Halaqah yang ke-97 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Hadits-hadits yang merupakan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
وَقَوْلُهُ: صلى الله عليه وسلم
dan sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
((يَضْحَكُ اللَّهُ إلى رَجُلَيْنِ يَقْتُلُ أحَدُهُما الآخَرَ يَدْخُلَانِ الجَنَّةَ)). مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Allah subhanahu wata’ala tertawa kepada dua orang laki-laki salah satu diantara keduanya membunuh yang lain, keduanya masuk ke dalam surga.
Didalam hadits ini Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan satu diantara sifat Allah subhanahu wata’ala yaitu ضحك (tertawa) dan hadits ini muttafaqun ‘alaih diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim, hadits yang shahih. يَضْحَكُ ini adalah fi’il dan fa’ilnya adalah Allah subhanahu wata’ala, menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala diantara sifatnya adalah sifat ضحك maka ahlus sunnah menetapkan sifat ini bagi Allah subhanahu wata’ala sesuai dengan keagungan-Nya tidak sama dengan tertawa yang dimiliki oleh makhluk, sifat ضحك ini sesuatu yang ma’lum maknanya, bagaimana Allah subhanahu wata’ala tertawa sesuatu yang tidak kita ketahui, dan mengimani bahwasanya Allah subhanahu wata’ala tertawa maka ini adalah sebuah kewajiban dan menanyakan bagaimana Allah subhanahu wata’ala tertawa maka ini adalah sesuatu yang bid’ah.
Haditsnya shahih tidak boleh kita mengingkarinya dan tidak boleh kita mentahrifnya (merubahnya) demikian pula tidak boleh kita mentasybih (menyerupakan) tertawanya Allah subhanahu wata’ala dengan tertawanya makhluk. Allah subhanahu wata’ala tertawa kepada dua orang laki-laki dimana salah satu diantara keduanya membunuh yang lain, dan kita tahu membunuh seorang Muslim adalah perkara yang diharamkan di dalam agama, membunuh jiwa yang dijaga dan diharamkan oleh Allah subhanahu wata’ala adalah perkara yang diharamkan dan masuk dosa besar, tapi Allah subhanahu wata’ala tertawa kepada keduanya baik yang membunuh maupun yang dibunuh, dan ini menunjukkan tentang keridhaan Allah subhanahu wata’ala terhadap keduanya
يَدْخُلَانِ الجَنَّةَ
keduanya masuk kedalam surga.
Karena yang namanya tertawa ini ada sebabnya, diantara sebabnya adalah sesuatu tersebut keluar dari apa yang biasanya sehingga menyebabkan seseorang tertawa, kalau sesuatu yang biasa maka dia tidak tertawa, tapi dia keluar dari sesuatu yang biasanya, biasanya yang membunuh dan yang dibunuh lain keadaannya, yang dibunuh masuk ke dalam surga misalnya yang membunuh masuk kedalam neraka karena dia yang mendzhalimi, tapi ini keduanya masuk ke dalam surga berarti disini keluar dari biasanya, dua-duanya masuk kedalam surga.
Kalau kita melihat lafadz haditsnya disebutkan
يَضْحَكُ اللَّهُ إلى رَجُلَيْنِ يَقْتُلُ أحَدُهُما الآخَرَ يَدْخُلَانِ الجَنَّةَ
Setelahnya Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan tentang sebabnya, bagaimana bisa yang membunuh maupun yang dibunuh masuk kedalam surga
يقاتلُ هذا في سبيل الله
yang ini (seorang muslim) berperang dijalan Allah
فيُقْتَلُ
kemudian dia terbunuh, berarti dia syahid dan orang yang syahid berarti dia masuk ke dalam surga
ثم يتوبُ اللهُ على القاتلِ فيُسْلِمُ
kemudian Allah subhanahu wata’ala memberikan taubat kepada yang membunuh, awalnya dia kafir kemudian Allah subhanahu wata’ala berikan taubat kepadanya
فَيُسْتَشْهَدُ
kemudian akhirnya dia pun mati syahid, berperang dijalan Allah subhanahu wata’ala kemudian dia meninggal dan mati syahid.
Sebelumnya dia membunuh seorang Muslim dan ini tentunya adalah dosa dan dia dalam keadaan kufur kemudian Allah subhanahu wata’ala memberikan karunia kepadanya dibuka baginya pintu taubat dan diberikan taufik untuk bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala akhirnya dia masuk kedalam agama Islam dan berperang dijalan Allah subhanahu wata’ala kemudian meninggal dunia (mati syahid) dan tempat kembalinya adalah surga.
Berarti baik yang terbunuh maupun yang membunuh dua-duanya masuk ke dalam surga maka Allah subhanahu wata’ala tertawa kepada dua orang yang salah satu diantara keduanya membunuh yang lain kemudian dua-duanya masuk ke surga. Dan ini banyak, yang sebelumnya dia kafir kemudian dia berperang dan membunuh seorang Muslim kemudian dia masuk ke dalam agama Islam dan meninggal juga fī sabīlillah memperjuangkan dan menegakkan kalimat Allah subhanahu wata’ala. Maka hadits ini adalah hadits shahih menunjukkan tentang sifat di antara sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala yaitu sifat Adh-Dhahik (tertawa) bagi Allah subhanahu wata’ala
Kemudian selanjutnya adalah sifat Al-‘Ajab
وَقَوْلُهُ
dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
عَجِبَ رَبُّنَا مِنْ قُنُوطِ عِبَادِهِ وَقُرْبِ خَيْرِهِ
Allah subhanahu wata’ala Rabb kita ta’ajub (heran atau kagum) dari putus asanya hamba-hambanya, قُنُوط artinya adalah putus asa
وَقُرْبِ غيرِهِ
dan dekatnya perubahan yang Allah subhanahu wata’ala akan lakukan, Allah subhanahu wata’ala terheran atau kagum terhadap keputus asaan yang ada pada sebagian hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala, mereka tertimpa sebuah musibah misalnya kemarau yang sangat panjang dalam keadaan mereka sudah putus asa dengan keadaan padahal Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Tahu bahwasanya sebentar lagi akan ada perubahan, mereka akan dikeluarkan oleh Allah subhanahu wata’ala dari kemarau yang panjang misalnya dari sesuatu yang sangat sulit bagi mereka
يَنْظُرُ إِلَيْكُمْ أَزلينَ قَنِطِينَ
Allah subhanahu wata’ala melihat kalian dalam keadaan أَزلينَ (sangat susah), أَزل artinya adalah الضيق (kesempitan), أَزلينَ ini adalah حال (keadaan) mereka yaitu dalam keadaan sempit dan kesusahan قَنِطِينَ (dalam keadaan putus asa).
Dan عجب disini bukan berarti Allah subhanahu wata’ala tidak mengetahui sebabnya, kalau makhluk terheran-heran itu biasanya karena kita tidak mengetahui sebabnya, sehingga dikatakan
اذا علم السبب بطل العجب
apabila sudah diketahui sebabnya maka akan hilang ta’ajub kita, seseorang misalnya melihat yang memiliki sesuatu permainan kemudian kok bisa terjadi seperti ini, tapi setelah kita di diberitahu tentang rahasianya maka setelah itu kita tidak akan heran lagi, berarti keheranan disini ini karena ketidaktahuan sehingga dikatakan
اذا علم السبب بطل العجب
Apabila diketahui sebabnya maka hilang keheranan kita.
Tapi disini Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat heran bukan karena Allah subhanahu wata’ala tidak tahu tapi ini berdasarkan ilmu Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Mengetahui
يَنْظُرُ إِلَيْكُمْ أَزلينَ قَنِطِينَ
melihat kepada kalian dalam keadaan kesusahan dalam keadaan sudah putus asa dengan yang terjadi
فيظل يَنْظُرُ إِلَيْكُمْ يضحك
maka Allah subhanahu wata’ala melihat kepada kalian dalam keadaan tertawa
يَعْلَمُ أَنَّ فَرَجَكُمْ قَرِيبٌ
Allah subhanahu wata’ala mengetahui bahwasanya keluarnya kalian dari kesusahan ini adalah sangat dekat.
Maka disini ada penetapan sifat ‘ajab bagi Allah subhanahu wata’ala itu yang pertama, kemudian disini ada penetapan sifat An-Nadzhar bagi Allah subhanahu wata’ala (يَنْظُرُ إِلَيْكُمْ) kemudian juga sifat dhahik Allah subhanahu wata’ala (فيظل يَنْظُرُ إِلَيْكُمْ يضحك), ada sifat Al-‘Ilm bagi Allah subhanahu wata’ala (يَعْلَمُ أَنَّ فَرَجَكُمْ قَرِيبٌ). Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan Syaikhul Islam mengatakan disini
حَدِيثٌ حَسَنٌ
hadits ini adalah hadits yang hasan.
Di dalam lafadz Ibnu Majah disebutkan ضحك رَبُّنَا bukan عَجِبَ رَبُّنَا
ضحك ربنا من قنوط عباده وقرب غيره
Rabb kita tertawa terhadap putus asa sebagian hambanya dan dekatnya perubahan
قال قلت: يا رسول الله! أو يضحك الرب؟
Kemudian aku berkata (Abu Razīn) Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Apakah Allah subhanahu wata’ala tertawa
قال: نعم
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan Iya
قلت: لن نعدم من رب يضحك خيراً
maka Abu Razīn mengatakan kami tidak akan kehilangan kebaikan dari Rabb yang tertawa.
Maka hadits ini seandainya dia adalah hadits yang tetap sebagai mana di katakan Syaikhul Islam yaitu hadits yang hasan maka menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat dhahik, dan kalau dia datang dengan lafadz ‘ajiba berarti menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Al-‘Ajab.
Dan sebagian ulama ada yang mendhaifkan, seandainya dia adalah hadits yang dhaif maka sifat Al-‘Ajab bagi Allah subhanahu wata’ala ditetapkan dalam sebuah ayat, Firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat Ash-Shaffat ayat yang ke 12
بَلۡ عَجِبۡتَ وَيَسۡخَرُونَ
Akan tetapi engkau heran dan mereka mengolok-olok
Abdullah ibn Mas’ud radhiallahu ta’ala ‘anhu membacanya
بَلۡ عَجِبۡتُ وَيَسۡخَرُونَ
Akan tetapi Aku heran dan mereka mengolok-olok
Seandainya hadits tadi adalah hadits yang dhaif maka sifat Al-‘Ajab bagi Allah subhanahu wata’ala ada didalam ayat qira’ah Abdullah ibn Mas’ud. Bahkan disana ada hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan haditsnya adalah hadits yang hasan lighairih dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ
Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala heran terhadap seorang pemuda yang tidak memiliki صَبْوَةٌ (keinginan untuk mengikuti hawa nafsu), yaitu seorang pemuda yang sholeh seorang pemuda yang bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala, tidak seperti pemuda-pemuda yang lain yang mereka di masa-masa seperti itu dalam keadaan kuat-kuatnya badan masih sehat banyak waktu luang, kebanyakan diantara mereka mengikuti hawa nafsunya mengikuti syahwatnya dan ini yang terjadi, tapi pemuda ini dia tidak memiliki keinginan untuk melampiaskan seluruh hawa nafsunya, dia memiliki hawa nafsu tapi dia menahannya karena Allah subhanahu wata’ala maka Allah subhanahu wata’ala heran terhadap pemuda yang demikian. Hadits ini hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya dan dia adalah hasan lighairih menunjukkan tentang tetapnya sifat Al-‘Ajab bagi Allah subhanahu wata’ala.
Jadi intinya hadits ini ada yang mengatakan hasan dan ada yang mengatakan dhaif, kalau dia adalah hadits yang hasan maka menunjukkan tentang sifat Al-‘Ajab bagi Allah subhanahu wata’ala, dan sifat An-Nadzhar bagi Allah subhanahu wata’ala ada di dalam dalil yang lain, sifat yadhak demikian pula ada didalam hadits yang sebelumnya, kemudian juga sifat Al-‘Ilm juga ada di dalam dalil yang lain, kalau seandainya hasan maka menetapkan sifat-sifat yang tadi. Kalau dia adalah hadits yang dhaif maka sifat ‘ajab ada di dalam Al-Qur’an dan juga ada di dalam hadits yang lain.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]