Home » Halaqah 144: Aqidah Ahlus Sunnah bahwa Iman Bertambah dengan Ketaatan dan Ahlus Sunnah Tidak Mengkafirkan Ahlu Kiblat

Halaqah 144: Aqidah Ahlus Sunnah bahwa Iman Bertambah dengan Ketaatan dan Ahlus Sunnah Tidak Mengkafirkan Ahlu Kiblat

Halaqah yang ke-144 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mengatakan rahimahullah
وَأَنَّ الإيمَانَ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ
Dan bahwasanya iman bertambah dengan ketaatan, ini juga diselisihi oleh al-murji’ah ketika mereka mengatakan bahwasanya amal ini bukan termasuk Iman di antara keyakinan mereka bahwasanya iman ini tidak bertambah dan tidak berkurang karena iman menurut mereka khususnya kelompok yang mengatakan iman adalah tasdiq saja menganggap bahwasanya tasdiq ini semuanya sama, sehingga kalau iman adalah membenarkan berarti semuanya sama tidak bertambah dan tidak berkurang hari ini kita membenarkan besok kita membenarkan tidak bertambah tidak berkurang, berkurangnya kalau tidak membenarkan/mendustakan itu baru berkurang bahkan hilang keimanannya sehingga mereka mengatakan iman itu tidak bertambah tidak berkurang.
Ahlussunnah mengatakan iman itu bertambah dan berkurang, dalilnya di dalam Al-Qur’an betapa banyak Allah subhanahu wata’ala menyebutkan tentang bahwasanya Iman ini bertambah dan juga berkurang yaitu sebagaimana Firman Allah subhanahu wata’ala
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ٢
[Al-Anfal]
Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala maka ayat-ayat tersebut akan menambah mereka keimanan, mendengar ayat Allah subhanahu wata’ala kemudian mereka mentadaburi maknanya sehingga bertambah keimanannya bertambah keyakinannya kemudian mereka mengamalkan ayat tersebut juga bertambah keimanan mereka sehingga termasuk diantara hal yang menambah keimanan adalah tadabbur ayat, mengulang-ulang ayat dan mentadaburi isinya maka ini diantara yang menambah keimanan bahkan pengaruhnya besar sekali terhadap iman seseorang. Kemudian diantara ayat yang menunjukkan bahwa iman bisa bertambah adalah Firman Allah subhanahu wata’ala
لِيَسۡتَيۡقِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ وَيَزۡدَادَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِيمَٰنٗا
[Al-Mudatsir:31]
Supaya orang-orang yang ahlul kitab mereka tambah yakin dan supaya orang-orang beriman bertambah keimanannya.
Iman bisa bertambah dengan seseorang mempelajari nama dan juga sifat Allah subhanahu wata’ala mengenal Allah subhanahu wata’ala lebih dekat dengan nama dan juga sifat-Nya bertambah dengan seseorang bertafakur terhadap ciptaan Allah subhanahu wata’ala langit yang ada di atas bumi yang ada di bawah bertafakur tentang dirinya sendiri dan bagaimana Allah subhanahu wata’ala menciptakan dirinya, bertambah dengan menghadiri majelis ilmu.
Dan diantara yang menunjukkan bahwasanya iman bisa bertambah dan bisa berkurang adalah Hadits tentang syuabul iman yang ternyata iman bercabang-cabang bukan satu saja, iman adalah bercabang semakin banyak seseorang mewujudkan dan mengamalkan cabang tadi dalam dirinya maka akan semakin sempurna keimanannya, orang yang mengamalkan 30 cabang beda dengan orang yang mengamalkan 50 cabang semakin banyak cabang keimanan yang diamalkan yang dia wujudkan pada dirinya maka akan semakin tinggi derajatnya.
Sehingga para Salaf dan para ulama dahulu semangat untuk mengumpulkan cabang-cabang keimanan dari Al-Qur’an dari hadits kemudian mereka berusaha untuk mewujudkan satu persatu dari cabang-cabang keimanan tadi pada dirinya, ini sudah atau belum ini ada mahabbah roja’ khauf ini sholat malam ini shadaqah ini memberikan kafalah untuk anak yatim misalnya mereka cek diri mereka sendiri sudahkah saya mewujudkan cabang keimanan yang ini, berusaha untuk menyempurnakan keimanannya. Adanya cabang-cabang keimanan menunjukkan bahwasanya iman bisa bertambah dan juga bisa berkurang sesuai dengan cabang keimanan yang kita praktekkan pada diri kita sendiri.
وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ
Dan iman ini bisa berkurang dengan kemaksiatan, sebagaimana dia bertambah dengan ketaatan maka dia juga bisa berkurang dengan kemaksiatan seseorang melakukan ketaatan maka bertambah keimanannya ketika dia melakukan kemaksiatan maka berkurang keimanannya dan kalau dia terus melakukan kemaksiatan melakukan dosa besar dan tidak bertobat kepada Allah subhanahu wata’ala tidak beristighfar kepada Allah subhanahu wata’ala atau terus-menerus melakukan kemaksiatan meskipun kecil tapi di terus menerus melakukannya maka ini akan terus menguras dan mengurangi keimanan dia dan bisa saja (kecuali orang yang dirahmati oleh Allah subhanahu wata’ala) berkurang dan sampai menipis keimanannya, iman bisa menjadi besar sebesar gunung dan bisa menipis sebesar semut yang kecil.
Dan antara dalil yang menunjukkan bahwasanya iman bisa berkurang yang sudah berlalu ketika kita menyebutkan tentang syafaatnya orang-orang yang beriman untuk saudara-saudara mereka di neraka, ada yang sebesar satu dinar ada yang sebesar setengah dinar ada yang lebih kecil daripada itu, berarti iman bisa bertambah dan bisa berkurang dan bisa mengecil sampai sekecil itu, maka keyakinan ahlussunnah wal jama’ah bahwasanya iman ini bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan, ini merupakan pondasi.
Ada diantara aliran sesat yang mereka menyelisihi ahlus sunnah di dalam masalah ini, orang-orang khawarij mereka juga keyakinannya dalam masalah bertambah dan berkurang ini sama dengan ahlus sunnah yaitu bertambah dan berkurang tapi mereka meyakini bahwasanya kalau bertambah menjadi sempurna dan kalau berkurang maka hilang semuanya, kalau misalnya ada orang yang melakukan dosa besar maka berkurang dan hilang semuanya. Jadi ahlussunnah wal jama’ah mereka mengatakan
الإيمَانَ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ، وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ
Beliau mengatakan setelahnya
وَهُمْ مَعَ ذَلِكَ
Dan mereka bersamaan dengan itu semuanya, mereka mengatakan bahwasanya iman itu bertambah dan juga berkurang tetapi mereka berbeda dengan orang-orang khawarij, berkurang dengan kemaksiatan tapi mereka tidak berlebihan dan tidak mengkafirkan
لا يُكَفِّرُونَ أَهْلَ الْقِبْلَةِ بِمُطْلَقِ الْمَعَاصِي
karena tadi beliau menyebutkan bahwasanya iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan, meskipun demikian ahlussunnah wal jamaah tidak mengkafirkan أَهْلَ الْقِبْلَةِ ini adalah nama lain dari al-muslimūn karena mereka adalah ahlu kiblat kaum muslimin (Ka’bah) sehingga nama lain dari al-muslimūn adalah Ahlul Qiblah, mereka tidak mengkafirkan kaum muslimin mengeluarkan mereka dari agama Islam
بِمُطْلَقِ الْمَعَاصِي
hanya dengan kemaksiatan
وَالْكَبَائِرِ
dan dosa-dosa besar, memang menurut mereka iman bisa berkurang tapi mereka tidak mengkafirkan orang-orang Islam hanya karena kemaksiatan dan juga dosa besar.
Yang dimaksud dengan al-kabair di sini adalah jamak dari al-kabirah dan dia adalah seluruh dosa yang terdapat disana dalil yang menunjukkan bahwasanya dia diancam di dunia ini dengan hukuman qishash di dunia seperti pencurian atau berzina dirajam atau dicambuk bagi orang yang berzina dan dia belum pernah menikah dengan nikah yang sah dan disana ada dibunuh kalau dia adalah orang yang membunuh dengan sengaja, kalau ada sebuah dosa disitu ada qishash di dunia maka itu dosa-dosa besar atau di akhirat ada ancaman dengan neraka, laknat, kemarahan dari Allah subhanahu wata’ala kalau salah satu diantara ancaman tadi ada di dalam dalil maka dosa-dosa tersebut adalah termasuk dosa-dosa besar, karena disana ada shaghair disana ada kabair, dalil menunjukkan disana ada dosa yang besar dan disana ada dosa yang kecil
إِن تَجۡتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنۡهَوۡنَ عَنۡهُ نُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَيِّ‍َٔاتِكُمۡ
[An-Nisa’:31]
kalau kalian menjauhi dosa-dosa yang besar yang kalian dilarang untuk melakukannya niscaya Kami akan menghapuskan dosa-dosa kecil kalian. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ ، وَالجُمُعَةُ إِلَى الجُمُعَةِ ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ ، مُكَفِّراتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الكَبَائِرُ
Shalat ke shalat berikutnya Jumat ke Jumat berikutnya Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang dilakukan di antara keduanya apabila dijauhi dosa-dosa besar. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang apa itu dosa yang paling besar kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
أَنْ تَجْعَلَ لِلهِ نِدًّا، وَهُوَ خَلَقَكَ
berarti di sana ada dosa-dosa yang besar dan ada dosa-dosa yang kecil.
Ahlussunnah Wal Jama’ah tidak mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar mereka meyakini bahwasanya dosa besar tadi mengurangi keimanan tapi mereka tidak seperti sebagian sekte yang mereka mengkafirkan pelaku kemaksiatan dan pelaku dosa besar
كَمَا يَفْعَلُهُ الْخَوَارَجُ
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang khawarij, mereka mengatakan mengurangi keimanan bahkan mengeluarkan seseorang dari agama Islam, Ahlussunnah tidak, mereka tahu bahwasanya itu mengurangi keimanan tetapi tidak sampai mengeluarkan dari agama Islam, kemudian beliau menyebutkan dalilnya
بَلِ الأُخُوَّةُ الإِيمَانِيَّةُ ثَابِتَةٌ مَعَ الْمَعَاصِي
Bahkan persaudaraa keimanan itu masih ada meskipun disana ada kemaksiatan, mereka adalah saudara kita seiman dan dia adalah seorang orang yang beriman dan kita adalah orang yang beriman
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ
[Al-Hujurat:10]
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah saudara, lihat dalilnya
كَمَا قَالَ سُبْحَانَهُ
sebagaimana Firman Allah subhanahu wata’ala didalam ayat yang berkaitan dengan qishash yaitu dalam surat Al-Baqarah (ayat 78)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَىۖ ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ وَٱلۡعَبۡدُ بِٱلۡعَبۡدِ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ فَمَنۡ عُفِيَ لَهُۥ مِنۡ أَخِيهِ شَيۡءٞ فَٱتِّبَاعُۢ بِٱلۡمَعۡرُوفِ
maka barangsiapa yang dimaafkan untuknya dari saudaranya sesuatu maka hendaklah dia mengikuti dengan kebaikan. Orang yang membunuh kemudian disana ada wali dari orang yang dibunuh mereka berhak menuntut supaya yang membunuh di qishash, kalau misalnya mereka memaafkan artinya mungkin tidak usah dibunuh tapi bayar diyat saja misalnya, maka hendaklah dia mengikuti pemberian maaf yang dilakukan oleh wali dari yang terbunuh tadi dengan kebaikan.
Perhatikan disini Allah subhanahu wata’ala mengatakan مِنۡ أَخِيهِ (dari saudaranya) padahal dia membunuh dan membunuh adalah termasuk dosa besar
وَمَن يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ
[An-Nisa’:93]
ada ancaman disini dengan jahannam, dia termasuk dosa besar tapi Allah subhanahu wata’ala masih menamakan dia sebagai saudara, saudara seiman
وَقَالَ
Dan dalil yang kedua Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَاۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَٰتِلُواْ ٱلَّتِي تَبۡغِي حَتَّىٰ تَفِيٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ فَإِن فَآءَتۡ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ ٩
[Al-Hujurat]
Seandainya ada dua golongan dari kalangan orang-orang yang beriman mereka saling berperang, makna berperang satu membawa pedang/senjata yang bisa membunuh dan yang satunya juga membawa senjata yang bisa membunuh berarti dua-duanya ingin membunuh saudaranya dan membunuh termasuk dosa besar mereka saling membunuh satu dengan yang lain, Allah subhanahu wata’ala mengatakan
طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
dua golongan dari orang-orang yang beriman, berarti Allah subhanahu wata’ala masih menetapkan keimanan bagi kedua belah pihak yang saling berperang yang saling berusaha untuk membunuh tadi, Allah subhanahu wata’ala tidak mengkafirkan mereka
فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ
Apabila salah satu diantara keduanya mendzhalimi maka perangilah yang mendzhalimi
حَتَّىٰ تَفِيٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ
sampai yang mendzhalimi tadi kembali kepada perintah Allah subhanahu wata’ala
فَإِن فَآءَتۡ
kalau dia mau kembali
فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْۖ
maka damaikanlah diantara keduanya dengan keadilan, dua-duanya sudah mau duduk damaikan antara keduanya dengan keadilan jangan mendzhalimi salah satu diantara keduanya
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ
Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala mencintai orang-orang yang berbuat adil
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ
setelahnya Allah subhanahu wata’ala mengatakan Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara, jelas di sini Allah subhanahu wata’ala masih menamakan orang-orang yang beriman yang berperang tadi dengan saudara yaitu saudara seiman berarti mereka tidak kafir dan ini adalah bantahan kepada orang-orang khawarij yang mengatakan bahwasanya pelaku dosa besar ini keluar dari agama Islam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top