Home » Halaqah 16: Beriman Kepada Sifat-Sifat yang Allah Subhanahu wata’ala Sandangkan pada Diri-Nya di Dalam Kitab-Nya dan Sifat-Sifat yang Rasul-Nya Sandangkan pada-Nya (Bagian 6)

Halaqah 16: Beriman Kepada Sifat-Sifat yang Allah Subhanahu wata’ala Sandangkan pada Diri-Nya di Dalam Kitab-Nya dan Sifat-Sifat yang Rasul-Nya Sandangkan pada-Nya (Bagian 6)

Halaqah yang ke-16 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mengatakan
وَهُوَ سُبْحَانَهُ قَدْ جَمَعَ فِيما وَصَفَ وَسَمَّى بِهِ نَفْسَهُ بينَ النَّفْيِ وَالإِثْبَاتِ
Dan Allah subhanahu wata’ala telah mengumpulkan didalam apa yang Allah subhanahu wata’ala sifatkan dan apa yang Allah subhanahu wata’ala namakan dengannya diri-Nya antara menafikan dan juga menetapkan.
Beliau menyebutkan disini kaidah, termasuk diantara kaidah dalam memahami nama dan juga sifat Allah subhanahu wata’ala. Bahwasanya Allah subhanahu wata’ala jama’, Allah subhanahu wata’ala itu mengumpulkan didalam masalah apa yang Allah subhanahu wata’ala namakan dan sifatkan dirinya itu antara dua ini, antara nafyi dan juga itsbat. Nafyi artinya adalah menafikan dan itsbat artinya adalah menetapkan, dalam dua perkara ini, yaitu dalam masalah washaf dan samma.
Washaf artinya adalah mensifati dirinya, samma artinya menamakan dirinya, berarti di sana ada nama dan di sana ada sifat. Kita punya nama misalnya Muhammad, Abdullah,Ismail, dan Ibrohim dan juga punya sifat misalnya pendiam, rajin dan seterusnya maka ini adalah sifat, berarti disana ada nama ada sifat.
Allah subhanahu wata’ala (ini adalah kaidah) didalam Al-Qur’an didalam As-Sunnah ketika Allah subhanahu wata’ala menamakan diri-Nya, memberi sifat diri-Nya maka terkadang ada nama-nama yang menafikan, ada sifat-sifat yang manfiya (dinafikan) dan ada nama-nama yang ditetapkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan ada sifat-sifat yang ditetapkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Contoh sekarang masalah sifat misalnya, sifat ada dua, yang manfiya (sifat yang dinafikan oleh Allah subhanahu wata’ala) dan yang mutsbata (sifat yang ditetapkan oleh Allah subhanahu wata’ala) ini harus kita pahami. Contoh misalnya Allah subhanahu wata’ala mengatakan
لَا تَأۡخُذُهُۥ سِنَةٞ وَلَا نَوۡمٞۚ
Allah subhanahu wata’ala tidak ditimpa sinah, yaitu ngantuk Allah subhanahu wata’ala tidak ditimpa rasa ngantuk, وَلَا نَوۡم dan Allah subhanahu wata’ala tidak ditimpa tidur. Ini dinamakan dengan sifat manfiyah (sifat yang dinafikan oleh Allah subhanahu wata’ala) yaitu sifat ngantuk dan juga tidur, ini dinamakan dengan sifat manfiyah. Contoh misalnya yang lain Allah subhanahu wata’ala menafikan dari diri-Nya kedzoliman
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ
[Fussilat:46]
Dan tidaklah Robb mu mendzolimi hamba-hamba-Nya. Berarti yang Allah subhanahu wata’ala nafikan disini kedzoliman, dan masih banyak lagi insya Allah nanti akan sampai dalil-dalil tentang sifat-sifat manfiyah.
Sifat yang mutsbatah banyak, istiwa, tangan bagi Allah subhanahu wata’ala, mata bagi Allah subhanahu wata’ala, sifat nuzul bagi Allah subhanahu wata’ala, maka ini adalah sifat-sifat yang ditetapkan bukan sifat-sifat yang dinafikan. insya Allah nanti akan sampai faedahnya bahwasanya setiap sifat yang dinafikan oleh Allah subhanahu wata’ala maka kita harus menetapkan kesempurnaan lawan dari sifat tadi. Contoh misalnya Allah subhanahu wata’ala tidak di timpa ngantuk dan tidak ditimpa tidur, kita nafikan sifat mengantuk dan tidur dari Allah subhanahu wata’ala kemudian kita harus tetap kan kebalikan dari sifat tadi dengan kesempurnaan, Al-Hayah (hidup). Berarti kita harus tetap kan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki kehidupan yang sempurna, yaitu nanti akan sampai insya Allah akan di sebutkan oleh Syaikhul Islam tentang sifat-sifat yang manfiyah.
Itu masalah sifat, sekarang masalah nama. Ada nama-nama yang nafiyah ada nama-nama yang mutsbatah, sebagaimana sifat ada yang manfiyah dan yang mutsbatah, nama juga begitu. Ada nama-nama yang nafiyah (nama-nama yang menafikan) yaitu nama-nama Allah subhanahu wata’ala yang maknanya adalah menafikan kekurangan dari Allah subhanahu wata’ala, contoh misalnya adalah As-Salam. As-Salam adalah diantara maknanya bahwasanya Allah subhanahu wata’ala itu selamat dari seluruh kekurangan, berarti disini menafikan segala kekurangan dari Allah subhanahu wata’ala. Contoh yang lain Al-Quddus, Quddus artinya adalah bersih, bersih dari seluruh kekurangan, contoh yang lain adalah Ash-Shubbuh juga sama artinya adalah bersih dan tersucikan dari seluruh kekurangan. Berati As-Salam, Al-Quddus, Ash-Shubbuh ini semua adalah nama-nama yang nafiyah.
Adapun nama-nama yang mustbatah maka ini banyak, Ar-Rahman Allah, Ar-Rahim, At-Tawbah, Al-Ghofur, Al-Alim, Al-Hakim, maka ini adalah nama-nama yang mutsbatah yang ditetapkan bagi Allah subhanahu wata’ala. Dikandung di dalam nama-nama tadi satu sifat atau lebih Ar-Rahman yang mengandung sifat Ar-Rahmah, Al-’Alim mengandung sifat Al-’Ilm dan seterusnya.
Berarti ini maksud dari ucapan beliau
جَمَعَ فِيما وَصَفَ وَسَمَّى بِهِ نَفْسَهُ بينَ النَّفْيِ وَالإِثْبَات
Yang perlu kita pahami didalam masalah sifat Allah subhanahu wata’ala, sifat yang Allah subhanahu wata’ala tetapkan itu lebih banyak daripada sifat yang Allah subhanahu wata’ala nafikan. Jadi dalam Al-Qur’an dan juga Hadits itu yang paling banyak adalah itsbat, yaitu yang ditafsir adalah itsbat, banyak ditafsir (diperinci) oleh Allah subhanahu wata’ala, tapi dalam masalah nafyi ini Allah subhanahu wata’ala banyaknya adalah mengglobalkan. Jadi kebanyakan kalau menafikan ini global saja, contoh misalnya Allah subhanahu wata’ala mengatakan
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ
Tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata’ala, ini global, pokoknya tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata’ala
وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ
Ini juga global, tapi ketika itsbat, ketika menentukan sifat, menyebutkan sifat Allah subhanahu wata’ala perinci. Allah Maha Memberikan taubat, Allah subhanahu wata’ala Maha Mengampuni, Allah subhanahu wata’ala Maha Memaafkan, Allah subhanahu wata’ala Maha Penyayang dan seterusnya. Kebanyakan di dalam dalil itsbatnya (penetapannya) itu jauh lebih banyak.
Terkadang Allah subhanahu wata’ala memperinci penafian tadi karena satu sebab, seperti misalnya Allah subhanahu wata’ala tidak mendzholimi, Allah subhanahu wata’ala tidak ditimpa tidur dan tidak ditimpa ngantuk, Allah subhanahu wata’ala tidak punya anak, ini adalah penafian-penafian dan ini sedikit jumlahnya didalam Al-Qur’an dan itu ada sebabnya diantaranya adalah untuk membantah orang yang memiliki pemahaman yang salah. Seperti orang yang mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki anak maka Allah subhanahu wata’ala bantah.
Jadi asalnya adalah penafian-penafian yang ada dalam Al-Qur’an adalah penafian secara mujmal (global), adapun perincian di dalam masalah penafian ini ada tapi sedikit.
فَلاَ عُدُولَ لأَهْلِ السُّنَّةٌ وَالْجَمَاعَةِ عَمَّا جَاءَ بِهِ الْمُرْسَلُونَ؛ فَإِنَّهُ الصِّرَاطُ الْمُسْتَقِيمُ، صِرَاطُ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ والصَالِحِين
Kalau demikian
فَلاَ عُدُولَ لأَهْلِ السُّنَّةٌ
Kalau demikian keadaan para Rasul maka tidak ada penyimpangan bagi Ahlussunnah, artinya tidak ada alasan bagi mereka untuk meninggalkan dan untuk menyimpang dari apa yang dibawa oleh para rasul.
Kalau kita sudah mengetahui tentang Allah subhanahu wata’ala, pujian Allah subhanahu wata’ala terhadap para rasul, bahwasanya apa yang mereka lakukan ini adalah benar dan apa yang mereka lakukan adalah selamat, maka bagaimana Ahlussunnah Wal jamaah mereka menyimpang dan meninggalkan apa yang dibawa oleh para Rasul. Mereka akan terus Istiqomah di atas jalannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meskipun mencela mereka orang yang mencela, meskipun menuduh mereka orang yang menuduh, karena yang penting adalah mereka benar disisi Allah subhanahu wata’ala
فَإِنَّهُ الصِّرَاطُ الْمُسْتَقِيمُ
Karena sesungguhnya apa yang dibawa oleh para Rasul itu adalah jalan yang lurus, itulah yang merupakan jalan yang lurus yang senantiasa kita berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala di dalam sholat kita
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus. Inilah jalan yang lurus yaitu jalannya para rasul, termasuk diantaranya adalah jalan mereka di dalam memahami nama dan juga sifat. Ingin jalan yang lurus maka yakinilah apa yang diyakini oleh para rasul, berakidahlah sebagaimana akidahnya para rasul, dalam masalah nama dan juga sifat Allah subhanahu wata’ala
فَإِنَّهُ الصِّرَاطُ الْمُسْتَقِيمُ
Inilah jalan yang lurus ketika kita mengatakan
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
Jalan orang-orang yang engkau berikan nikmat yaa Allah subhanahu wata’ala, siapa orang-orang yang Allah subhanahu wata’ala berikan nikmat mereka adalah sebagaimana Allah subhanahu wata’ala sebutkan dalam surah An-Nisa’: 69
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُوْلَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَۚ
Dan barangsiapa yang taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya maka mereka bersama orang-orang yang Allah subhanahu wata’ala berikan nikmat kepada mereka dari kalangan para nabi, berarti para nabi jelas mereka mereka berada di atas jalan yang lurus, para Rasul jelas mereka berada di atas jalan yang lurus.
Ini menafsirkan apa yang ada didalam A-Fatihah, didalam Al-Fatihah kita mengatakan jalan orang yang engkau beri nikmat ya Allah subhanahu wata’ala, siapa orang yang engkau beri nikmat disebutkan dalam ayat ini, pertama para nabi,
وَٱلصِّدِّيقِينَ
dan orang-orang yang sangat kejujurannya, orang-orang yang beriman yang memiliki kekuatan iman yang luar biasa,
وَٱلشُّهَدَآء
dan juga orang-orang yang beriman yang mereka syuhada, meninggal fisabilillah,
وَٱلصَّٰلِحِينَۚ
dan juga orang-orang yang sholeh.
Inilah orang-orang yang Allah subhanahu wata’ala berikan nikmat, nikmat hidayah, nikmat hidup diatas jalan yang lurus
صِرَٰط ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِين
Yaitu jalan orang-orang yang Allah subhanahu wata’ala berikan nikmat kepada mereka dari kalangan para nabi, para shiddikin, para syuhada, dan orang-orang yang shaleh.
Ini adalah kaidah secara umum yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah sebelum beliau secara terperinci menyebutkan dalil-dalil dari sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala secara terperinci. Semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan kepada kita semuanya kemudahan didalam memahami agama Allah subhanahu wata’ala dan memberikan hidayah kepada kita semuanya dan menjadikan kita istiqomah di atas jalan ini.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top