Halaqah yang ke-102 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Masuk kita pada pembahasan sifat-sifat yang telah tetap di dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang sifat Al-’Uluw (sifat tinggi) bagi Allah subhanahu wata’ala. Beliau menyebutkan di sini
وَقَوْله
dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
أَلاَ تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Ucapan Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam: Apakah kalian tidak percaya kepadaku sedangkan aku adalah orang yang dipercaya oleh Dzat yang ada di atas. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim.
Ada sebuah kisah di sini Abu Sa’id al-khudri mengatakan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengutus kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan saat itu Ali berada di Yaman
بذُهَيْبَةٍ في أدِيمٍ مَقْرُوظٍ
dengan sebuah emas
لَمْ تُحَصَّلْ مِن تُرَابِهَا
yang belum dipisahkan dari tanahnya
قالَ: فَقَسَمَهَا بيْنَ أرْبَعَةِ نَفَرٍ، بيْنَ عُيَيْنَةَ بنِ بَدْرٍ، وأَقْرَعَ بنِ حابِسٍ، وزَيْدِ الخَيْلِ، والرَّابِعُ: إمَّا عَلْقَمَةُ وإمَّا عَامِرُ بنُ الطُّفَيْلِ
kemudian itu dibagikan untuk empat orang ‘Uyaynah ibn Badr, Aqra’ ibn Ḥabis, Zayd Al-Khayl kemudian yang ke-4 ada yang mengatakan ‘Alqamah dan ada yang mengatakan ‘Āmir ibn Thufayl
فَقالَ رَجُلٌ مِن أصْحَابِهِ: كُنَّا نَحْنُ أحَقَّ بهذا مِن هَؤُلَاءِ
maka ada seseorang yang mengatakan kami lebih berhak dengan benda ini (harta ini) daripada mereka (ada yang mengucapkan demikian artinya dia merasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salah atau tidak amanah dalam membagikan)
فَبَلَغَ ذلكَ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ
kemudian yang demikian sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian mengucapkan ucapan ini
ألَا تَأْمَنُونِي وأَنَا أمِينُ مَن في السَّمَاءِ، يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا ومَسَاءً
apakah kalian tidak percaya kepadaku, menunjukkan bahwasanya seorang muslim harus percaya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam percaya tentang khabar Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tentang pembagian Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan pembagian Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pembagian yang paling adil
وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ
[Al-Hasyr:7]
tidak boleh ada didalam hatinya perasaan su’udzon kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, apa yang Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lakukan itulah yang terbaik, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang amanah orang yang bisa dipercaya, kenapa kita tidak percaya kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
وأَنَا أمِينُ مَن في السَّمَاءِ
sedangkan aku adalah yang dipercaya oleh Dzat yang berada di atas, Allah subhanahu wata’ala saja percaya kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan kalam-Nya untuk menyampaikan wahyu-Nya, Allah subhanahu wata’ala pilih Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan Allah subhanahu wata’ala tunjuk Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan menjadi rasul yang terakhir, bahkan bukan hanya sekali diwahyukan kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam di waktu pagi maupun di waktu petang menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mempercayai Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Mengetahui dzahir dan batin seseorang, ketika Allah subhanahu wata’ala mempercayakan kepada seseorang menunjukkan dia adalah orang yang Amin (orang yang benar-benar bisa dipercaya) tidak ada pengkhianatan di dalamnya, maka ini adalah hujjah yang sangat kuat tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak percaya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam baik dalam khobar maupun dalam pembagian
ألَا تَأْمَنُونِي وأَنَا أمِينُ مَن في السَّمَاءِ
Apakah kalian tidak percaya kepadaku sedangkan aku adalah yang dipercaya oleh yang ada di langit. Berarti disini مَن في السَّمَاءِ yang ada di atas atau yang ada di atas langit sebagaimana telah berlalu, inilah syahidnya dan ini menjadi dalil bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Al-‘Uluw
رَوَاهُ البخاري وَغَيرُهُ
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan selainnya bahkan Imam Muslim pun beliau juga menyebutkan hadits ini dalam shahihnya yaitu di dalam Kitab Zakat Bab Penyebutan Khowarij Dan Juga Sifat-Sifatnya karena memang setelah ini ada kisah, yang mengatakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
ويْلَكَ
celaka kamu
أوَلَسْت أحَقَّ أهْلِ الأرْضِ أنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ
bukankah Engkau adalah orang yang paling pantas untuk taqwa kepada Allah subhanahu wata’ala di permukaan bumi ini, dan dia meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan sampai Khalid ibn Walid mengatakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
ألَا أضْرِبُ عُنُقَهُ؟
Bolehkah aku memenggal kepala orang ini, dan kisahnya ada dalam hadits ini di dalam Shahih Bukhari.
وَقَوْله: والعرش فوق ذلك، والله فوق العرش، وهو يعلم ما أنتم علي
dan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan ‘arsy diatas itu semuanya dan Allah subhanahu wata’ala di atas arsy-Nya dan Dia mengetahui apa yang kalian kerjakan.
Syahidnya disini
وَاللهُ فَوْقَ الْعَرْشِ
dan Allah subhanahu wata’ala berada di atas ‘arsy-Nya, فَوْقَ artinya adalah di atas ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada diatas, dan ‘arsy di atas semuanya karena ‘arsy ini adalah makhluk Allah subhanahu wata’ala yang paling tinggi
والعرش فوق ذلك
dan ‘arsy di atas semuanya, yaitu di atas langit di atas kursiy bahkan di atas surga, di adalah makhluk yang paling tinggi dan dia adalah makhluk yang paling besar dan dia adalah makhluk yang pertama menurut pendapat yang lebih rajih
وَاللهُ فَوْقَ الْعَرْشِ
dan Allah subhanahu wata’ala berada di atas ‘arsy, dan Allah subhanahu wata’ala tidak butuh dengan ‘arsy, ‘arsy yang butuh dengan Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala lah yang menahan ‘arsy sehingga tidak tidak terjatuh, ‘arsy yang butuh kepada Allah subhanahu wata’ala sedangkan Allah subhanahu wata’ala beristiwa di atasnya dan Allah subhanahu wata’ala tidak butuh dengan ‘arsy.
وَهُوَ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ
Dan Dia mengetahui apa yang kalian ada di atasnya, maksudnya apa yang kalian kerjakan dan disini digabungkan antara ketinggian Allah subhanahu wata’ala dengan dalamnya ilmu Allah subhanahu wata’ala, ketinggian Allah subhanahu wata’ala bukan berarti Allah subhanahu wata’ala tidak tahu apa yang ada di sini, Allah subhanahu wata’ala Dia Maha Tinggi dan Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui apa yang ada di bumi dan di tempat yang lain, tidak ada yang samar bagi Allah subhanahu wata’ala.
Tidak ada pertentangan antara tingginya Allah subhanahu wata’ala dengan ilmunya Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luas, dan ini sudah kita isyaratkan ketika kita membahas apa yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan di dalam surat Al-Hadid dan juga surat Al-Mujadalah, yaitu Firman Allah subhanahu wata’ala tentang ma’iyatullah
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ
إِلاَّ هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا
dan disebutkan di situ tentang ilmu Allah subhanahu wata’ala dan juga ma’iyatullah, kalau yang dalam surat Al-Hadid disebutkan tentang ketinggian Allah subhanahu wata’ala yaitu Allah subhanahu wata’ala beristiwa diatas ‘arsy kemudian juga disebutkan tentang ma’iyatullah, ma’iyah ‘ilmiyyah Allah subhanahu wata’ala berada di atas ‘arsy dan Dia mengetahui segala sesuatu, disini juga demikian, sehingga seperti diucapkan sebagian Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang Maha Tinggi sekaligus Dia sangat dekat dan sangat mengetahui dan Dia-lah yang qarīb (sangat dekat) dengan kita dan Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang berada di atas.
Tidak ada pertentangan di antara dua perkara ini, karena isykal baginya bagaimana Allah subhanahu wata’ala mengetahui segala sesuatu kalau Allah subhanahu wata’ala berada di atas ‘arsy sehingga dia memaknai atau meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala fi kulli makan (dimana-mana) karena ingin menyampaikan kepada kita bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mengetahui segala sesuatu, tidak, Allah subhanahu wata’ala sebagaimana Allah subhanahu wata’ala kabarkan diatas ‘arsy dan Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui segala sesuatu, tidak ada yang samar bagi Allah subhanahu wata’ala dan Dia berada diatas ‘arsynya.
Hadits ini adalah ringkasan dari hadits yang dikenal dengan حديث الأوعال yaitu delapan malaikat, yang disebutkan dalam hadits Abbas bin Abdul Muththalib, beliau mengatakan
كُنتُ فِي البَطْحَاءِ فِي عِصَابَةٍ فِيهِم رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
Aku di bathha’ dan bersama beberapa orang diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
فَمَرَّت بِهِم سَحَابَةٌ ، فَنَظَرَ إِلَيهَا
maka lewat sebuah awan kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melihat ke awan tersebut
فَقَالَ : ” مَا تُسَمُّونَ هَذِهِ ؟
kalian menamakan apa ini?
قالوا : السَّحَابُ
ini adalah awan
قَالَ : وَالمُزنُ
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan dan al-muzn
قَالُوا : وَالمُزنُ
ini adalah nama lain dari saḥab
قَالَ : وَالعَنَانُ
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan وَالعَنَانُ, jadi namanya al-muzn / al-‘anan / as-saḥab,
قَالُوا : وَالعَنَان
Abu Bakar mengatakan mereka juga mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengatakan وَالعَنَان, yaitu namanya di antaranya adalah al-‘anan
قال : ” هَل تَدرُونَ مَا بُعدُ مَا بَينَ السَّمَاءِ وَالأَرضِ ؟ ” قالوا : لا نَدرِي
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan menurut kalian berapa jarak antara kalian dengan langit, mereka mengatakan kami tidak tahu
قَالَ : ” إِنَّ بُعدَ مَا بَينَهُمَا إِمَّا وَاحِدَةٌ أَو اثنَتَانِ أَو ثَلاثٌ وَسَبعُونَ سَنَةً ، ثُمَّ السَّمَاءُ فَوقَهَا كَذَلِكَ
Sesungguhnya jarak antara kalian dengan langit (yang pertama) adalah 71 atau 72 atau 73 tahun (Allahua’lam disini adalah perjalanan seekor onta dengan kecepatan yang sedang) dan langit yang berada diatasnya demikian (artinya jaraknya juga sama)
حَتَّى عَدَّ سَبعَ سَمَوَاتٍ
sampai Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghitung tujuh langit
ثُمَّ فَوقَ السَّابِعَةِ بَحرٌ
kemudian setelah langit yang ketujuh ada baḥr yaitu laut yang luas
بَينَ أسفَلِهِ وَأَعْلاهُ مِثلُ مَا بَينَ سَمَاءٍ إِلَى سَمَاءٍ
jarak antara atasnya dan bawahnya ini seperti jarak antara satu langit dengan langit yang lain
ثُمَّ فَوقَ ذَلِكَ ثَمَانِيَةُ أَوْعَالٍ
kemudian diatasnya ada delapan malaikat
بَينَ أَظلافِهِم وَرُكَبِهِم مِثلُ مَا بَينَ سَمَاءٍ إِلَى سَمَاءٍ
antara أَظلافِهِم وَرُكَبِهِم, adzhlaf ini disebutkan dalam syarah bahwasanya adzhlaf bagi sapi atau kambing ini seperti sepatunya kuda, jadi kalau untuk sapi dan juga kambing namanya adzhlaf kalau untuk kuda namanya hafits, sejenis, antara itu dengan وَرُكَبِهِم dengan lutut-lutut mereka, antara telapak kakinya tadi dengan lututnya itu jaraknya adalah seperti antara langit dengan langit berikutnya. Ini menunjukkan tentang besarnya malaikat tadi dan itu jumlahnya bukan hanya satu tapi ada delapan
ثُمَّ عَلَى ظُهُورِهِم العَرشُ
kemudian diatas punggung-punggung mereka ada al-‘arsy
بَينَ أَسفَلِهِ وَأَعلاهُ مِثلُ مَا بَينَ سَمَاءٍ إِلَى سَمَاءٍ
antara atasnya dan bawahnya itu seperti antara langit dengan langit berikutnya
ثُمَّ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَوقَ ذَلِكَ
kemudian Allah subhanahu wata’ala di atasnya.
Hadits ini disini Syaikhul Islam mengatakan diriwayatkan oleh Abu Dawud dan juga At-Tirmidzi dan selain keduanya dan yang saya bacakan tadi lafadz Ibnu Majah. Syaikh Al-Albani beliau mendhaifkan hadits ini.
Seandainya ini adalah hadits yang dhaif maka kita berpegang dengan ucapan Syaikhul Islam yang awal bahwasanya dalam masalah nama dan juga sifat berpegang dengan hadits-hadits yang shahih. Kenapa beliau mendatangkan hadits ini, beliau sepertinya menghukumi hadits ini dengan hasan atau shahih karena memang ada sebagian yang menghasankan tapi bukan dari haditsnya Abbas haditsnya Abdullah bin Mas’ud, menghasankan hadist ini.
Allahua’lam seandainya ini adalah hadits yang hasan maka menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala adalah di atas ‘arsy dan Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat ‘Uluw dan seandainya dia adalah hadits yang tidak shahih maka ketinggian Allah subhanahu wata’ala telah tetap di dalam dalil-dalil yang lain.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]