Halaqah yang ke-114 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mengatakan
فَأَمَّا الْفِتْنَةُ؛ فَإِنَّ النَّاسَ يُمْتَحَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ
Adapun fitnah (yaitu fitnah kubur, ال disini adalah ال ahdiyah karena sebelumnya disebutkan fitnah kubur), maka manusia, dan masuk di dalam manusia disini baik orang yang beriman orang yang kafir ataupun orang yang munafik semuanya akan ditanya, ini pendapat yang lebih kuat karena para ulama ahlussunnah berbeda pendapat dalam masalah siapa yang akan ditanya, apakah yang ditanya orang yang beriman saja atau masuk di dalamnya orang kafir ataukah masuk di dalamnya orang munafik juga maka pendapat yang lebih kuat semuanya masuk karena disana ada lafadz yang sharih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan adapun orang yang munafik dan orang yang kafir sebagaimana dalam hadits
وَأَمَّا المُنَافِقُ وَالكَافِرُ فَيَقُولُ: لاَ أَدْرِي كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ
Adapun orang yang kafir atau munafik maka dia mengatakan aku tidak tahu ketika ditanya aku mengatakan seperti yang dikatakan oleh manusia, menunjukkan bahwasanya semuanya ditanya oleh Allah subhanahu wata’ala, dan disana ada lafadz adz-dzhalim dan dzhalim di sini masuk didalamnya orang yang kafir maupun orang yang munafik.
Dan disana ada yang dikecualikan, Allah subhanahu wata’ala tidak akan menanyai dia di alam kubur sebagaimana disebutkan di dalam hadits dan ini adalah pengecualian, yaitu seperti orang yang meninggal dunia di hari Jum’at atau dimalam Jum’at maka ini termasuk yang dikecualikan sebagaimana yang demikian telah datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tapi yang lain maka mereka kembali kepada asal yaitu akan ditanya oleh dua malaikat. Kemudian juga diantara yang dikecualikan adalah seorang yang mati syahid, di dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya
يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا بَالُ الْمُؤْمِنِينَ يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ إِلَّا الشَّهِيدَ؟
Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengapa orang-orang yang beriman difitnah (ditanya) di kuburan mereka kecuali seorang yang mati syahid, berarti mereka mendengar bahwasanya orang yang mati syahid ini tidak akan ditanya, ini termasuk kelebihan dan keutamaan orang yang mati syahid, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
كَفَى بِبَارِقَةِ السُّيُوفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةً
Cukuplah kilatan pedang yang ada di atas kepalanya itu sebagai ujian.
Karena fitnah artinya adalah ujian, ujian tentang keimanan, maka orang yang mati syahid meninggal di jalan Allah subhanahu wata’ala tentunya yang ikhlas cukuplah kilatan pedang yang ada di atas kepalanya, ini pedang bisa sewaktu-waktu memenggal tangannya memegal lehernya, tapi karena keimanan yang ada didalam dadanya dia maju kedepan dan rela untuk mengorbankan jiwa raganya demi meninggikan kalimat Allah subhanahu wata’ala, ini sudah cukup menjadi ujian bagi orang tersebut sehingga Allah subhanahu wata’ala memberikan keutamaan kepadanya tidak akan menanyakan kepadanya dan dia tidak akan ditanya di alam kuburnya.
Adapun hadits tentang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Tidaklah ada seorang muslim yang meninggal dunia di hari Jum’at atau pada malam Jum’at kecuali Allah subhanahu wata’ala akan menjaganya dari fitnah kubur, maka ini menunjukkan tentang keutamaan orang yang meninggal dunia di waktu tersebut.
فَيُقَالُ للرِّجُلِ: مَن رَّبُكَ؟ وَمَا دِينُكَ؟ وَمَن نَّبِيُّك؟
Maka akan dikatakan kepada seseorang siapa Rabb mu? Apa agamamu? dan siapakah nabimu?, tiga pertanyaan ini.
Dan sudah kita pelajari bersama Kitab Tsalatsatul Ushul yang ditulis oleh Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab intinya adalah supaya kita mempersiapkan diri kita untuk bisa menjawab tiga pertanyaan ini, dan tentunya sekali lagi bukan hanya sekedar kita hafal Tsalatsatul Ushul dengan dalil-dalilnya dengan syarahnya tapi yang lebih penting daripada itu adalah kita semuanya mengamalkan tentang apa yang sudah kita pelajari berupa tiga perkara ini, tentang ma’rifatullah mengenal Allah subhanahu wata’ala ma’rifaturrasul mengenal rasul dan juga mengenal agama Islam.
فيُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ
Maka Allah subhanahu wata’ala akan menguatkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang tsabit (kokoh) yaitu ucapan La Ilaha Illallah dan ini yang disebutkan di dalam ayat
يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱلۡقَوۡلِ ٱلثَّابِتِ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۖ
[Ibrahim:27]
Kalimat La Ilaha Illallah ini kalau direnungi oleh seseorang maka ini menguatkan dan menjadikan dia istiqomah menjadikan dia tidak goyah sebesar apapun fitnah yang menimpa seseorang. La Ilaha Illallah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau ya Allah subhanahu wata’ala, ketika dia mendapatkan kenikmatan yang besar yang bisa menggoyahkan keimanan dia La Ilaha Illallah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau ya Allah subhanahu wata’ala, meskipun dunia ini menarik dan ingin menyeret dia ke dalam kemaksiatan maka dengan dia mengingat La Ilaha Illallah akan menguatkan dia, tidak akan mengikuti hawa nafsu dan ingin istiqomah di atas La Ilaha Illallah hanya Allah subhanahu wata’ala yang disembah hanya Allah subhanahu wata’ala yang diikuti bukan hawa nafsu.
Ketika dia tertimpa musibah yang besar yang bisa menggoyangkan keimanan seseorang menjadikan dia futur menjadikan dia mundur kebelakang, La Ilaha Illallah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau ya Allah subhanahu wata’ala, musibah yang menimpa ini adalah Engkau menghendaki, yang didalamnya ada hikmah, diampuni dosa, diangkat derajatnya, supaya kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, maka dia mengucapkan La Ilaha Illallah dan mempraktekkan makna La Ilaha Illallah baik ketika mendapatkan nikmat mendapatkan musibah Allah subhanahu wata’ala menguatkan dia dengan ucapan La Ilaha Illallah baik dunia dan juga di akhirat (termasuk alam akhirat adalah alam kubur)
فَيَقُولُ الْمؤْمِنُ: رَبِّيَ اللهُ، وَالإِسْلاَمُ دِينِي، وَمُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم نَبِيِّي
Maka berkata orang yang beriman Allah subhanahu wata’ala adalah Rabb ku, yaitu aku menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan Islam adalah agamaku, aku tidak melaksanakan selain agama Islam cara shalatku cara dzikirku cara zakatku adalah dengan cara Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi ku yang aku ikuti yang aku jalankan perintahnya dan aku tinggalkan larangannya yang aku yakini dia adalah ma’sum (terjaga dari dosa).
Ini adalah ucapan orang yang beriman, Allah subhanahu wata’ala memberikan kekuatan kepadanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan baik, berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala semoga Allah subhanahu wata’ala menguatkan kita semua ketika menjawab pertanyaan tadi, caranya dengan menguatkan iman, yang Allah subhanahu wata’ala kuatkan adalah orang-orang yang beriman dengan ucapan La Ilaha Illallah dan beramal shaleh, beriman dan juga beramal sholeh sebagaimana telah kita jelaskan.
وَأَمَّا الْمُرْتَابُ
Adapun orang yang ragu, orang yang kafir kemudian orang yang munafik
فَيَقُولُ: هَاه هَاه؛ لاَ أَدْري
maka dia mengatakan hah hah, dia tidak bisa mengatakan Robb ku Allah subhanahu wata’ala hanya bisa mengatakan hah hah aku tidak tahu
سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ شَيْئًا فَقُلْتُهُ
Aku mendengar manusia mengatakan sesuatu maka akupun ikut mengucapkan, ini orang munafik yang mengatakan La Ilaha Illallah Muhammadan Rasulullah, hanya sekedar ikut-ikutan saja, mereka mengatakan syahadat dan kemudian diapun ikut mengucapkan dua kalimah syahadah tujuannya adalah ingin selamat saja dari mereka, ingin dimudahkan urusannya karena tinggal di negeri Islam, urusanya administrasinya lebih mudah tapi dalam hatinya dia tidak beriman maka dia hanya bisa mengatakan ah ah aku tidak tahu aku mendengar manusia mengucapkannya maka akupun mengucapkannya.
فَيُضْرَبُ بِمِرْزَبَةٍ مِنْ حَدِيدٍ
Maka diapun dipukul dengan mirzabah (palu yang besar), dipukul dengan palu yang kecil saja sudah sakit apalagi ini dipukul dengan palu yang besar yang dinamakan dengan mirzabah yang berasal dari besi.
فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا كُلُّ شَيْءٍ
Maka dia teriak (karena saking sakitnya dan sangat sakitnya dipukul dengan mirzabah) dengan teriakan yang sangat keras didengar oleh segala sesuatu, berarti ini menunjukkan tentang kerasnya dan sangat sakitnya pukulan tadi sehingga dia teriak, naudzubillah min adzabil qabr
إلاَّ الإِنْسَانَ، وَلَوْ سَمِعَهَا الإِنْسَانُ؛ لَصُعِقَ
kecuali manusia, seandainya seorang manusia mendengar teriakan tadi niscaya dia akan pingsan. Ini menunjukkan tentang kerasnya dan dahsyatnya adzab yang dia terima.
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
ثم يضرب بمطرقة من حديد
kemudian dia dipukul dengan mithraqah (palu) yang berasal dari besi
ضربة بين أذنيه
dipukul diantara dua telinganya, berarti dipukul kepalanya dengan palu yang besar yang berasal dari besi, Allahul musta’an
فيصيح صيحة يسمعها من يليه إلا الثقلين
maka dia akan teriak dengan teriakan yang didengar oleh yang ada disekitarnya kecuali dua makhluk yaitu manusia dan juga jin.
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim menunjukkan bahwasanya manusia dan jin tidak mendengar apa yang terjadi, teriakan tadi mereka tidak mendengar, berarti di sini ada penetapan adzab kubur bagi orang yang ragu-ragu orang munafik.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]