Halaqah yang ke-77 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Pembahasan ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat Al-‘Uluw (sifat ketinggian bagi Allah subhanahu wata’ala) dan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang memiliki ketinggian Dzat, dan Allah subhanahu wata’ala adalah Maha Tinggi.
Beliau mendatangkan Firman Allah subhanahu wata’ala
وَقَوْلُهُ
Dan juga Firman Allah subhanahu wata’ala
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
Kepada Allah subhanahu wata’ala naik ucapan-ucapan yang baik. Ucapan-ucapan yang baik seperti dzikrullah, tilawatul qur’an, doa maka ini akan naik ke atas yaitu naik kepada Allah subhanahu wata’ala, kalimat يَصْعَدُ artinya adalah naik, يَصْعَدُ إِلَيْهِ yaitu naik kepada Allah subhanahu wata’ala menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala di atas. Kemudian Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
Dan amal yang shalih يَرْفَعُهُ, yarfa’ disini fa’ilnya adalah dhamir mustatir taqdiruhu huwa, kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, yaitu Allah subhanahu wata’ala akan mengangkat amal shalih tadi. Jadi الْكَلِمُ الطَّيِّبُ ucapan yang baik diangkat kepada Allah subhanahu wata’ala dan amal yang shalih Allah subhanahu wata’ala juga mengangkatnya, diangkat kepada Allah subhanahu wata’ala, dan yang dimaksud dengan amal yang shalih adalah amal yang ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga disini seorang muslim semangat untuk mengucapkan ucapan yang baik, tidak keluar darinya kecuali ucapan yang baik dan berusaha bagaimana amal yang dilakukan adalah عَمَلا صالِحا yang ikhlas karena Allah subhanahu wata’ala dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena Allah subhanahu wata’ala akan mengangkatnya dan Allah subhanahu wata’ala yang menerimanya. Berarti ayat ini juga menjadi dalil bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada di atas karena amal shalih diangkat oleh Allah subhanahu wata’ala dan ucapan yang baik ke atas menuju Allah subhanahu wata’ala berarti Allah subhanahu wata’ala berada di atas.
Kemudian setelahnya
وَقَوْلُهُ
Dan juga Firman Allah subhanahu wata’ala
يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَّعَلِّي أَبْلُغُ الأَسْبَابَ
Wahai Haman (ini adalah ucapan Fir’aun, dia berkata kepada menterinya yaitu Haman) bangunkanlah untukku صَرْحًا (bangunan yang tinggi, semacam menara) semoga aku sampai kepada الأَسْبَاب, aku naik ke bangunan yang tinggi tadi semoga aku sampai kepada الأَسْبَاب, yaitu jamak dari سبَب, dan سبَب adalah sesuatu yang digunakan sebagai sebagai wasilah (cara) untuk mencapai puncaknya, terkadang سبَب maknanya adalah tali
فَلۡيَمۡدُدۡ بِسَبَبٍ إِلَى ٱلسَّمَآءِ
[Al-Hajj : 15]
Maksudnya adalah hendaklah dia melemparkan tali, سبَب disini adalah tali karena dengan tali tadi dia sampai kepada tujuan, dan terkadang سبَب maksudnya adalah jalan, yaitu Allah subhanahu wata’ala mengatakan
فَأَتۡبَعَ سَبَبًا ٨٥
Maka dia mengikuti jalan
Maka yang dimaksud dengan الأَسْبَابَ adalah jalan atau cara yang dengannya dia bisa melihat Allah subhanahu wata’ala Rabb nya Nabi Musa ‘alaihissalam sehingga dia mengatakan
يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَّعَلِّي أَبْلُغُ الأَسْبَابَ
Wahai Haman bangunkan untukku sebuah bangunan yang tinggi mungkin aku akan sampai kepada jalan-jalan atau cara untuk melihat Rabb nya Musa, sehingga dia mengatakan
أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ
Jalan-jalan langit
فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى
Maka aku bisa melihat sesembahan Musa, karena dia mengatakan bahwasanya Rabb nya berada di atas.
Ini menjadi dalil bahwasanya Nabi Musa saat itu mengatakan kepada fir’aun bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada di atas, Ilahnya berada di atas. Disini fir’aun ingin menghina mengejek mengatakan kepada Haman coba bangunkan bangunan yang tinggi mungkin aku akan melihat Tuhan nya Musa, kemudian dia mengatakan
وَإِنِّي لأَظُنُّهُ كَاذِبًا
Dan sungguh aku menyangka bahwasanya dia bohong, bohong kalau dia punya Tuhan yang berada di atas.
Berarti keyakinan fir’aun mengingkari sifat ‘Uluw bagi Allah subhanahu wata’ala dan Musa meyakini bahwa Allah subhanahu wata’ala berada di atas, sehingga para ulama menjelaskan barangsiapa yang mengingkari tingginya Allah subhanahu wata’ala maka dia adalah fir’auniy, maka dia adalah pengikutnya fir’aun dan barangsiapa yang meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada di atas maka dia adalah Musawiyyun Muhammadiyyun, maka dia adalah mengikuti apa yang diyakini oleh nabi Musa dan mengikuti apa yang diyakini oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, jadi siapa yang akan kita ikuti, kita akan mengikuti fir’aun yang menolak dan mengingkari ketinggian Allah subhanahu wata’ala atau kita akan mengikuti para anbiya’ Allah subhanahu wata’ala yang mereka meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia berada di atas.
وَقَوْلُهُ
Dan juga Firman Allah subhanahu wata’ala
أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ
Apakah kalian merasa aman dengan yang berada di atas bahwasanya Dia akan mengangkat kalian dengan dibenamkan kalian didalam tanah, maka tiba-tiba bumi itu goncang.
Terjadi gempa kalian terbenam didalam bumi, ini adalah ancaman dari Allah subhanahu wata’ala apakah kalian merasa aman Allah subhanahu wata’ala akan mengadzab kalian dengan cara seperti ini, مَّن فِي السَّمَاء Dzat yang berada di atas, السَّمَاء disini artinya adalah Al-‘Uluw di atas, as-sumu’ artinya Al-‘Uluw, fis-sama’ maksudnya adalah fil-’uluw, apakah kalian merasa aman dengan Dzat yang berada di atas, ini makna yang pertama as-sama’ artinya adalah atas, makanya dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala mengatakan
أَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً
Allah subhanahu wata’ala menurunkan dari السَّمَاءِ, bukan dari langit yang pertama itu terlalu jauh air turun dari langit yang pertama tapi maksudnya adalah dari atas, Allah subhanahu wata’ala menurunkan air dari atas. Di sini juga demikian
أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء
Apakah kalian merasa aman dengan Dzat yang berada di atas.
Atau kita bisa juga mengartikan fiy disini ‘ala yaitu di atas, kalau memang السَّمَاء di sini kita artikan yaitu langit yang dibangun oleh Allah subhanahu wata’ala maka fiy di sini maknanya adalah ‘ala berarti أَأَمِنتُم مَّن على السَّمَاء, dan dalam bahasa arab biasa terkadang satu huruf jar menggantikan peran huruf jar yang lain. Diantara yang menunjukkan bahwasanya fiy itu maknanya terkadang ‘ala adalah firman Allah subhanahu wata’ala
وَلَأُصَلِّبَنَّكُمۡ فِي جُذُوعِ ٱلنَّخۡلِ
Ini diucapkan oleh fir’aun yang mengancam para tukang sihir saat itu karena mereka beriman kepada nabi Musa, maka dia mengatakan dan sungguh-sungguh aku akan menyalib kalian di dalam batang batang kurma, apakah maksudnya menyalib mereka didalam batang kurma, jawabannya tidak, maksudnya fiy disini ‘ala, diatas batang kurma, berarti fiy terkadang maknanya ‘ala.
Dan juga ketika Allah subhanahu wata’ala mengatakan didalam surah At-Taubah
فَسِيحُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ
Hendaklah kalian berjalan فِي ٱلۡأَرۡضِ, apakah maknanya itu di dalam bumi, kita disuruh berjalan di dalam bumi, jawabannya tidak, maksud adalah berjalanlah kalian di atas permukaan bumi, berarti menunjukkan bahwasanya fiy terkadang maknanya adalah ‘ala, jadi boleh kita mengartikan السَّمَاء disini adalah al-‘uluw atau bisa diartikan السَّمَاء di sini adalah langit yang dibangun oleh Allah subhanahu wata’ala, kita mengatakan demikian dengan menjama’ ayat ini dengan ayat-ayat yang lain.
Kemudian ayat yang selanjutnya
أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا
Apakah kalian merasa aman dengan Dzat yang ada di atas bahwasanya Dia akan mengirimkan kepada kalian حَاصِبًا, ini adalah angin yang keras yang dia menerbangkan hashba (kerikil-kerikil)
فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ
maka kalian akan mengetahui bagaimana peringatan-Ku
Ayat ini disebutkan Allah subhanahu wata’ala dalam surat Al-Mulk menunjukkan bagaimana Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Al-‘Uluw.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]