Home » Halaqah 146: Aqidah Ahlus Sunnah terhadap Para Sahabat (Bagian 1)

Halaqah 146: Aqidah Ahlus Sunnah terhadap Para Sahabat (Bagian 1)

Halaqah yang ke-146 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Masuk kita pada pembahasan yang baru yaitu tentang aqidah ahlussunnah wal jamaah terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berkata syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
وَمِنْ أُصُولِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ
Dan termasuk pondasi (dasar) aqidah ahlussunnah wal jama’ah, dia adalah sesuatu yang sangat mendasar yang membedakan antara seorang Ahlus Sunnah Wal Jamaah dengan yang lain
سَلاَمَةُ قُلُوبِهِمْ وَأَلْسِنَتِهِمْ لأَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم
adalah keselamatan hati-hati mereka dan lisan-lisan mereka terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Wa Sallam, ini adalah termasuk pondasi dasar diantara dasar-dasar aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sikap mereka pertama selamatnya hati-hati mereka yaitu bersih hati-hati mereka terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada didalam hatinya kebencian dendam su’udzon kepada mereka para sahabat yang telah dipilih oleh Allah subhanahu wata’ala diantara sekian banyak manusia untuk menemani Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, qolbunya selamat dari berbagai penyakit tidak ada rasa benci kepada Abu Bakr Umar Utsman Ali tidak ada su’udzon kepada Muawiyah su’udzon kepada Aisyah radliyallahu taala ‘anha, tidak ada dendam kepada si fulan dan si fulanah yang mereka adalah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sama sekali tidak ada sedikitpun sesuatu yang kotor di dalam hatinya terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tapi hati mereka penuh dengan ta’dzhim dan juga penghormatan terhadap para sahabat dan penuh hatinya dengan kecintaan kepada para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, senang mendengarkan kisah-kisah mereka dan mengetahui tentang kemuliaan mereka dan kedudukan mereka di sisi Allah subhanahu wata’ala, berkeinginan salah seorang diantara mereka untuk bertemu dengan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ini adalah keadaan hati seorang sunni terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hatinya bersih.
Lisannya juga disifati oleh beliau mereka memiliki lisan selamat dari kotoran tidak mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan lisannya, tidak menghinakan mereka tidak mengucapkan ucapan yang isinya adalah kebodohan yang batil kepada para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tapi lisannya memuji para sahabat dengan pujian yang memang Allah subhanahu wata’ala dan rasul-Nya berikan kepada mereka, dan lisannya banyak mendoakan para sahabat mendoakan dengan keridhaan (radhiallahu ta’ala anhum jami’an) tidak terucap dari lisannya sesuatu yang kotor yang jelek terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga para sahabatnya baik ucapan tersebut adalah secara umum ataupun celaan secara khusus pada salah seseorang diantara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ucapan beliau ini adalah termasuk ushul, ini adalah termasuk dasar pondasi aqidah kita ahlussunnah wal jama’ah, menjaga lisannya menjaga terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena mereka mengetahui tentang kemuliaan dan kedudukan yang tinggi yang dimiliki oleh para sahabat, mereka memuliakan orang yang Allah subhanahu wata’ala muliakan dan mereka memuliakan orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam puji mereka sebagai bentuk ketaatan mereka kepada Allah subhanahu wata’ala dan rasul-Nya kecintaan mereka kepada Allah subhanahu wata’ala dan juga rasul-Nya
سَلاَمَةُ قُلُوبِهِمْ وَأَلْسِنَتِهِمْ لأَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم
Ashab ini adalah jamak dari shahib dan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mereka adalah setiap orang yang bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beriman kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan meninggal dalam keadaan iman meskipun sebelumnya mungkin pernah murtad dari agama islam, tapi kalau dia meninggal dalam keadaan muslim dan bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka dia adalah seorang sahabat, bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meskipun hanya sebentar seandainya bertemu hanya sekali saja dan itupun hanya 5 menit misalnya dan dia beriman meninggal di atas keimanan maka dia adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. ertemu meskipun tidak melihat Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam karena dinamakan seorang sahabat tidak diharuskan untuk melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, seandainya dia buta kemudian dia bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka dia adalah seorang sahabat beriman dan meninggal dalam keadaan iman baik laki-laki maupun wanita.
Kemudian dia beriman, kalau hanya bertemu saja tapi dia tidak beriman maka tidak dinamakan seorang sahabat, Abu Jahal Abu Lahab bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan bukan sekali-dua kali bertahun-tahun dan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tapi tidak dinamakan sebagai seorang sahabat karena dia tidak memiliki keimanan tidak beriman dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, masuk didalamnya adalah munafiqun hakekatnya mereka tidak beriman meskipun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat tapi karena hakekatnya mereka tidak beriman mereka tidak digolongkan sebagai sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita tidak akan menemukan Abdullah Bin Salul di dalam kitab Al-Ishobah, kitab yang berisi tentang biografi para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam padahal dia ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena dia adalah orang munafiq, sahabat bukan munafik dan munafik bukan sahabat.
Dan dia meninggal dalam keadaan Islam, kalau beriman tapi kemudian dia murtad dan meninggal di atas kekufuran kesyirikan maka dia bukan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ini adalah pengertian sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kalau dia adalah termasuk sahabat dengan pengertian yang tadi kita sebutkan para ahlussunnah wal jama’ah mereka selamat hati mereka dan lisan mereka dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan disana ada kitab-kitab yang ditulis khusus tentang biografi mereka generasi yang paling mulia yaitu para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seperti Al-Ishobah yang ditulis oleh Ibnu Hajar, kemudian juga ada al-isti’ab yang ditulis oleh Ibnu Abdil Barr, kalau kita ingin melihat biografi kaum ini maka kita kembali kepada kitab-kitab tersebut.
Kemudian beliau mengatakan
كَمَا وَصَفَهُمُ اللهُ بِهِ فِي قَوْلــــِهِ تَعَالَى
Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala mensifati mereka dengan yang demikian, Allah subhanahu wata’ala mensifati ahlus sunah wal jama’ah di dalam Al-Qur’an bahwasanya hati mereka dan lisan mereka selamat dan bersih terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini dalilnya didalam Firman Allah subhanahu wata’ala
وَالَّذِينَ جَاؤُو مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَاغِلاًّ لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
[Al-Hasyr:10]
Dan orang-orang yang datang setelah mereka (para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari kalangan Muhajirin dan Anshar), kita lihat ayat sebelumnya
لِلۡفُقَرَآءِ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ ٱلَّذِينَ أُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِمۡ وَأَمۡوَٰلِهِمۡ يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٗا وَيَنصُرُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ ٨
orang-orang fuqara Muhajirin yang mereka diusir dari negeri mereka yang mereka mencari keutamaan dari Allah subhanahu wata’ala dan juga keridhaan dari Allah subhanahu wata’ala dan menolong Allah subhanahu wata’ala dan juga rasul-Nya
أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ
merekalah orang-orang yang jujur (di dalam keimanan mereka), mereka diusir dari negeri mereka dan harta mereka mencari keutamaan dari Allah subhanahu wata’ala dan juga keridhaan Allah subhanahu wata’ala dan mereka menolong Allah subhanahu wata’ala dan juga Rasul-Nya merekalah orang-orang yang benar keimanannya, kemudian Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلۡإِيمَٰنَ مِن قَبۡلِهِمۡ
dan orang-orang yang sudah menempati ad-dar (kota Madinah) sebelum mereka, karena Madinah adalah darul hijrah
وَٱلۡإِيمَٰنَ مِن قَبۡلِهِمۡ
dan juga mereka sudah menempati keimanan, sudah beriman sebelum mereka karena kita tahu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sempat mendakwahi di musim haji kemudian bertemu dengan orang-orang Madinah yang mereka beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
يُحِبُّونَ مَنۡ هَاجَرَ إِلَيۡهِمۡ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمۡ حَاجَةٗ مِّمَّآ أُوتُواْ
mereka mencintai orang-orang yang hijrah kepada mereka yaitu kaum Muhajirin dan mereka tidak menemukan di dalam dada-dada mereka kebutuhan dari apa yang diberikan kepada mereka
وَيُؤۡثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ وَلَوۡ كَانَ بِهِمۡ خَصَاصَةٞۚ
dan mereka mendahulukan kaum Muhajirin meskipun mereka memiliki kebutuhan
وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٩
dan barangsiapa yang dijaga dari kebakhilan dirinya maka merekalah orang-orang yang beruntung.
Allah subhanahu wata’ala menceritakan tentang kaum Muhajirin dan juga kaum Anshar kemudian setelahnya Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَالَّذِينَ جَاؤُو مِن بَعْدِهِمْ
dan orang-orang yang datang setelah Muhajirin dan Anshor
يَقُولُونَ
mereka mengatakan
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
Wahai Rabb kami ampunilah dosa kami
وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ
dan ampunilah dosa saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan, disini ada keselamatan lisan, lisan mereka mendoakan dengan ampunan dan kita tahu makna ampunan yaitu kita berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala semoga Allah subhanahu wata’ala menghapuskan dosa yang telah kita lakukan dan menghapuskan dosa yang telah dilakukan oleh saudara-saudara kita, kalau memang mereka punya kesalahan kita minta kepada Allah subhanahu wata’ala Ya Allah subhanahu wata’ala ampuni dosa mereka jangan mereka diadzab dengan sebab dosa yang mereka lakukan.
Berarti lisan mereka bersih karena orang yang dengan kesadaran dengan rela dia mengatakan Ya Allah subhanahu wata’ala ampunilah si fulan maka konsekuensinya kelazimannya dia tidak akan mencela, bagaimana dia mencela dalam keadaan dia sendiri dalam keadaan tidak didengar oleh si fulan dia mengatakan Ya Allah subhanahu wata’ala ampunilah si fulan dengan kesungguhan dengan kesadaran dia mengatakan Ya Allah subhanahu wata’ala ampunilah si fulan padahal si fulan tidak mengharap tidak menyuruh tapi dia dengan kesadaran sendiri mengatakan Ya Allah subhanahu wata’ala ampunilah si fulan, bagaimana keluar dari lisannya sesuatu yang mencela orang yang dia doakan biasanya kalau dia mendoakan dengan ampunan maka selamat lisannya dari mencela orang yang dia doakan. Orang-orang setelah Muhajirin dan Anshar yang mereka adalah Ahlus Sunnah Wal Jamaah mereka mendoakan dengan doa ini, dan ini menunjukkan tentang disyariatkannya kita membaca doa ini
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ
Orang-orang yang datang setelah Muhajirin dan Anshor mereka mendoakan dengan ampunan, dan disini didahulukan mendoakan untuk diri sendiri baru kemudian kita mendoakan untuk orang lain, kita mendoakan diri kita sendiri baru kita mendoakan untuk saudara-saudara kita.
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ
yang mereka telah mendahului kita dengan keimanan, dan sabaq (mendahului) ini adalah termasuk keutamaan yang Allah subhanahu wata’ala berikan, mereka memiliki kelebihan di atas kita keutamaan di atas kita yaitu telah mendahului kita dengan keimanan beriman dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ini adalah keutamaan yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada kaum Muhajirin dan juga Anshar, kemudian lihat doa mereka
وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَاغِلاًّ لِّلَّذِينَ آمَنُوا
dan jangan Engkau jadikan ya Allah subhanahu wata’ala di hati-hati kami ghillan (dendam, kebencian, su’udzhon yang ini adalah penyakit-penyakit hati, hasad), minta kepada Allah subhanahu wata’ala dibersihkan hatinya dari dendam dan su’udzhon kebencian kepada para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam keadaan dia sendiri dan tidak dilihat oleh orang lain dia berdoa minta kepada Allah subhanahu wata’ala dibersihkan hatinya dari penyakit-penyakit hati tersebut, lihat bagaimana lisan ahlussunnah wal jama’ah dan lihat bagaimana kesungguhan mereka untuk membersihkan hati mereka dari perasaan yang tidak baik kepada para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
لِّلَّذِينَ آمَنُوا
untuk orang-orang yang beriman baik Muhajirin dan Anshor yang telah mendahului mereka ataupun orang-orang yang beriman yang lain
إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
sesungguhnya Engkau ya Allah subhanahu wata’ala adalah Dzat Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Berdasarkan ayat ini maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa termasuk pondasi ahlussunnah wal jama’ah selamatnya hati mereka dan lisan mereka terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top