الْعُلُومِ وَالْمُكَاشَفَاتِ

didalam berbagai jenis ilmu dan penyingkapan-penyingkapan, ini beliau menyebutkan tentang dua jenis Karomah yang terjadi pada Wali Allah subhanahu wata’ala, jenis yang pertama Karomah tersebut berkaitan dengan ilmu yaitu Allah subhanahu wata’ala mengajarkan dia sesuatu sehingga dia tahu sesuatu yang tidak diketahui oleh orang lain, zaman dahulu kalau zaman sekarang mungkin biasa, zaman dahulu disebutkan bahwasanya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ta’ala Anhu pernah mengatakan dan mengabarkan bahwasanya apa yang ada di dalam perut istrinya yang sedang hamil saat itu adalah wanita dan terjadi sebagaimana yang dikabarkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, kalau di zaman sekarang biasa yang demikian ketika sudah berumur mungkin 6 bulan atau 5 bulan ini sudah bisa ditebak atau dikira-kira ini adalah laki-laki atau wanita, tapi di zaman tersebut bagaimana bisa maka ini adalah termasuk Karomah.

Jadi terkadang Karomah itu berupa ilmu atau penyingkapan-penyingkapan seperti yang terjadi pada Umar Bin Khattab radhiyallahu ta’ala Anhu di mana beliau radhiyallahu ta’ala Anhu di jarak yang sangat jauh disingkapkan oleh Allah subhanahu wata’ala sehingga dia bisa melihat pasukan yang beliau kirim dan memberikan arahan kepada mereka kemudian mengatakan Wahai Sariah pergilah ke gunung, disingkapkan untuk beliau sesuatu yang tidak disingkapkan bagi yang yang lain, terkadang Karomah berupa ilmu atau berupa penyingkapan-penyingkapan

وَأَنْوَاعِ الْقُدْرَةِ وَالتَّأْثِيرَاتِ

dan berbagai jenis kemampuan dan mempengaruhi, jadi terkadang berupa ilmu terkadang berupa kemampuan diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala kemampuan yang tidak diberikan kepada yang lain, seperti misalnya apa yang terjadi pada Abu Muslim Al-Khaulani beliau adalah seorang tabi’in yang disebutkan bahwasanya di antara Karomah beliau adalah dibakar oleh Al Aswad al-ansi saat itu dan dia tidak terbakar, jadi saat itu ketika Al Aswad al-ansi dia muncul dan mengaku sebagai seorang nabi maka dia mengancam kepada setiap orang yang tidak beriman dengannya dan tidak percaya untuk disiksa diantaranya adalah Abu Muslim Al-Khaulani.

Dipanggillah Abu Muslim Al-Khaulani yang kemudian disuruh untuk mengatakan bahwasanya al-aswad al-ansi adalah seorang nabi, al-aswad mengatakan apakah Muhammad adalah Rasulullah kemudian Abu Muslim mengatakan iya, apakah aku adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Abu Muslim mengatakan la atau ucapan yang semakna, artinya saat itu Abu Muslim Al-Khaulani menyatakan dengan tegas di depan al-aswad al-ansi bahwasanya al-aswad al-ansi bukan seorang nabi dan dia adalah seorang pendusta, sampai akhirnya al-aswad al-ansi mendatangkan api yang besar kemudian melemparkan Abu Muslim Al-Khaulani ke dalam api tersebut, ternyata api tidak membakar tubuh Abu Muslim Al-Khaulani.

Kemudian ada sebagian orang berkata kepada al-aswad al-ansi dan mungkin mereka adalah pengikutnya al-aswad al-ansi, Kalau engkau biarkan orang ini di negeri ini (Yaman) maka dia akan merusak dakwahmu. Akhirnya diusirlah Abu Muslim Al-Khaulani dan beliau mendatangi kota Madinah, sampai di kota Madinah dan menyandarkan/menali untanya kemudian beliau masuk ke dalam masjid Nabawi dan shalat, tiba-tiba dalam keadaan demikian Umar Bin Khattab radhiyallahu ta’ala Anhu melihat, setelah shalat Umar Bin Khattab radhiyallahu ta’ala ‘anhu bertanya dari mana antum, beliau mengatakan dari Yaman.

Kemudian Umar mengatakan kepada Abu Muslim Al-Khaulani dan saat itu Umar tidak mengetahui siapa laki-laki yang berada di depannya, Apa yang dilakukan musuh Allah subhanahu wata’ala (al-aswad al-ansi) terhadap teman kita (sesama muslim) yang dia bakar dengan api dan ternyata api tersebut tidak memudharati dia. Jadi saat itu Umar bertanya kepada orang yang ada di depannya dan Umar tidak tahu bahwa itu adalah Abu Muslim Al-Khaulani, beliau bertanya tentang bagaimana kabar si fulan yang dibakar oleh al-aswad al-ansi, Abu Muslim Al-Khaulani ketika ditanya oleh Umar dengan pertanyaan demikian beliau mengatakan itu adalah Abdullah ibn Tsaub.

Kenapa dia mengatakan seperti itu padahal dia adalah Abu Muslim Al-Khaulani itu sendiri, ini adalah menunjukkan tawadhu para Wali Allah subhanahu wata’ala, dia ingin menutupi jati dirinya, kejadian tersebut adalah kejadian Karomah yang luar biasa yang semakin menambah keimanan beliau semakin menambah ketaqwaan beliau dan semakin yakin dengan pertolongan Allah subhanahu wata’ala dan Allah subhanahu wata’ala Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu menolong wali-walinya, maka dia tidak ingin menyombongkan diri di hadapan manusia justru ini membawa dia kepada tawadhu dan merendahkan diri di hadapan manusia, dia sembunyikan jati dirinya dan mengatakan itu adalah Abdullah ibn Tsaub dan dia tidak berdusta dia tidak bohong, apa yang dia ucapkan benar itu adalah Abdullah ibn Tsaub, dia tidak mengatakan saya bukan Abu Muslim Al-Khaulani saya bukan Abdullah ibn Tsaub, dia cuma mengatakan itu adalah Abdullah ibn Tsaub seakan-akan dia bukan Abu Muslim Al-Khaulani.

Ini bedanya antara Wali Allah subhanahu wata’ala dengan wali syaithan, kalau Wali syaithan itu menyombongkan dirinya kalau bisa orang lain tahu tentang kesaktiannya dia akan sampaikan kepada orang lain, tapi kalau Wali Allah subhanahu wata’ala berusaha untuk menutupi berusaha untuk menyembunyikan tidak ingin terjatuh ke dalam kesombongan, ini termasuk cara untuk mengetahui apakah sesuatu itu Karomah atau dia adalah sihir, kalau yang terjadi setelah itu adalah ketawadhuan kerendahan hati semakin dekat dengan Allah subhanahu wata’ala maka diharapkannya adalah Karomah tapi kalau yang terjadi setelah itu adalah kesombongan takabur mendzalimi manusia maka ini adalah bukan termasuk karamah tapi itu adalah sihir yang dilakukan oleh syaithan.

Kemudian Umar mengatakan apakah engkau adalah orang tersebut, ketika disebutkan nama Allah subhanahu wata’ala dan Umar mengatakan apakah engkau adalah dia yaitu Abdullah ibn Tsaub maka tidak ada yang bisa dilakukan oleh Abu Muslim kecuali mengatakan Allahumma na’am dia mengatakan Iya karena dia tidak mungkin mengatakan tidak dengan pertanyaan seperti ini. Kemudian Umar Bin Khattab memeluk Abu Muslim Al-Khaulani dan menangis kemudian mendudukkan Abu Muslim Al-Khaulani dan mendudukkan dia antara Umar Bin Khattab dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq, berarti ini di zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika bermunculan sebagian orang yang mengaku menjadi Nabi.

Kemudian Umar mengatakan Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala yang tidak mematikan diriku sampai memperlihatkan kepadaku di antara umat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam orang yang pernah diuji sebagaimana Nabi Ibrahim Alaihissalam diuji. Cerita ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Hilyatul Aulia Watabaqat al-Asfiya, ini termasuk anwa’ul qudrah (kemampuan).

Contoh yang lain apa yang terjadi Sa’ad ibn Abi Waqqas radhiyallahu ta’ala ‘anhu, salah seorang al-‘asyarah al-mubasysyaruna bil jannah, dimana pernah suatu saat ketika beliau berjihad fī sabīlillah beliau dan juga para sahabat yang bersama beliau dan orang-orang yang bersama beliau Allah subhanahu wata’ala jadikan mereka bisa berjalan di atas sungai. Ketika akan menyeberang dan di depan mereka ada sungai yang besar maka Sa’ad ibn Abi Waqqas radhiyallahu ta’ala ‘anhu bertanya kepada orang yang bersamanya Apakah ada di antara kalian yang berbuat maksiat tadi malam atau kalimat yang serupa, mereka mengatakan tidak ada kemudian akhirnya dia mengajak orang yang bersama beliau untuk menyeberangi sungai tadi dan mereka berjalan di atas air dan tentunya ini adalah Karomah, Karomah yang berupa qudroh (kemampuan), berarti Karomah ada dua ada yang berupa ilmu dan ada yang berupa kemampuan atau kekuasaan.

كالْمَأْثُورِ عَنْ سَالِفِ الأُمَمِ فِي سُورَةِ الْكَهْفِ وَغَيْرِهَا

Sebagaimana yang datang dari umat-umat terdahulu seperti yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan di dalam surat Al-Kahfi tidur selama 300 tahun atau 309 tahun dalam keadaan tidak makan tidak minum melewati musim dingin musim panas dan mereka tidak berselimut, Allah subhanahu wata’ala membolak-balikkan badan mereka maka ini adalah termasuk contoh Karomah di dalam Al-Qur’an

وَغَيْرِهَا

dan selainnya, berarti ini bukan satu-satunya contoh, di sana ada kisah Maryam kemudian orang yang dimatikan oleh Allah subhanahu wata’ala selama 100 tahun

وَعَنْ صَدْرِ هَذِهِ الأُمَّةِ مِنَ الصَّحَابَةِ

Selain Karomah ini pada wali-wali Allah subhanahu wata’ala pada umat-umat terdahulu ini juga terjadi pada awal dari umat ini generasi para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum, seperti kisah Umar Bin Khattab dan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang pernah juga diperbanyak makanan untuk Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ta’ala ‘anhum, makanan yang sedikit menjadi banyak, kemudian juga kisah Umar dan kisah Sa’ad ibn Abi Waqqas kisah Safinah

وَالتَّابِعِينَ

dan juga apa yang terjadi pada para tabi’in, seperti apa yang terjadi pada Abu Muslim Al-Khaulani

وَسَائِرِ قُرُونِ الأُمَّةِ

dan seluruh generasi umat ini, artinya Karomah ini bukan hanya terjadi pada sahabat radhiyallahu ta’ala Anhum atau para tabi’in yang memang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mereka adalah sebaik-baik Ummah, tapi ini juga mungkin terjadi pada generasi-generasi yang lain, Karomah bukan hanya di generasi yang terbaik

وَهِيَ مَوْجُودَةٌ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Dan karomah tersebut akan terus ada di dalam umat ini sampai datangnya hari kiamat.

Mungkin saja di zaman sekarang ada di antara wali-wali Allah subhanahu wata’ala yang mendapatkan karamah dan zaman setelah kita, bukan sesuatu yang mustahil. Ini adalah keyakinan Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top