Halaqah yang ke-104 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Masuk kita pada pembahasan sifat-sifat yang telah tetap di dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang sifat Al-’Uluw (sifat tinggi) bagi Allah subhanahu wata’ala. Beliau menyebutkan di sini
وَقَوْله صلى الله عليه وسلم : اللهُمَّ رَبَّ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ وَالأَرْضِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، مُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنَ
dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Ya Allah subhanahu wata’ala Rabb langit yang tujuh dan Rabb bumi dan Rabb ‘arsy yang besar dan Rabb kami dan Rabb segala sesuatu, maka ini semua adalah tawassul dengan rububiyah Allah subhanahu wata’ala atas seluruh makhluk-makhluk tadi
فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى
Engkaulah yang membuka al-ḥab (biji-bijian seperti jagung, beras, dll) dan an-nawa (biji yang ada di dalam buah misalnya kurma), Allah subhanahu wata’ala membukakan dia sehingga dia tumbuh menjadi tanam-tanaman dan tumbuh-tumbuhan tanpa ada campur tangan dari kita, Allah subhanahu wata’ala yang membukakannya dan Allah subhanahu wata’ala yang menumbuhkannya
مُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنَ
Engkaulah yang telah menurunkan Taurat Injil dan juga Al-Qur’an
أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي وَمِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا
Aku berlindung kepada-Mu Ya Allah subhanahu wata’ala (setelah bertawassul dengan rububiyah Allah subhanahu wata’ala dan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang membuka al-ḥab dan an-nawa dan yang telah menurunkan Taurat dan Injil dan Al-Qur’an kemudian berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala) dari kejelekan segala sesuatu yang merangkak/berjalan di permukaan bumi (kalau memang dia memiliki kejelekan maka kita berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari kejelekan tersebut) yang dimana Engkau yang memegang ubun-ubun (bagian depan dari kepala)
أَنْتَ الأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ
(setelah berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala kemudian memuji Allah subhanahu wata’ala lagi dan mengatakan) Engkau adalah Al-Awwal Ya Allah subhanahu wata’ala maka tidak ada sebelum-Mu sesuatu
وَأَنْتَ الآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيءٌ
dan Engkau adalah yang akhir tidak ada setelah-Mu sesuatu, yaitu Allah subhanahu wata’ala yang terus ada
وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ
dan Engkau adalah Dzahir tidak ada di atas-Mu sesuatu, menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Al-‘Uluw karena yang ada dalam nama Allah subhanahu wata’ala Adz- Dzahir maknanya adalah ‘Uluw, dan sudah berlalu penafsiran tentang apa yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan dalam surat Al-Hadid
هُوَ الأَوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ
ini di jelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits ini
وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ
dan Engkau adalah yang Bathin (dan sudah berlalu penjelasannya) maka tidak ada yang lebih dekat daripada diri-Mu. Di sini ada penggabungan antara sifat Dzuhur bagi Allah subhanahu wata’ala dan juga sifat Bathiniyyah, Allah subhanahu wata’ala berada di atas ‘arsy Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat ‘Uluw dan Allah subhanahu wata’ala yang paling mengetahui perkara-perkara yang dalam, tidak ada yang lebih mengetahui daripada Allah subhanahu wata’ala bahkan Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang lebih mengetahui tentang diri kita daripada kita sendiri, yang lebih mengetahui tentang komputer ini daripada yang membuat komputer itu sendiri, tidak ada yang lebih dekat daripada Allah subhanahu wata’ala.
اقْضِ عَنِّي الدَّيْنَ
(maka Ya Allah subhanahu wata’ala) tunaikanlah dan bayarkanlah untuk hutang
وَأَغْنِنِي مِنَ الْفَقْرِ
dan jauhkanlah aku dari kefaqiran.
Ini menunjukkan tentang doa yang agung ini, didalamnya ada tawassul dengan nama-nama Allah subhanahu wata’ala dan juga ada permohonan kepada Allah subhanahu wata’ala untuk di tunaikan hutangnya dan doa ini menunjukkan keinginannya dia, ketika seseorang berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala Ya Allah subhanahu wata’ala mudahkanlah saya untuk membayar hutang berarti ada keinginan untuk membayar hutang dan keinginan yang sungguh-sungguh ini diwujudkan dalam doa semoga menjadi sebab untuk dimudahkan membayar hutangnya.
Karena ada sebagian dia bermudah-mudah dengan masalah utang bahkan mungkin di dalam hatinya ada niat untuk tidak mengembalikan tadi, adapun seorang yang takut kepada Allah subhanahu wata’ala dan mengetahui bahwasanya kedzhaliman di hari kiamat akan diadili oleh Allah subhanahu wata’ala maka dia akan berusaha untuk mengembalikan hak orang lain, diantaranya adalah dengan berdoa karena tidak ada yang bisa menunaikan hutang kita kecuali Allah subhanahu wata’ala, dan ini kadang mungkin dilupakan oleh sebagian. Dia memiliki banyak hutang tapi dia tidak pernah berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala untuk dimudahkan dalam membayar, sehingga berpuluh-puluh tahun dia dalam keadaan berhutang dan berhutang.
Syahidnya disini
وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ
yang lainnya ada sifat-sifat yang lain Al-Awwal Al-Akhir ini nama Allah subhanahu wata’ala dan sudah berlalu Al-Awwal mengandung al-awwaliyyah Al-Akhir mengandung al-akhiriyyah Adz-Dzhahir mengandung sifat Dzhuhur Al-Bathin mengandung sifat huruf bathiniyyah atau butūn, tapi syahidnya disini adalahوَأَنْتَ الظَّاهِرُ karena kita melihat setelahnya dan juga sebelumnya ini sedang berbicara tentang ketinggian Allah subhanahu wata’ala. Di sini ada sifat rububiyah ada sifat uluhiyyah, ada sifat yang terkandung dalam فَالِقَ ada sifat tanzil ada sifat al-akhdzu أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا
وَقَوْله صلى الله عليه وسلم لَمَّا رَفَعَ الصَّحَابَةُ أَصْوَاتَهُمْ بِالذِّكْرِ: ((أَيُّهَا النَّاسُ! أرْبِعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ؛ فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا، إِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا قَرِيبًا. إِنَّ الَّذي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ)). مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
dan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika para sahabatnya mengangkat suara-suara mereka dengan dzikir, mereka mengangkat dzikir mereka tahlil mereka takbir mereka mengangkat suaranya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
أَيُّهَا النَّاسُ
Wahai manusia
أرْبِعُوا
pelan-pelanlah/sayangilah
عَلَى أَنْفُسِكُمْ
diri kalian, menunjukkan bahwa asalnya seseorang ketika berdzikir itu melirihkan suaranya bukan mengeraskan suaranya
فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا
karena sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli dan kalian tidak berdoa kepada Dzat yang jauh (ghaib), karena kita teriak itu sebabnya mungkin yang pertama orang yang kita ajak bicara sulit mendengar, pendengarannya kurang sehingga kita teriak-teriak atau yang kedua dia tidak kurang dalam pendengaran tapi dia jauh sehingga kita harus keras suaranya, ternyata Allah subhanahu wata’ala tidak tuli dan Dia tidak ghaib
إِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا
Sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat yang sangat mendengar (kenapa harus mengeraskan suara, Allah subhanahu wata’ala sangat mendengar) dan Dia Maha Dekat, maka tidak ada hajat untuk mengeraskan suara kita di dalam berdzikir, berarti disini ada penetapan sifat mendengar bagi Allah subhanahu wata’ala dan juga sifat dekat bagi Allah subhanahu wata’ala
إِنَّ الَّذي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ
Sesungguhnya yang kalian berdoa kepada-Nya (Allah subhanahu wata’ala) lebih dekat kepada salah seorang diantara kalian daripada leher ontanya.
Artinya Allah subhanahu wata’ala sangat mengetahui apa yang terjadi di seluruh permukaan bumi termasuk diantaranya adalah apa yang ada pada diri kita
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim
قَوْلُهُ: ((إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ الْقَمَرَ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، لاَ تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن لاَّ تُغْلَبُوا عَلَى صَلاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَصَلاةٍ قَبْلَ غُرُوبِهَا؛ فَافْعَلُوا)). مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan pada malam purnama, yang di samakan disini adalah ru’yahnya yaitu sebagaimana kita melihat bulan di malam bulan purnama maka kita akan melihat Allah subhanahu wata’ala, bukan mar’i nya tapi cara melihatnya, buktinya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelahnya mengatakan kalian tidak akan تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan فِي رُؤْيَتِهِ berarti yang disamakan disini adalah ru’yahnya.
Sebagaimana ketika seseorang melihat bulan di malam bulan purnama, kita dan juga orang lain tidak تُضَامُونَ (ada yang mengartikan tidak saling mendzhalimi satu dengan yang lain, dan ada yang mengatakan tidak saling berdesak-desakan), demikian ketika kelak dihari kiamat yaitu di surga maka orang-orang yang beriman akan melihat Allah subhanahu wata’ala tanpa berdesak-desakan, mereka jumlahnya banyak tapi masing-masing mereka melihat Allah subhanahu wata’ala di tempatnya masing-masing tanpa mereka berdesak-desakan.
فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن لاَّ تُغْلَبُوا عَلَى صَلاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَصَلاةٍ قَبْلَ غُرُوبِهَا
Oleh karena itu apabila kalian bisa untuk tidak dikalahkan (untuk tidak meninggalkan) shalat sebelum terbitnya matahari (shalat shubuh) dan shalat sebelum tenggelamnya (shalat ashar)
فَافْعَلُوا
maka hendaklah kalian lakukan.
Ini menunjukkan tentang keutamaan shalat Subuh dan shalat Ashar, hendaklah kita perhatikan dan jangan sampai kita ketinggalan shalat berjamaah Subuh demikian pula shalat Ashar karena ini dua shalat yang termasuk shalat yang paling mulia sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan disini kalau bisa kalian tidak ketinggalan shalat sebelum terbitnya matahari dan sebelum tenggelamnya matahari hendaklah kalian lakukan.
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim
إِلَى أَمْثَالِ هَذِهِ الأَحَادِيثِ الَّتِي يُخْبِرُ فِيهَا رِسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَن رَّبِهِ بِمَا يُخْبِرُ بِهِ؛ فَإِنَّ الْفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ أَهْلَ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ يُؤْمِنُونَ بِذَلِكَ
Dan yang semisal dengan hadits-hadits ini, ini menunjukkan apa yang beliau sebutkan tadi sebagian hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bukan semuanya yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan di dalamnya tentang Allah subhanahu wata’ala
يُخْبِرُ فِيهَا رِسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَن رَّبِهِ بِمَا يُخْبِرُ بِهِ
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan di dalam hadits-hadits tadi tentang Allah subhanahu wata’ala, tentang nama-Nya tentang sifat-Nya dan Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah makhluk yang paling tahu tentang Allah subhanahu wata’ala, sehingga dalam hadits
أنا أعلمكم بالله
Aku adalah orang yang paling tahu tentang diri Allah subhanahu wata’ala di antara kalian dan aku adalah yang paling takut kepada Allah subhanahu wata’ala. Kalau kita mengakui Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lebih tahu tentang Allah subhanahu wata’ala maka apa yang Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kabarkan tentang Allah subhanahu wata’ala tentang nama dan juga sifat-Nya harus kita benarkan kalau memang itu di dalam Hadits yang Shahih.
فَإِنَّ الْفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ أَهْلَ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ يُؤْمِنُونَ بِذَلِكَ
Maka sesungguhnya golongan yang selamat ahlussunnah wal jama’ah mereka beriman dengan semuanya itu. Berbeda dengan ahlul bida’ yang mereka mentakwil menolak atau mereka mentasybih
كَمَا يُؤْمِنُونَ بِمَا أَخْبَرَ اللهُ بِهِ فِي كِتَابِهِ؛ مِنْ غَيْرِ تَحْرِيفٍ وَلا تَعْطِيلٍ، وَمِنْ غَيْرِ تَكْيِيفٍ وَلاَ تَمْثِيلٍ؛ بَلْ هُمُ الْوَسَطُ فِي فِرَقِ الأُمَّةِ؛ كَمَا أَنَّ الأُمَّةَ هِيَ الْوَسَطُ فِي الأُمَمِ
sebagaimana mereka beriman dengan apa yang Allah subhanahu wata’ala kabarkan di dalam kitab-Nya (dari sunnah dan juga kitab Allah subhanahu wata’ala) tanpa mentahrif tanpa menta’thil tanpa mentakyif dan tanpa mentamtsil.
Berarti di sini menguatkan kembali dan beliau mengingatkan kembali yang beliau sebutkan di awal yaitu tanpa tahrif tanpa ta’thil tanpa takyif dan tanpa tamtsil (pengertiannya sudah berlalu), bahkan mereka ini adalah pertengahan diantara aliran-aliran umat ini sebagaimana umat ini adalah pertengahan di antara umat-umat yang lain.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]