Home » Halaqah 133: Beriman Kepada Takdir dengan Pembahasan Derajat Pertama yakni Ilmu dan Kitabah

Halaqah 133: Beriman Kepada Takdir dengan Pembahasan Derajat Pertama yakni Ilmu dan Kitabah

Halaqah yang ke-133 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mengatakan rahimahullah
وَالإِيمَانُ بِالْقَدَرِ عَلَى دَرَجَتَينِ؛ كُلُّ دَرَجَةٍ تَتَضَمَّنُ شَيْئَيْنِ
Beriman dengan takdir ini ada dua derajat/tingkatan masing-masing tingkatan tersebut mengandung dua perkara, berarti seluruhnya ada empat perkara dan sini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjadikan empat perkara tadi menjadi 2 derajat masing-masing derajat mengandung dua perkara
فَالدَّرَجَةُ الأُولَى
Maka derajat yang pertama
الإيمَانُ بِأَنَّ اللهَ تَعَالَى عَلِيمٌ بِالْخَلْق،ِ وَهُمْ عَامِلُونَ بِعِلْمِهِ الْقَدِيمِ
Derajat yang pertama (kalau kita ingin menyempurnakan iman kita dengan takdir Allah subhanahu wata’ala) adalah beriman bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mengetahui apa yang akan dilakukan oleh makhluk, sebelum Allah subhanahu wata’ala menciptakan makhluk Allah subhanahu wata’ala mengetahui apa yang akan mereka lakukan, maka ini menunjukkan qudratullah/kekuasaan Allah subhanahu wata’ala yang luar biasa, sebelum ciptaan tersebut diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala sudah mengetahui apa yang akan dia lakukan
بِعِلْمِهِ الْقَدِيمِ
dengan ilmu-Nya yang dari dulu, yang tidak diawali dengan kejahilan
الَّذِي هُوَ مَوْصُوفٌ بِهِ أَزَلاً وَأَبَدًا
Allah subhanahu wata’ala mengetahui apa yang akan dilakukan oleh makhluk dengan ilmu-Nya yang Dia memiliki sifat ilmu tadi أَزَلاً وَأَبَدًا, azali yaitu dari dulu Allah subhanahu wata’ala Maha Tahu wa abadan dan selama-lamanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat tersebut, artinya sifat ilmu ini adalah sifat dzatiyah yang tidak mungkin terlepas dari diri Allah subhanahu wata’ala, azalan dari dulu artinya Allah subhanahu wata’ala ilmu-Nya tidak didahului dengan kejahilan wa abadan dan selama-lamanya ilmu Allah subhanahu wata’ala tidak diakhiri dengan kelupaan.
لَّا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنسَى ٥٢
[Thaha]
Allah subhanahu wata’ala tidak dalam keadaan tidak tahu sebelumnya dan Allah subhanahu wata’ala tidak akan lupa, ilmu Allah subhanahu wata’ala tidak di awali dengan kebodohan dan tidak diakhiri dengan kelupaan
وَعَلِمَ جَمِيعَ أَحْوَالِهِم
Dan Allah subhanahu wata’ala mengetahui seluruh keadaan makhluk, apa yang akan mereka lakukan selama di dunia dan Allah subhanahu wata’ala mengetahui seluruh keadaan mereka
مِّنَ الطَّاعَاتِ
yang berupa ketaatan-ketaatan, apa amal shaleh yang akan dilakukan oleh fulan Allah subhanahu wata’ala mengetahui sebelum kita lakukan, si fulan akan menjadi seorang penuntut ilmu akan menjadi orang yang menjaga puasa senin-kamis nya misalnya akan menjaga Al-Qur’annya Allah subhanahu wata’ala mengetahui keadaan keadaan seseorang termasuk ketaatan mereka sebelum terjadi ketaatan tersebut
وَالْمَعَاصِي
demikian pula Allah subhanahu wata’ala mengetahui apa yang akan terjadi berupa kemaksiatan dosa yang dilakukan oleh makhluk sebelum terjadinya Allah subhanahu wata’ala mengetahui, si fulan akan berdusta akan melakukan riba akan berzina, Allah subhanahu wata’ala mengetahui keadaan-keadaan tersebut sebelum Allah subhanahu wata’ala menciptakan pelaku maksiat
وَالأَرْزَاقِ
dan Allah subhanahu wata’ala mengetahui tentang rezeki-rezeki bagi mereka sebelum mereka tercipta rezekinya sudah diketahui oleh Allah subhanahu wata’ala, si fulan akan diluaskan rezekinya adapun si fulan yang lain maka dia akan lebih sedikit rezekinya itu di bawah ilmu Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala mengetahuinya sebelum itu semua tercipta dan sebelum itu semua terjadi
وَالآجَالِ
demikian pula Allah subhanahu wata’ala mengetahui ajal manusia dan ajal makhluk seluruhnya, masing-masing mereka yang diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala ada ajal
كُلُّ مَنۡ عَلَيۡهَا فَانٖ ٢٦
Seluruh apa yang ada di permukaan bumi ini akan binasa, Allah subhanahu wata’ala mengetahui kapan masing-masing dari makhluk tersebut meninggal dunia dan berpindah ke alam barzakh.
Ini adalah derajat yang pertama terdiri dari dua perkara, perkara yang pertama adalah meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mengetahui segala sesuatu dan dalil bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mengetahui segala sesuatu banyak, dan sudah berlalu sebagiannya ketika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan tentang ayat-ayat sifat yang berisi Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat ilmu, diantaranya adalah Firman Allah subhanahu wata’ala
وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ
dan Allah subhanahu wata’ala Dialah yang mengetahui segala sesuatu, segala sesuatu mencakup apa yang sedang terjadi yang sudah terjadi yang akan terjadi itu semuanya masuk dalam segala sesuatu, dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٖ فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٖ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ ٥٩
[Al-An’am]
dan sudah berlalu penjelasannya. Dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَلَوۡ رُدُّواْ لَعَادُواْ لِمَا نُهُواْ عَنۡهُ وَإِنَّهُمۡ لَكَٰذِبُونَ ٢٨
[Al-An’am]
seandainya mereka dikembalikan niscaya mereka akan kembali melakukan apa yang dilarang, kembali kufur kembali syirik, ini kita sebutkan ayat ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mengetahui sesuatu yang dia tidak akan terjadi, seandainya dia terjadi bagaimana dia maka Allah subhanahu wata’ala mengetahui, bahkan masuknya seseorang ke dalam surga maupun ke dalam neraka maka ini adalah di bawah ilmu Allah subhanahu wata’ala
ما منكم من نفس إلا وقد علم منزله من الجنة والنار
tidak ada diantara kalian kecuali diketahui kedudukannya di surga maupun di neraka, itu semua adalah di bawah ilmu Allah subhanahu wata’ala, perkara yang pertama dalam derajat yang pertama. Perkara yang kedua
ثُمَّ كَتَبَ اللهُ فِي اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ مَقَادِيرَ الْخَلْقِ
Kemudian Allah subhanahu wata’ala menulis di dalam lauhul mahfūdz, al-lauḥ artinya adalah lembaran atau kitab, al-maḥfūdz artinya adalah yang terjaga, dia adalah al-lauḥul maḥfūdz yang terjaga, dijaga oleh Allah subhanahu wata’ala sehingga apa yang ada di sana tidak mungkin berubah
مَقَادِيرَ الْخَلْقِ
seluruh takdir para makhluk-Nya.
Ini adalah perkara yang kedua di dalam derajat yang pertama ini meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala menulis di dalam lauḥul maḥfūdz seluruh takdir makhluk-Nya dan ayat yang menunjukkan hal ini banyak di antaranya adalah Firman Allah subhanahu wata’ala
وَلَقَدۡ كَتَبۡنَا فِي ٱلزَّبُورِ مِنۢ بَعۡدِ ٱلذِّكۡرِ أَنَّ ٱلۡأَرۡضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ ٱلصَّٰلِحُونَ ١٠٥
Dan sungguh Kami telah tulis didalam kitab-kitab yang kami turunkan setelah ditulis didalam adz-dzikr, yang dimaksud dengan adz-dzikr disini adalah al-lauḥul maḥfūdz, dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
إِنَّا نَحۡنُ نُحۡيِ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَنَكۡتُبُ مَا قَدَّمُواْ وَءَاثَٰرَهُمۡۚ وَكُلَّ شَيۡءٍ أَحۡصَيۡنَٰهُ فِيٓ إِمَامٖ مُّبِينٖ ١٢
[Ya Sin]
Sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati dan Kamilah yang akan menulis apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas mereka dan segala sesuatu Kami hitung di dalam lauḥul maḥfūdz, Kami iḥsha maksudnya adalah Kami mengetahuinya Kami menjaganya Kami menetapkannya di dalam lauḥul maḥfūdz.
Adapun dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka dalam sebuah Hadits yang Shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرُ الخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah subhanahu wata’ala telah mentakdirkan, menulis takdir takdir makhluk-Nya disini dengan lafadz مَقَادِيْرُ الخَلاَئِقِ dan ini yang dibawakan oleh Syaikhul Islam, Allah subhanahu wata’ala menulis takdir takdir makhluk-makhluk-Nya dan makhluk-makhluk di sini umum, semua yang diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala baik Jin maupun manusia bahkan termasuk hewan diantaranya, Allah subhanahu wata’ala menulis tentang apa yang mereka lakukan rezeki mereka ajal mereka Allah subhanahu wata’ala menulisnya
قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ
sebelum Allah subhanahu wata’ala menciptakan langit dan bumi
بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ
dengan 50.000 tahun, berarti 50.000 tahun sebelum Allah subhanahu wata’ala menciptakan langit dan bumi takdir untuk kita dan makhluk yang lain ini sudah di tulis oleh Allah subhanahu wata’ala, apa yang Allah subhanahu wata’ala ketahui tadi dengan ilmu Allah subhanahu wata’ala yang azali yang abadi Allah subhanahu wata’ala menulisnya di dalam lauḥul maḥfūdz semua takdir.
Dan tidaklah terjadi di dunia ini kecuali apa yang sudah Allah subhanahu wata’ala tulis disini, tidak mungkin terjadi di permukaan bumi meskipun hanya sedikit meskipun hanya satu butir debu yang keluar dari apa yang sudah Allah subhanahu wata’ala tulis dalam lauḥul maḥfūdz. Seandainya ada debu yang terbang yang masuk kedalam hidung kita yang masuk ke dalam telinga kita misalnya maka itu adalah dengan takdir Allah subhanahu wata’ala, dia tidak akan berjalan kecuali dengan takdir Allah subhanahu wata’ala kecuali dengan izin Allah subhanahu wata’ala termasuk diantaranya adalah rezeki kita jodoh kita ajal kita ketaatan seseorang kemaksiatan seseorang maka itu semuanya sudah ditulis oleh Allah subhanahu wata’ala di dalam lauḥul maḥfūdz.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top