Materi HSI pada halaqah ke-5 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Nawaqidul Islam adalah tentang penjelasan pembatal keislaman pertama bagian 2. Setelah kita mengetahui bahwa menyekutukan Allah di dalam ibadah membatalkan keislaman, maka wajib bagi kita mengetahui apa itu ibadah. Orang yang tidak mengetahui makna ibadah, dikhawatirkan dia akan menyerahkan sebagian ibadah kepada selain Allah.
Ibadah adalah:
اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَفعَالِ الظَّاهِرَةِ وَالبَاطِنَةِ
“Seluruh perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan yang dhohir maupun yang batin.”
Kita mengetahui sesuatu ucapan atau perbuatan dicintai dan diridhoi oleh Allah dari kabar yang Allah sebutkan di dalam Al Qur’an atau kabar Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan-Nya.
Terkadang kita mengetahui sesuatu ucapan atau amalan dicintai oleh Allah ketika Allah mengabarkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut, misalnya Allah berfirman,
وَٱللَّهُ یُحِبُّ ٱلصَّـٰبِرِینَ
[Surat Ali Imran 146]
“Dan Allah mencintai orang-orang yang bersabar.”
Dalam ayat ini Allah mengabarkan bahwasanya Allah mencintai orang-orang yang bersabar, mencintai sifat sabar. Kalau sabar dicintai oleh Allah, berarti sabar adalah ibadah. Dan kalau ibadah, maka tidak boleh diserahkan kepada selain Allah.
Dalam ayat yang lain Allah mengabarkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (Al Baqarah 195). Mencintai orang-orang yang bertaubat dan membersihkan diri dari dosa (Al Baqarah 222). Dan terkadang kita mengetahui Allah mencintai sebuah amalan atau ucapan karena Allah memerintahkan dengan amalan tersebut. Dan setiap yang Allah perintahkan berarti dicintai Allah. Dan kalau amalan tersebut dicintai maka amalan tersebut adalah ibadah. Dan kalau amalan tersebut adalah ibadah, maka tidak boleh diserahkan kepada selain Allah.
Contoh amalan yang diperintahkan adalah sholat dan zakat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan,
وَأَقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ
“Dan hendaklah kalian mendirikan sholat dan membayar zakat.” [Al Baqarah 43]
Di sini Allah memerintahkan untuk mendirikan sholat dan membayar zakat. Berarti keduanya dicintai oleh Allah, karena Allah tidak memerintahkan kecuali sesuatu yang dicintai dan diridhoi. Berarti sholat dan zakat adalah ibadah, hanya untuk Allah dan tidak boleh diserahkan kepada selain Allah.
Dan terkadang kita mengetahui Allah mencintai sebuah amalan ketika Allah memuji orang-orang yang mengamalkannya. Karena Allah tidak memuji kecuali orang-orang yang Dia cintai. Yang mereka mengamalkan apa yang dicintai oleh Allah. Misalnya Allah berkata memuji orang-orang yang menunaikan nadzarnya.
(یُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ وَیَخَافُونَ یَوۡمࣰا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِیرࣰا)
[Surat Al-Insan 7]
Pujian Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka adalah orang-orang yang menyempurnakan nadzarnya dan takut dengan suatu hari yang kejelekannya menyelimuti.
Pujian Allah Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan bahwasanya Allah mencintai orang-orang yang menyempurnakan nadzar dan perbuatan tersebut.
Ibadah ada yang berupa ucapan dan ada yang berupa perbuatan. Berupa ucapan seperti mengucapkan tasbih, tahlil, tahmid, bersholawat atas Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam, membaca Al Qur’an, berdo’a, dll.
Berupa amalan seperti melakukan sholat, membayar zakat, berjihad, berhaji, dll.
Ibadah ada yang dhohir dan ada yang batin. Ibadah yang dhohir artinya adalah ibadah yang bisa terlihat oleh orang lain, seperti sholat, jihad, dll.
Ibadah yang batin adalah ibadah yang ada di dalam hati manusia, seperti tawakal kepada Allah, cinta kepada Allah, takut kepada Allah, kembali atau inabah kepada Allah, dll. Semua ini adalah ibadah. Dan semua ibadah harus diserahkan hanya kepada Allah. Tidak boleh sedikitpun diserahkan kepada selain Allah. Barangsiapa yang menyerahkan sebagian ibadah dari ibadah-ibadah tadi kepada selain Allah, maka dia telah menyekutukan Allah di dalam ibadah, dan ini merupakan pembatal keislaman yang paling besar.
Kemudian Syeikh menyebutkan dalil bahwa kesyirikan adalah pembatal keislaman, yaitu firman Allah,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا یَغۡفِرُ أَن یُشۡرَكَ بِهِۦ وَیَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن یَشَاۤءُۚ
[Surat An-Nisa’ 48 dan 116]
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki.”
Allah tidak mengampuni dosa syirik padahal Allah adalah Al Ghofur (Yang Maha Pengampun). Dan ini menunjukkan tentang betapa besarnya dosa syirik.
Dan yang dimaksud dosa syirik yang tidak diampuni di sini adalah ketika seseorang bertemu dengan Allah dalam keadaan membawa dosa syirik tersebut dan belum bertaubat di masa hidupnya. Dan maksud tidak diampuni adalah dia harus diadzab.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
مَن مَاتَ وهْوَ يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan dia menyekutukan Allah, maka dia masuk ke dalam neraka.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Seorang yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah, inilah orang yang masuk ke dalam neraka dan dialah yang tidak akan diampuni.
Dalam hadits yang lain, Beliau mengatakan,
مَن لَقِيَ اللهَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
“Barangsiapa yang bertemu dengan Allah dalam keadaan dia menyekutukan Allah, maka dia masuk ke dalam neraka.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Tapi kalau dia bertaubat dari perbuatan syirik tersebut di masa hidupnya, maka Allah Maha Pengampun dan Maha Pemberi Taubat. Sebesar apapun dosanya, baik berupa syirik, kekufuran, kenifakan, kalau dia bertaubat dengan taubat yang nasuha sebelum dia meninggal dunia, maka akan diampuni oleh Allah. Allah berfirman,
(۞ قُلۡ یَـٰعِبَادِیَ ٱلَّذِینَ أَسۡرَفُوا۟ عَلَىٰۤ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُوا۟ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ یَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِیعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِیمُ)
[Surat Az-Zumar 53]
“Katakanlah, Wahai hamba-hambaku yang telah berlebih-lebihan terhadap dirinya sendiri (melakukan kemaksiatan), janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Nawaqidul Islam]