Halaqah yang ke-113 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mengatakan
وَبِعَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعِيمِهِ
Dan mereka beriman dengan adzab kubur dan nikmatnya.
Disana ada siksaan kubur dan disana ada kenikmatan kubur sebagaimana dalam hadits Al-Bara’ Bin Azib, hadits yang panjang tentang bagaimana perjalanan ruh orang yang beriman ketika dia akan dicabut nyawanya kemudian diangkat kemudian diturunkan kembali dan ditanya kemudian dia mendapatkan kenikmatan kubur, adapun orang yang kafir maka dia tersiksa ketika keluar nyawanya kemudian dia ketika ditanya di alam kubur tidak bisa menjawab pertanyaan dan akhirnya dia mendapatkan adzab kubur.
Di dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diantara petunjuk Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أرْبَعٍ
Apabila salah seorang diantara kalian bertasyahud maka hendaklah dia berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari empat perkara
يقول : اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ
Ya Allah subhanahu wata’ala aku berlindung kepada-Mu dari adzab jahanam kemudian dari azab kubur kemudian dari fitnah kehidupan dan kematian dan kejelekan fitnah al-masih ad-dajjal, berarti ini sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum kita salam kita membaca isti’adzah meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala dari empat perkara ini diantaranya adalah dari adzab kubur.
Menunjukkan bahwasanya adzab kubur itu ada dan hakiki, tidak mungkin Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kita berlindung dari sesuatu yang tidak ada dan tidak hakiki, kalau Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kita untuk berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari empat perkara ini berarti empat perkara ini adalah ada sehingga kita disuruh untuk berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari empat perkara ini, ini adalah doa yang penting hendaklah kita jaga.
Berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari jahannam karena adzabnya adalah sangat pedih dan membaca doa ini dengan sungguh-sungguh, karena doa yang dibaca dengan sungguh-sungguh dengan sepenuh hati dengan keikhlasan dan menyadari maknanya maka diharapkan doa tersebut dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Dan sebagian Salaf dahulu mendidik anaknya untuk membaca doa ini, membiasakan anaknya untuk membaca doa ini sebelum dia salam, bahkan sebagian mereka setelah anaknya shalat maka ditanya sudah membaca doa tadi atau belum, kalau dia mengatakan belum disuruh mengulang shalat supaya dia hati-hati dan kalau sholat membaca doa ini. Ini kasih sayang orang tua karena ketika dia terbiasa membaca doa ini semoga Allah subhanahu wata’ala mengabulkan sehingga terjauhkan dari adzab jahanam adzab kubur dari fitnah kehidupan dan kematian dan juga fitnah al-masih ad-dajjal, ini tegas yang tentunya terpuji yang demikian untuk kebaikan anaknya sendiri jangan kita biarkan mereka lalai dan tidak menghafal doa ini.
Sebagian ulama bahkan ada yang mengatakan membaca do’a ini termasuk kewajiban di dalam shalat dan Allahua’lam yang lebih shahih bahwa membaca doa ini bukan merupakan kewajibannya, ini adalah perkara yang sunnah diantara sunnah-sunnah shalat.
Diantara dalil tentang adzab kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati sebuah kebun kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar suara dua orang yang sedang diadzab di dalam kuburnya, Subhanallah, Allah subhanahu wata’ala dengan qudrah-Nya memperdengarkan Nabi-Nya tentang suara orang yang sedang diadzab, ini belum di neraka tapi dikuburnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
يُعَذَّبَانِ
keduanya sedang diadzab oleh Allah subhanahu wata’ala
وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ
dan keduanya tidak diadzab karena sesuatu perkara yang besar, bukan membunuh bukan merampok bukan berzina
ثُمَّ قالَ: بَلَى، كانَ أحَدُهُما لا يَسْتَتِرُ مِن بَوْلِهِ
Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan salah satu di antara keduanya tidak menutupi dari kencingnya, yaitu tidak menjaga auratnya atau لا يَسْتَتِرُ disini maksudnya tidak menjaga najisnya sehingga ketika dia kencing dia bermudah-mudahan dan najis tersebut terkena badannya atau terkena pakaiannya seperti yang dilakukan oleh sebagian orang.
Termasuk seandainya meskipun setelah itu dia akan guyur dengan air tapi tidak boleh seseorang bermudah-mudahan kemudian terkena bagian kanan dan juga kirinya bagian pahanya dengan air kencing tersebut karena posisinya yang kurang tepat dan bermudah-mudahan, kita harus menjaga biar bagaimana tubuh kita dan juga pakaian kita ini tidak terkena air najis tersebut karena ini termasuk sebab adzab kubur, salah satu di antara keduanya tidak menjaga dari air kencingnya.
وكانَ الآخَرُ يَمْشِي بالنَّمِيمَةِ
Dan yang kedua dia berjalan dengan mengadu domba, yang namanya mengadu domba mungkin sebagian orang menganggap ringan, dengan ucapan dia berjalan ke sana berjalan kesini dua pihak yang sebelumnya rukun dijadikan saling memusuhi satu dengan yang lain, dia tidak menyadari bahwasanya itu adalah termasuk sebab adzab kubur.
Ini termasuk dalil bahwasanya adzab kubur itu ada dan hadits ini Shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim, meskipun itu tidak masuk ke akal sebagian orang soal yang tidak sehat, bagaimana bisa ini tempatnya sempit katanya disitu dia hancur dan seterusnya setelah dibuka biasa saja tidak ada perubahan, ini akal dia yang sempit dan Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang mampu untuk melakukan segala sesuatu.
Kita di dalam kehidupan di dunia saja terkadang seseorang didalam tidurnya dia mimpi misalnya dan dikejar oleh seseorang misalnya, ketika dia bangun dia merasakan dirinya capek padahal dia di tempat tidur dia tidak lari tapi dia merasakan nafasnya yang sesak dan tersengal-sengal, Allah subhanahu wata’ala Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu.
Mungkin di sana ada dua orang yang dikuburkan berdampingan, satunya diadzab oleh Allah subhanahu wata’ala dengan adzab kubur dan yang satunya diberikan nikmat oleh Allah subhanahu wata’ala dengan nikmat kubur dan tidak saling melihat satu dengan yang lain, Allah subhanahu wata’ala mampu untuk melakukan segala sesuatu, jangan kita kedepankan akal kita di atas dalil, dalilnya shahih maka kita harus menerimanya,
وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ
[Al-Ahzab:36]
kita dinamakan muslim karena kita pasrah menerima perintah menerima larangan, pasrah dan siap untuk diperintah siap untuk dilarang siap untuk menerima khabar, jangan kita seperti khawarij dan juga mu’tazilah dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka mengedepankan akal di atas dalil.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]