Halaqah yang ke-76 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Dan masuk insya Allah pada pembahasan ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat Al-‘Uluw (sifat ketinggian bagi Allah subhanahu wata’ala) dan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang memiliki ketinggian Dzat, dan Allah subhanahu wata’ala adalah Maha Tinggi, dan dalil-dalil yang menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Al-‘Uluw banyak sekali bahkan Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan lebih dari 1000 dalil yang menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat ‘Uluw yaitu memiliki sifat ketinggian.
Dan sifat ‘Uluw berbeda dengan sifat istiwa, kalau sifat istiwa ini adalah sifat fi’liyah khobariah, adapun sifat ‘Uluw (ketinggian) bagi Allah subhanahu wata’ala maka ini adalah sifat Dzatiyah, sejak dahulu Allah subhanahu wata’ala Maha Tinggi, sejak dahulu Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat ‘Uluw, tidak berkaitan dengan masyiatullah. Kemudian yang kedua sifat ini adalah sifat aqliyah artinya ditetapkan dengan dalil, dalil menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Maha Tinggi dan memiliki sifat ‘Uluw dalam Al-Qur’an maupun dalam Hadits, dan secara akal Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang memiliki sifat ‘Uluw karena sifat ‘Uluw ini adalah sifat kesempurnaan, adapun sifat As-Sufl yaitu kerendahan maka ini adalah sifat kekurangan, Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang disucikan dari seluruh sifat kekurangan.
Dan sifat ‘Uluw (Tinggi) bagi Allah subhanahu wata’ala ini selain dia adalah dengan Al-Qur’an dan Hadits dan juga akal maka dia adalah fitrah, fitrah makhluk meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang memiliki sifat tinggi sehingga mereka ketika berdoa menengadahkan tangan mereka ke atas, dan ketika mereka mendapatkan musibah bencana mereka mengangkat mata mereka ke atas. Allah subhanahu wata’ala mengatakan menjelaskan tentang bagaimana nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sering membolak-balikkan pandangannya ke atas
قَدۡ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِي ٱلسَّمَآءِۖ
Kami telah melihat bagaimana wajah mu bolak balik memandang ke langit, yaitu Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan seandainya kiblat ini diubah dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram, dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram.
Maka ini adalah fitrah manusia, mereka meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala di atas, bahkan makhluk selain manusia seperti hewan-hewan pun mereka juga meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Rabb mereka berada di atas, menunjukkan bahwasanya sifat Uluw bagi Allah subhanahu wata’ala ini bukan hanya ditetapkan dengan dalil dari Al-Qur’an maupun hadits tapi juga dari akal dan pikiran manusia.
Kemudian beliau mendatangkan Firman Allah subhanahu wata’ala
وَقَوْلُهُ
Dan Firman Allah subhanahu wata’ala
يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
Wahai ‘Isa sesungguhnya aku akan مُتَوَفِّيكَ. Apa yang dimaksud dengan mutawaffika disini karena yang kita tahu bahwasanya wafa artinya adalah meninggal. Wahai ‘Isa sesungguhnya Aku akan mematikan kamu dan mengangkatmu. Apakah maknanya ketika beliau diangkat oleh Allah subhanahu wata’ala beliau dalam keadaan mati? Jawabannya tidak. Makna mutawaffika adalah munawwimuka yaitu menidurkan dirimu. Ditidurkan oleh Allah subhanahu wata’ala kemudian Allah subhanahu wata’ala angkat beliau ke atas, dan al-wafa maknanya ada dua maknanya terkadang al-maut (kematian) dan terkadang maknanya adalah tidur.
Di dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَهُوَ ٱلَّذِي يَتَوَفَّىٰكُم بِٱلَّيۡلِ
Dan Dia-lah Allah subhanahu wata’ala yang telah mewafatkan kalian di malam hari
وَيَعۡلَمُ مَا جَرَحۡتُم بِٱلنَّهَارِ
Dan Allah subhanahu wata’ala tahu apa yang kalian lakukan di siang hari.
Mewafatkan kalian di malam hari maksudnya adalah menidurkan kalian, jadi yatawaffa terkadang maknanya adalah menidurkan. Sehingga dalam doa ketika kita mau tidur kita mengatakan
بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا
Dengan menyebut nama-Mu Ya Allah subhanahu wata’ala amūt (aku meninggal dunia) maksudnya adalah anam (aku tidur) sehingga disini jelas bagi kita bahwasanya terkadang tidur dinamakan dengan al-maut sehingga kita memahami Firman Allah إِنِّي مُتَوَفِّيكَ yaitu Aku menidurkan dirimu, menjadikan kamu tidur
وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
dan mengangkatmu kepada diri-Ku.
Ini Allah subhanahu wata’ala sebutkan di dalam surat Āli Imron yang menunjukkan kepada kita pertama bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada di atas karena Allah subhanahu wata’ala mengatakan وَرَافِعُكَ إِلَيَّ dan mengangkat dirimu, dan رَافِع (mengangkat) dari bawah menuju ke atas, maka ini adalah satu dalil yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata’ala berada di atas. Nabi ‘Isa ‘alaihissalam diangkat oleh Allah subhanahu wata’ala dalam keadaan masih hidup dan ditidurkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan sekarang beliau masih dalam keadaan hidup dan kelak menjelang datangnya hari kiamat Allah subhanahu wata’ala akan menurunkan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam kembali, beberapa waktu dipermukaan bumi kemudian meninggal akan diurus jenazahnya oleh kaum muslimin.
Ada yang mengatakan bahwasanya makna وَرَافِعُكَ disini adalah Kami akan mengangkat derajatmu, ini kerjaan orang-orang yang suka menta’wil, mengatakan maknanya adalah mengangkat derajatmu sebagaimana Firman Allah subhanahu wata’ala
مُ إِنَّ ٱللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٖ مِّنۡهُ ٱسۡمُهُ ٱلۡمَسِيحُ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ وَجِيهٗا فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ وَمِنَ ٱلۡمُقَرَّبِينَ
وَجِيهٗا فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ وَمِنَ ٱلۡمُقَرَّبِينَ
Dia adalah seorang yang memiliki keutamaan di dunia maupun di akhirat dan dia adalah termasuk orang yang didekatkan kepada Allah subhanahu wata’ala, ini ucapan mereka dan ini adalah ta’wil yang bathil dan di antara hal yang menimbulkan bathilnya ta’wil ini karena setelah Firman Allah وَرَافِعُكَ ada ucapan إِلَيَّ (kepada-Ku) dan kalimat ini tidak bisa ditakwil menjadi mengangkat derajat karena di sini ada إِلَيَّ (kepada-Ku), menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang berada di atas dan Allah subhanahu wata’ala mengangkat nabi Isa ‘alaihissalam dari bumi menuju kepada-Nya, ke atas kepada Allah subhanahu wata’ala.
Dan ini adalah bantahan bagi orang Yahudi sekaligus orang nasrani, bantahan kepada orang Yahudi yang mengatakan bahwasanya ‘Isa adalah anak zina dan dia bukan rasul, kemudian bantahan bagi orang Nasrani yang mengatakan bahwasanya nabi ‘Isa ‘alaihissalam dialah yang disalib dan beliau datang untuk menebus dosa-dosa manusia, dan yang shahih adalah apa yang disebutkan dalam ayat ini dan ini adalah keyakinan kaum muslimin bahwasanya Allah subhanahu wata’ala telah mengangkat Nabi ‘Isa ‘alaihissalam ke atas.
Kemudian setelahnya beliau mendatangkan Firman Allah subhanahu wata’ala
بَل رَّفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْه
Akan tetapi Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang mengangkat Nabi ‘Isa kepada-Nya
Ini sama dengan ayat yang sebelumnya, Allah subhanahu wata’ala menceritakan tentang Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dalam surat An-Nisa’ disini, Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَقَوۡلِهِمۡ إِنَّا قَتَلۡنَا ٱلۡمَسِيحَ عِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ رَسُولَ ٱللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِن شُبِّهَ لَهُمۡۚ
Dan ucapan mereka (yaitu orang-orang Yahudi) sesungguhnya kamilah yang membunuh ٱلۡمَسِيحَ عِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ رَسُولَ ٱللَّهِ dan tidaklah mereka membunuhnya dan tidaklah mereka menyalibnya akan tetapi diserupakan untuk mereka
وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكّٖ مِّنۡهُۚ
Dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang ‘Isa dalam keadaan ragu
مَا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّۚ
Mereka tidak memiliki ilmu kecuali hanya mengikuti persangkaan saja
وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينَۢا ١٥٧
Dan mereka tidaklah membunuh Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dalam keadaan yakin.
Jadi orang yang disalib dan dibunuh tadi mereka membunuhnya dalam keadaan mereka masih ragu ini ‘Isa atau bukan, dan sudah berlalu ketika kita membahas tentang sifat Makar bagi Allah subhanahu wata’ala
وَمَكَرُواْ وَمَكَرَ اللَّهُ
Bagaimana Allah subhanahu wata’ala membalas makarnya orang-orang yang berbuat makar kepada-Nya, kemudian Allah subhanahu wata’ala mengatakan
بَل رَّفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْه
Akan tetapi Allah subhanahu wata’ala mengangkat nabi ‘Isa kepada-Nya, إِلَيْه yaitu kepada Allah subhanahu wata’ala
وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمٗا ١٥٨
Dan Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana.
Berarti ayat ini juga bisa menjadi dalil bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada di atas.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]