Home » Halaqah 137: Beriman Kepada Takdir – Perkara Besar Pertama yang Mungkin Muncul di setelah Beriman Bahwa Segala Sesuatu sudah Ditakdirkan

Halaqah 137: Beriman Kepada Takdir – Perkara Besar Pertama yang Mungkin Muncul di setelah Beriman Bahwa Segala Sesuatu sudah Ditakdirkan

Halaqah yang ke-137 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau ingin menjelaskan kepada kita tentang tiga perkara yang besar yang mungkin muncul di dalam diri sebagian orang, perkara yang pertama
وَمَعَ ذَلِكَ
Meskipun demikian, yaitu meskipun semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan semua sudah ditulis oleh Allah subhanahu wata’ala dan Allah subhanahu wata’ala ketahui dan semua yang terjadi adalah dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala dan Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu baik dzatnya maupun apa yang dilakukan oleh seseorang yaitu pekerjaan-pekerjaan dia, meskipun demikian perhatikan jangan sampai syaithan memberikan was-was kepada seseorang, meskipun demikian
فَقَدْ أَمَرَ الْعِبَادَ بِطَاعَتِهِ وَطَاعَةِ رُسُلِهِ
maka Allah subhanahu wata’ala telah memerintahkan para hamba untuk mentaati Allah subhanahu wata’ala dan juga mentaati rasul-rasul-Nya, ini juga harus kita yakini dan juga kita imani, kalau kita beriman dengan empat perkara yang terangkum dalam 2 derajat yang disebutkan oleh Syaikhul Islam dan kita menyerahkan diri dengan itu semuanya dan kita beriman dengan takdir Allah subhanahu wata’ala maka ingat bahwasanya Allah subhanahu wata’ala bukan hanya memerintahkan kita untuk beriman dengan takdir tetapi Allah subhanahu wata’ala juga memerintahkan kita untuk taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga taat kepada para rasul-Nya
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ…٥٩
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُوْلَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَۚ وَحَسُنَ أُوْلَٰٓئِكَ رَفِيقٗا ٦٩
[An-Nisa’]
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى
Setiap umatku akan masuk ke dalam surga kecuali yang enggan
قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى ؟
Mereka mengatakannya Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam siapa orang yang enggan? Beliau mengatakan
قَالَ : مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
Barangsiapa yang taat kepadaku maka dia akan masuk ke dalam surga dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku maka dialah orang yang enggan.
Berarti di dalam ayat ini dan didalam hadits ini Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita sebagai hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala untuk taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya, sebagaimana kita beriman dengan takdir kita harus beriman dengan dalil-dalil yang memerintahkan kita untuk taat kepada Allah subhanahu wata’ala Rasul-Nya
وَنَهَاهُمْ عَنْ مَعْصِيَتِهِ
Dan Allah subhanahu wata’ala melarang mereka untuk berbuat maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala
وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَإِنَّ لَهُۥ نَارَ جَهَنَّمَ
Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya maka dia akan dimasukkan ke dalam neraka jahannam
وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
kata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku maka dialah orangnya enggan untuk bersegera masuk ke dalam surganya Allah subhanahu wata’ala.
Kalau orang hatinya bersih menginginkan kebaikan menginginkan keselamatan benar-benar beriman dan berserah diri kepada Allah subhanahu wata’ala maka dia akan beriman dengan kedua-duanya, takdir dia imani dia percaya dan dia yakini, dan dia yakin bahwasanya Allah subhanahu wata’ala menyuruh dia untuk taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga kepada Rasul sehingga dalam kehidupan sehari-hari dia istiqomah melakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya, melaksanakan kewajiban yang diwajibkan atasnya menjauhi dosa-dosa besar menjauhi dosa-dosa kecil sebagai bentuk ketaatan dia kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya.
Dan dia juga beriman dengan takdir Allah subhanahu wata’ala, ketika dia mendapatkan musibah ini adalah takdir Allah subhanahu wata’ala ketika dia mendapatkan kenikmatan ini adalah takdir Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala telah menulisnya untukku sebelum aku diciptakan kenapa aku sombong dengan apa yang aku terima ini adalah ahlu al-istiqomah orang-orang yang beriman, mereka beriman dengan syariat dan mereka beriman dengan takdir.
Dan ini diisyaratkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam kitab beliau Ar-Risalah at-Tadmuriyyah didalam judulnya disebutkan tentang kewajiban untuk beriman dengan syariat dan juga takdir, dua-duanya harus diimani menunjukkan tidak ada pertentangan antara beriman dengan takdir dan juga taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul, dua-duanya adalah perkara yang datang dari Allah subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya diharuskan kita untuk beriman kepada takdir dan diharuskan kita untuk taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya.
Tidak ada alasan bagi seseorang untuk berbuat maksiat dan kufur kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya dengan alasan ini adalah takdir Allah subhanahu wata’ala dengan alasan karena takdir sudah ditulis semuanya kemudian akhirnya dia malas untuk melakukan kewajiban dan bermudah-mudahan di dalam kemaksiatan, darimana dia tahu bahwasanya Allah subhanahu wata’ala menakdirkan dia untuk berbuat maksiat, kenapa dia tidak menyangka dan husnudzon kepada Allah subhanahu wata’ala bahwasanya Allah subhanahu wata’ala mentakdirkan dia untuk berbuat baik dan menjadi orang yang taat.
Orang yang berdalil dengan takdir atas kemaksiatan maka ini meniru orang-orang musyrikin yang diutus kepada mereka para rasul mengajak mereka untuk bertauhid tapi mereka mendustakan Rasul dan diantara bentuk pendustaan mereka adalah mengatakan kesyirikan yang kami lakukan adalah sudah takdir Allah subhanahu wata’ala, berhujah dengan takdir atas kesyirikan mereka. Di dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala mengatakan
سَيَقُولُ ٱلَّذِينَ أَشۡرَكُواْ لَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ مَآ أَشۡرَكۡنَا وَلَآ ءَابَآؤُنَا وَلَا حَرَّمۡنَا مِن شَيۡءٖۚ كَذَٰلِكَ كَذَّبَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ حَتَّىٰ ذَاقُواْ بَأۡسَنَاۗ قُلۡ هَلۡ عِندَكُم مِّنۡ عِلۡمٖ فَتُخۡرِجُوهُ لَنَآۖ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ أَنتُمۡ إِلَّا تَخۡرُصُونَ ١٤٨
[Al-An’am]
Akan berkata orang-orang musyrikin seandainya Allah subhanahu wata’ala menghendaki niscaya kami tidak akan berbuat syirik, dikatakan kepada mereka wahai manusia sembahlah Allah subhanahu wata’ala saja dan janganlah kalian menyekutukan Allah subhanahu wata’ala dengan sesuatu apapun dan mereka adalah orang-orang yang menyekutukan Allah subhanahu wata’ala, ketika didakwahi untuk bertauhid mereka mengatakan kalau Allah subhanahu wata’ala menghendaki niscaya kami tidak akan menyekutukan Allah subhanahu wata’ala, berarti disini beriman dengan masyi’atullah beriman dengan takdir Allah subhanahu wata’ala beriman dengan masyi’ah adalah bagian dari beriman dengan takdir, berarti berhujjah dengan takdir atas kesyirikan yang dia lakukan
وَلَآ ءَابَآؤُنَا
Demikian pula bapak-bapak kami, mereka dulu berbuat syirik juga dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala
وَلَا حَرَّمۡنَا مِن شَيۡءٖۚ
dan niscaya kami tidak akan mengharamkan sesuatu, karena orang-orang musyrikin kebiasaan mereka adalah mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah subhanahu wata’ala, banyak khurafatnya, sesuatu yang sebenarnya dihalalkan oleh Allah subhanahu wata’ala mereka haramkan, hari yang baik kemudian mereka mengatakan adalah bulan yang sial ini adalah hari yang sial jangan melakukan acara di situ jangan menikah disitu, banyak mengharamkan sesuatu, mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah subhanahu wata’ala adalah perbuatan yang terlarang dan mereka berdalil dengan takdir atas perbuatan terlarang yang mereka lakukan.
Berarti orang yang berdalil dengan takdir atas kemaksiatan, ketika dikatakan kepadanya kenapa kamu mencuri kenapa kamu berzinah bagaimana lagi ini sudah ditakdirkan kemudian dia tidak taubat dan tidak taat kepada Allah subhanahu wata’ala, berarti dia meniru manhajnya/caranya orang-orang musyrikin, ini namanya aliran musyrikiyyah, beriman dengan takdir tapi tidak beriman dengan syariat, kalau ahlussunnah beriman dengan takdir dan beriman dengan syariat, kalau al-musyrikiyyah manhajnya orang-orang musyrikin meskipun tidak kita katakan dia orang-orang musyrik atau keluar dari agama islam tapi dia mengikuti jalannya orang-orang musyrikin, thaifah al-musyrikiyyah.
Apakah alasannya dibenarkan dan kuat di hadapan Allah subhanahu wata’ala? Allah subhanahu wata’ala mengatakan
كَذَٰلِكَ كَذَّبَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ
Demikianlah orang-orang sebelum mereka mendustakan, jadi sebelum orang-orang musyrikin Quraisy dengan cara itulah mereka mendustakan para rasul, berarti ini memang jalannya musyrikiyyah bukan hanya orang-orang musyrikin yang ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tapi sebelum mereka mendustakan para rasul dengan cara seperti ini
حَتَّىٰ ذَاقُواْ بَأۡسَنَاۗ
sampai mereka merasakan adzab dari kami, itu alasan mereka dan ternyata alasan tersebut gugur dan tidak diterima oleh Allah subhanahu wata’ala buktinya mereka diadzab oleh Allah subhanahu wata’ala, jadi beralasan dengan takdir kemudian dia berbuat maksiat maka ini tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala, jangan ditiru, kita diperintahkan untuk beriman dengan takdir dan kita diperintahkan untuk taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan dilarang untuk berbuat maksiat, turun Rasul dan diturunkan kitab Allah subhanahu wata’ala didalamnya ada syariat kita diperintahkan dan kita dilarang.
Itu perkara yang pertama ini harus kita pahami kita beriman dengan takdir dan kita juga diperintahkan untuk taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya, sehingga dalam sebuah hadits para shahabat radhiyallahu ta’ala’anhum ketika mereka dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya masing-masing dari mereka telah diketahui kedudukannya didalam surga dan juga didalam neraka sehingga mereka bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
ففيمَ العملُ أفلا نَتَّكِلُ
lalu untuk apa kita beramal, semuanya sudah ditentukan ini neraka ini surga lalu untuk apa kita beramal kenapa kita tidak berserah diri begitu saja tidak usah beramal karena semuanya sudah ditulis oleh Allah subhanahu wata’ala, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengabarkan tentang kewajiban beriman dengan takdir Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
اعْمَلُوا
hendaklah kalian beramal (amal shalih), ambil sebab-sebab keselamatan di akhirat yaitu dengan cara beriman dan juga beramal shalih, jangan berhenti beramal
فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِما خُلِقَ له
maka masing-masing (dari kita) akan dimudahkan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk melakukan apa yang dia diciptakan untuknya, artinya kalau dia diciptakan untuk masuk ke dalam surga maka Allah subhanahu wata’ala akan mudahkan dia untuk melakukan amal shalih, mudah bagi dia untuk berjalan ke masjid mudah bagi dia untuk menghadiri majelis ilmu dilapangkan dadanya untuk bershodaqoh fīsabilillah dilapangkan dadanya untuk melakukan berbagai amal sholeh berbakti kepada kedua orang tua mentarbiyah anak-anaknya melakukan shalat malam melakukan shalat rawatib dan berbagai amal shalih.
Maka masing-masing akan dimudahkan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk apa yang dia diciptakan untuknya sehingga beramallah, seorang muslim husnudzon kepada Allah subhanahu wata’ala siapa yang memudahkan kita untuk menjadi seorang muslim, Allah subhanahu wata’ala, siapa yang memudahkan kita untuk mengenal sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditengah-tengah masyarakat yang kebanyakan mereka belum berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tapi Allah subhanahu wata’ala mudahkan kita mengenal sunnah, siapa yang memberikan kepada kita kemudahan untuk menempuh jalan ilmu di tengah-tengah saudara-saudara kita dan keluarga kita dan masyarakat kita yang mereka kurang memperhatikan masalah ilmu agama tapi Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita punya kehendak untuk mau belajar.
فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِما خُلِقَ له
masing-masing dimudahkan untuk apa yang dia diciptakan untuknya, orang yang akan dimasukkan oleh Allah subhanahu wata’ala masuk kedalam surga akan dimudahkan untuk melakukan berbagai amalan yang mendekatkan dia kepada surga, disana ada akibat dan disana ada sebabnya yang Allah subhanahu wata’ala takdirkan, sebaliknya orang yang Allah subhanahu wata’ala takdirkan dia masuk ke dalam neraka maka pasti disana ada sebab yang menjadikan dia masuk ke dalam neraka yang terkadang mungkin dia secara dzahir istiqomah tapi kalau dia memang sudah ditakdirkan masuk kedalam neraka pasti nanti ada sebab yang menjadikan dia masuk kedalam neraka, sebagaimana dalam hadits
فإن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار فيدخلها
Sungguh salah seorang diantara kalian mengamalkan amalan penduduk surga sehingga tidak ada jarak antara dia dengan surga kecuali satu dzira’ (jarak yang sangat dekat) tapi ternyata sudah didahului oleh takdir akhirnya dia mengamalkan amal penduduk neraka kemudian akhirnya masuk kedalam neraka, dan disebutkan dalam riwayat yang lain dia mengamalkan amalan penduduk surga secara dzahir tapi dia menyimpan didalam hatinya sesuatu yang bertentangan dengan dzahir, dzahirnya amalan penduduk surga tapi didalam hatinya ada riya’ ada kesombongan sehingga itulah yang menjadikan dia menyimpang itulah yang menjadikan dia belok arah yang sebelumnya dia istiqomah akhirnya dia sedikit demi sedikit menyimpang dari jalan yang lurus sampai akhirnya mungkin menjadi Ahlul Ahwa atau bahkan dia menjadi orang yang keluar dari agama Islam.
Kalau seseorang istiqomah luar dan dalamnya, luarnya dia sesuai dengan sunnah dan dalamnya dia ikhlas karena Allah subhanahu wata’ala maka insya Allah yang demikian akan Allah subhanahu wata’ala jaga dia, akan dijadikan dia istiqomah, orang yang lillah ta’ala dalam beramal shaleh maka Allah subhanahu wata’ala akan jadikan dia istiqomah karena dia beramal bukan untuk manusia beramal untuk Allah subhanahu wata’ala, dilihat oleh manusia atau tidak dia beramal untuk Allah subhanahu wata’ala sehingga dia istiqomah baik bersama teman-temannya di majelis ilmu ataupun ketika dia di rumah ketika dia sendirian, orang yang demikian diharapkan akan dijaga dia dan terus istiqomah.
Dan sekali lagi kita husnudzon kepada Allah subhanahu wata’ala dan mengucapkan banyak Alhamdulillah bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala yang telah memudahkan kita untuk menggapai hidayah ini, hidayah tauhid hidayah sunnah hidayah menuntut ilmu hidayah ketaatan, dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
انا عند حسن ظن عبدي
Aku sesuai dengan prasangka baik hamba-Ku terhadap diri-Ku, jadi kita harus berprasangka baik kepada Allah subhanahu wata’ala dan diantara bentuk prasangka kita yang baik kepada Allah subhanahu wata’ala adalah bersyukur, kita husnudzon kepada Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala ingin dan menghendaki kita untuk masuk ke dalam surga-Nya dengan dimudahkan jalan menuju kesana maka kita bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala atas taufik-Nya dengan cara kita menambah ketaatan dan istiqomah kita diatas tauhid dan juga sunnah ini.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top