Materi HSI pada halaqah ke-5 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Sirah nabawiyah adalah tentang penjelasan pokok pertama kitab Ushulussittah bagian 4. Kemudian beliau (rahimahullah) mengatakan:
وَأَظْهَرَ لَهُمُ الشِّرْكَ بِاللهِ فِي صُوْرَةِ مَحَبَّةِ الصَّالِحِيْنَ وَاتِّبَاعِهِمْ
Dan mereka (syaithan) menjerumuskan manusia kedalam kesyirikan kepada Allah.
Dengan cara apa?
Dengan dipoles dan dihiasi, seakan-akan itu termasuk mahabatusshalihin (menyintai orang-orang yang shalih) dan mengikuti mereka.
Dan ini adalah termasuk makar dan tipu daya syaithan. Tidak langsung mengatakan asyrikbillah (hendaklah engkau menyekutukan Allah) tidak! Tapi menjerumuskan manusia kedalam kesyirikan dan dipoles dengan mengatakan, “Ini termasuk mencintai orang yang shalih, menjunjung kedudukan mereka, menghormati hak-hak mereka”.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita memahami agama ini, dan menampakkan kebenaran itu benar dan yang bathil adalah bathil.
Didalam agama Islam tidak ada pertentangan antara tauhId dan mencintai orang yang shalih, kita diperintahkan untuk mentauhIdkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencintai orang-orang yang shalih.
Siapakah orang-orang yang shalih?
- Orang shalih yang ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Orang yang sesuai amalannya dengan Al Qur’an dan juga hadIts-hadIts Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.
- Orang yang shalih dhahir maupun bathinnya.
Mereka adalah orang-orang memiliki kedudukan disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan ketaqwaan mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala diantara kalian adalah orang-orang yang paling bertaqwa diantara kalian”. (QS. Al Hujurat: 13)
Orang-orang shalih mereka bertingkat-tingkat ketaqwaannya, mereka adalah orang-orang yang mulia disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kita diperintahkan untuk menghormati mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَـٰٓؤُا۟
“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya adalah para ulama” (QS. Fathir: 28)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
“Para ulama adalah pewaris para nabi”
Mewarisi ilmu mereka, mengajak manusia untuk berpegang teguh dengan warisan para nabi, para ulama jelas memiliki keutamaan yang tinggi disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita diperintahkan untuk mencintai mereka mengikuti mereka didalam keshalihan ini, meneladani mereka didalam keshalihan ini.
Ini adalah cara untuk mencintai orang-orang yang shalih (yaitu) dengan mencintai mereka dengan hati kita sesuai dengan kadar keimanan mereka, mengikuti mereka, dan meneladani mereka didalam ibadah mereka kapada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Menghormati orang yang shalih dan mencintai mereka diperintahkan namun penghormatan ini memiliki batasan-batasan yang telah ditentukan syar’iat.
Ada batasan yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul Nya dan tidak boleh penghormatan kita kepada orang-orang shalih (para ulama, orang-orang yang zuhud, orang-orang yang mulia) melebihi dari batasan-batasan ini.
Kalau sampai melebihi maka masuk al ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang-orang shalih.
Dan ghuluw fi shalihin (ghuluw terhadap orang-orang shalih) adalah sebab terjadinya kesyirikan pertama kali dipermukaan bumi ini seperti yang terjadi pada kaumnya nabi Nuh alayhissallam.
Jadi kita diperintahkan menghormati orang yang shalih mencintai mereka dengan cara meneladani mereka, mengikuti mereka didalam amal shalihnya akan tetapi kecintaan ini memiliki batasan-batasan.
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela ahlul kitab karena mereka berlebih-lebihan terhadap nabi Isa alayhissallam.
Nabi Isa adalah seorang rasul, seorang hamba, tetapi mereka ghuluw (berlebih-lebihan), mengatakan bahwasanya nabi Isa alayhissallam adalah anak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَـٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَـٰبِ لَا تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْحَقَّ إِنَّمَا ٱلْمَسِيحُ عِيسَى ٱبْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ ٱللَّهِ وَكَلِمَتُهُۥٓ أَلْقَىٰهَآ إِلَىٰ مَرْيَمَ وَرُوحٌۭ مِّنْ هُفَـَٔامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِ
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul Nya” (QS. An Nissa’: 171)
Wahai ahlul kitab, janganlah kalian ghuluw didalam agama kalian dan janganlah kalian mengatakan atas nama Allah, kecuali yang hak kecuali yang memang ada dalIlnya sementara ucapan mereka Isa adalah anak Allah adalah sesuatu yang tanpa burhan tanpa ada dalIl dari Allah.
Sesungguhnya Isa bin Maryam adalah seorang Rasulullah bukan seorang anak Allah, dan kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang Allah tiupkan pada Maryam yaitu dengan ucapan Allah (kun fayakun).
Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela orang-orang ahlul kitab, orang-orang Nashrani karena mereka ghuluw terhadap orang yang shalih, para nabi adalah pemukanya orang-orang shalih.
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan beliau adalah sebaik-baik rasul (syayidul waladi Adam) namun beliau mencela umatnya untuk ghuluw terhadap beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam dan melarang mereka untuk ghuluw kepada beliau.
Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَىِ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ
“Janganlah kalian berlebih-lebihan terhadapku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebih-lebihan terhadap Isa ibnu Maryam”
Larangan dari beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam kepada kita semua meskipun kita mencintai beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Dan tidak akan dinamakan seseorang beriman sampai mencintai beliau lebih dari anaknya lebih dari orang tuanya, lebih dari semua manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Akan tetapi beliau melarang kita berlebih-lebihan terhadap beliau (shallallahu ‘alayhi wa sallam)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إنما أنا عبد فقولوا عبدالله ورسوله
“Sesungguhnya aku adalah seorang hamba bukan sesembahan bukan seorang Tuhan, tapi aku adalah seorang hamba yang menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”
Maka katakanlah oleh kalian bahwasanya aku adalah seorang hamba Allah dan juga seorang rasul.
Maka didalam syahadat واشهد ان محمدا عبده ورسوله dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba Allah dan juga rasul Nya.
- Pertama kita bersaksi bahwasanya beliau adalah seorang hamba artinya tidak disembah
- Kedua kita bersaksi bahwasanya beliau adalah seorang rasul artinya harus dibenarkan dan diikuti syar’iatnya.
Jadi beliau (shallallahu ‘alayhi wa sallam) sendiri melarang kita untuk ghuluw dan berlebih-lebihan terhadap beliau (shallallahu ‘alayhi wa sallam).
Kalau kita dilarang untuk berlebih-lebihan kepada beliau (shallallahu ‘alayhi wa sallam) tentunya kepada yang lain lebih dilarang.
Tidak ada yang lebih mulia kedudukannya disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali beliau (shallallahu ‘alayhi wa sallam).
Dan diantara bentuk ghuluw terhadap orang-orang shalih dizaman sekarang diantaranya,
- Berdo’a kepada orang-orang yang shalih yang sudah meninggal atau dinamakan dengan tawasul
- Demikian pula membangun kuburan mereka, menghias-hiasin kuburan mereka.
- Demikian pula ber’itikaf berdiam diri dikuburan mereka.
Ini semua termasuk bentuk ghuluw terhadap orang-orang shalih.
Berdo’a adalah termasuk ibadah yang tidak boleh diserahkan kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
***
[Disalin dari materi Halakah Silsilah Ilmiah (HSI) Abdullah Roy Bab Ushulussittah]