Di dalam shahih Muslim, Imam Muslim meriwayatkan bahwa datang Malaikat Jibril dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sedang bermain bersama anak-anak. Kemudian Malaikat Jibril membelah dada Beliau, mengeluarkan dari jantungnya segumpal darah hitam, kemudian membuangnya dan mencuci jantungnya di dalam bejana yang terbuat dari emas yang di dalamnya ada air zam-zam sehingga jantung tersebut bersih, kemudian mengembalikannya seperti semula.
Datanglah anak-anak tersebut melapor kepada Halimah bahwa Muhammad telah terbunuh. Kemudian mereka pun menyambut Muhammad dan Beliau dalam keadaan sudah berubah wajahnya.
Halimah sebagai ibu yang menyusui Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam merasa takut dengan kejadian aneh yang menimpa Muhammad. Maka dia pun mengembalikan Beliau kepada ibunya sampai berumur 6 tahun.
Pada tahun itulah Aminah mengajak Muhammad putranya yang sudah yatim untuk menziarahi kubur suaminya di kota Madinah dan bersama mereka Abdul Mutholib dan Ummu Aiman sang pembantu.
Ketika kembali pulang Aminah sakit dan meninggal di Al-Abwa, sebuah kota antara Madinah dan Mekkah.
Jadilah Muhammad yang masih sangat kecil tersebut dan sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian, hidup tidak memiliki orang tua.
Kemudian kembalilah Beliau bersama kakeknya yang sangat sayang kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan lebih disayangi daripada anak-anaknya yang lain.
Dahulu Abdul Mutholib memiliki tikar di sekitar Ka’bah. Tidak ada anak-anaknya yang berani duduk bersama Abdul Mutholib di atas tikar tersebut, karena menghormati bapaknya.
Namun Abdul Mutholib membiarkan Muhammad duduk bersamanya di atas tikar tersebut dan mengusap punggungnya dan senang melihat apa yang dia lakukan.
Ketika berumur 8 tahun meninggallah Abdul Mutholib (kakek yang sangat sayang kepada Beliau) dan sebelum meninggal Abdul Mutholib menyerahkan kepengurusan cucunya kepada Abu Tholib, paman Muhammad, saudara kandung Abdullah bin Abdul Mutholib.