Home » Halaqah 89: Dalil yang Menunjukkan Bahwa Allah Akan Dilihat Kelak di Akhirat

Halaqah 89: Dalil yang Menunjukkan Bahwa Allah Akan Dilihat Kelak di Akhirat

Halaqah yang ke-89 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau akan menyebutkan tentang dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata’ala akan dilihat di hari kiamat, akan dilihat di dalam surga oleh orang-orang yang beriman, ini adalah bantahan bagi orang-orang yang mengingkari tentang dilihatnya Allah subhanahu wata’ala di hari kiamat, aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah bahwasanya Allah subhanahu wata’ala akan dilihat oleh orang-orang beriman di dalam surga, dilihat dengan mata mereka, dan Allah subhanahu wata’ala akan menguatkan mata-mata mereka untuk bisa melihat Allah subhanahu wata’ala, dan ru’yatullah di sini adalah nikmat yang besar yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada mereka bahkan lebih nikmat daripada kenikmatan kenikmatan yang ada di dalam surga.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwasanya mereka akan melihat Allah subhanahu wata’ala
وَقَوْلُهُ
Dan Firman Allah subhanahu wata’ala
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Wajah-wajah di hari tersebut (hari kiamat) dalam keadaan bagus wajahnya (berseri-seri), karena kegembiraan yang ada dalam hati mereka terpancar di dalam wajah mereka
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ
Wajah-wajah di hari tersebut ada diantaranya yang berseri-seri, karena disana ada wajah yang saat itu dalam keadaan sedih dalam keadaan takut tapi ini ada yang berseri-seri, yaitu wajah orang-orang yang beriman yang masuk ke dalam surga
إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Kepada Rabb mereka wajah-wajah tersebut melihat, berarti kegembiraan mereka dan kebahagiaan mereka saat itu sebabnya adalah karena mereka melihat kepada wajah Allah subhanahu wata’ala, bagaimana mereka tidak gembira dan bagaimana mereka tidak bahagia Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan mereka yang terus memberikan kenikmatan kepada mereka siang dan malam, dan mereka meyakini keberadaan Allah subhanahu wata’ala dan Dia-lah yang memberikan Dia-lah yang menciptakan sementara mereka belum pernah melihat di dunia, tapi mereka siang dan malam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dan meyakini apa yang diturunkan kepada mereka berupa ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala, mereka sujud mereka ruku’ mereka berdoa mereka melaksanakan perintah menjauhi larangan karena mereka mereka yakin Allah subhanahu wata’ala melihat mereka di dunia kemudian disana mereka benar-benar melihat Allah subhanahu wata’ala dengan mata mereka, mereka dalam keadaan berbahagia dan sangat berbahagia dan bergembira ketika melihat wajah Allah subhanahu wata’ala.
Dan nanti akan disebutkan bahwasanya kenikmatan ini lebih nikmat daripada kenikmatan-kenikmatan surga yang lain, mereka tidak mendapatkan kenikmatan yang lebih nikmat daripada nikmat bisa melihat wajah Allah subhanahu wata’ala.
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Kalimat an-nadzhor dalam bahasa Arab terkadang maknanya adalah menunggu, itu kalau tidak ada setelahnya huruf jar tapi dia langsung maf’ulnya, dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala menceritakan tentang ucapan orang-orang munafik
ٱنظُرُونَا نَقۡتَبِسۡ مِن نُّورِكُمۡ
[Al-Hadid:13]
Tunggu kami, kami ingin mengambil dari cahaya kalian, yaitu cahaya orang-orang beriman karena mereka tidak punya cahaya mereka ingin mendapatkan cahaya yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Itu kalau tidak ada ila / fiy setelahnya tapi langsung maf’ulnya.
Kita misalnya di dalam kehidupan sehari-hari mengatakan kepada orang lain yang disuruh untuk menunggu ٱنظرني atau ٱنتظرني maksudnya adalah tunggulah saya, kalau setelahnya adalah في maka yang dimaksud adalah memikirkan, أنظر فيه aku melihat apa yang ada di dalamnya. Dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala mengatakan
أَوَلَمۡ يَنظُرُواْ فِي مَلَكُوتِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا خَلَقَ ٱللَّهُ مِن شَيۡءٖ وَأَنۡ عَسَىٰٓ أَن يَكُونَ قَدِ ٱقۡتَرَبَ أَجَلُهُمۡۖ فَبِأَيِّ حَدِيثِۢ بَعۡدَهُۥ يُؤۡمِنُونَ ١٨٥
[Al-A’raf]
Apakah mereka tidak melihat di dalam kerajaan langit dan juga bumi, melihat di dalam maksudnya adalah memperhatikan merenungi memikirkan, tidak harus dia melihat dengan matanya tapi dia memikirkan, mungkin dia sudah melihat diluar setelah itu dia berada di dalam memikirkan tentang penciptaan langit dan juga bumi.
Disana ada نظر إلى melihat kepada, didalam bahasa Arab kalimat seperti ini maknanya adalah melihat dengan mata, نظرت إلى النجوم / البيت maksudnya adalah aku melihat dengan mataku, menunjukkan bahwasanya orang-orang yang beriman saat itu benar-benar melihat dengan matanya, karena ada sebagian orang menta’wil melihat tapi dengan hatinya, kalau dia mempelajari bahasa Arab dia akan mengetahui bahwasanya makna
إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
disini adalah melihat dengan mata mereka bukan dengan hati mereka, ditambah lagi di sini ada kalimat wajah-wajah ini menunjukkan dan menguatkan bahwasanya mereka melihat bukan dengan hatinya tapi dengan matanya karena mata kita berada di wajah kita sehingga adanya kata
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
menunjukkan bahwasanya mereka melihat dengan mata kepala mereka bukan dengan hati mereka.
Kemudian setelahnya Firman Allah subhanahu wata’ala
عَلَى الأَرَائِكِ يَنظُرُونَ
di atas dipan-dipan mereka, di atas kasur kasur mereka, الأَرَائِكِ ini adalah jamak dari أريكة maknanya adalah سَرِيْرٌ kasur atau dipan dan tentunya الأَرَائِكِ yang ada dalam surga ini tidak pernah di lihat oleh mata dan tidak pernah didengar oleh telinga tentang kebagusannya.
عَلَى الأَرَائِكِ يَنظُرُونَ
Mereka di atas dipan-dipan mereka, mereka melihat wajah Allah subhanahu wata’ala, diatas kenikmatan dan mereka melihat wajah Allah subhanahu wata’ala
تَعۡرِفُ فِي وُجُوهِهِمۡ نَضۡرَةَ ٱلنَّعِيمِ ٢٤
mereka melihat wajah Allah subhanahu wata’ala engkau mengetahui di dalam wajah-wajah mereka berseri-seri karena mereka merasakan kenikmatan yang luar biasa disana. Ini dalil yang kedua didalam surat Al-Muthaffifin, didalam surat ini juga Allah subhanahu wata’ala menyebutkan tentang kelompok yang lain yang mereka diharamkan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk melihat Allah subhanahu wata’ala
كَلَّآ إِنَّهُمۡ عَن رَّبِّهِمۡ يَوۡمَئِذٖ لَّمَحۡجُوبُونَ ١٥
Sekali-kali tidak, sesungguhnya dihari tersebut mereka dihalangi dari Rabb mereka, dihalangi sehingga tidak bisa melihat Allah subhanahu wata’ala. Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah beliau adalah imam diantara imam-imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berdalil dengan ayat ini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala akan dilihat oleh orang-orang yang beriman di hari kiamat, beliau mengatakan kurang lebih maknanya ketika Allah subhanahu wata’ala mengabarkan bahwasanya mereka-mereka ini yaitu orang-orang kafir dihalangi untuk melihat Allah subhanahu wata’ala menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala di dunia mereka akan melihat Allah subhanahu wata’ala karena kalau orang-orang yang beriman tidak melihat Allah subhanahu wata’ala apa bedanya mereka dengan orang-orang kuffar yang mereka مَحۡجُوبُونَ mereka tidak melihat Allah subhanahu wata’ala, ini adalah ucapan dari Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah beliau adalah imam diantara imam-imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sama dengan imam-imam yang lain di antara imam-imam Ahlus Sunnah mereka meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala akan dilihat dihari kiamat.
عَلَى الأَرَائِكِ يَنظُرُونَ
mereka akan melihat Allah subhanahu wata’ala dan mereka diatas dipan-dipan mereka.
وَقَوْلُهُ
Dan juga Firman Allah subhanahu wata’ala
لِّلَّذِينَ أَحْسَنُواْ الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
Bagi orang-orang yang muhsin, diantara makna ihsan adalah orang-orang yang memaksimalkan mengoptimalkan amalan mereka, melakukan amalan tersebut semaksimal mungkin sebaik-baiknya karena mereka merasa diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala, karena ketika mereka beribadah seakan-akan melihat Allah subhanahu wata’ala, mereka beramal dengan seikhlas-ikhlasnya dan mereka beramal semaksimal mungkin sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, inilah orang-orang yang ahsanu, ihsan artinya adalah memperbaiki, mereka memperbaiki dan menyempurnakan karena mereka merasa diawasi.
Orang kalau kerja mengamalkan sesuatu dan merasa diawasi oleh pimpinannya maka berbeda dengan kalau dia tidak merasa diawasi, diawasi dan tidak diawasi beda. Ketika dia merasa diawasi atau bahkan ketika pimpinannya ada persis di depan dia meskipun dia mungkin tidak berani melihat wajahnya tapi dia tahu dia sedang melihatnya, atau misalnya dia kerja dan merasa diawasi, mungkin di sana ada kamera ada CCTV dan dia tahu bahwa dia sedang diawasi depan belakang samping sedang diawasai maka beda, beda dengan orang yang merasa tidak diawasi.
Orang-orang yang beriman yang mereka ahsanu, mereka memperbaiki amalannya menyempurnakan amalannya karena merasa seakan-akan melihat Allah subhanahu wata’ala atau merasa diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala yang mereka dapatkan adalah Al-Husna, dan yang dimaksud dengan Al-Husna adalah Al-Jannah (surga), dan Al-Husna ini adalah muannats dari ahsan dan ahsan artinya adalah yang paling baik dan Al-Jannah ini adalah Al-Husna karena ini adalah nikmat yang paling baik sehingga dia dinamakan dengan Al-Husna, dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ ٦
[Al-Layl]
Dan dia membenarkan Al-Husna, yaitu membenarkan adanya surga. Jadi orang-orang yang ihsan merekalah yang mendapatkan surga
وَزِيَادَةٌ
dan mereka mendapatkan tambahan, ada Al-Husna ada ziyadah, mereka mendapatkan dua yang pertama adalah Al-Husna dan itu adalah surga dan kedua mereka mendapatkan tambahan, tambahan tersebut adalah melihat wajah Allah subhanahu wata’ala, dan yang menafsirkan ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam orang yang paling paham tentang Kalamullah dan maknanya.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top