Apabila maksudnya adalah mencari petunjuk di dalam kitab-kitab tersebut seakan-akan tidak mencukupkan dirinya dengan Al-Qur’an.
Karena Allah telah mengabarkan bahwa kitab-kitab tersebut sudah diubah, sudah tercampur antara yang haq dan yang bathil.
⇒ Yang bathil jelas kita tinggalkan.
⇒ Adapun yang haq, yang selamat dan tidak diubah maka Al-Qur’an yang dijaga oleh Allah dari perubahan telah mencukupi kita.
◆ Tidak ada kebaikan yang kita butuhkan di dalam agama kita kecuali sudah diterangkan di dalam Al-Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta’āla berfirman,
“Apakah tidak mencukupi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu sebuah kitab yang dibacakan atas mereka? Sesungguhnya di dalamnya ada rahmat dan peringatan bagi kaum yang beriman.” (QS Al-‘Ankabut: 51)
Dari Jabir Ibnu ‘Abdillah radhiyallāhu ‘anhumā, bahwa ‘Umar Ibnu Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu mendatangi Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan membawa sebuah kitab yang dia dapatkan dari sebagian Ahlul Kitab kemudian membacakannya kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Dan demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku telah mendatangi kalian dengan sesuatu yang putih bersih.
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa masih hidup niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali mengikuti aku.” (Hadits hasan riwayat Imam Ahmad)
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan di dalam Shahih Bukhari, ucapan ‘Abdullah Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhumā. Beliau mengatakan,
Kalian membacanya dalam keadaan bersih tidak tercampuri dan Allah telah mengabarkan kepada kalian bahwa Ahlul Kitab telah mengganti kitab Allah dan mengubahnya.
Dan menulis kitab dengan tangan-tangan mereka dan mereka berkata ‘Ini adalah dari sisi Allah’ dengan tujuan menjualnya dengan harga yang sedikit.
Bukankah ilmu yang datang kepada kalian telah melarang kalian untuk bertanya kepada mereka?
Tidak demi Allah, kami tidak melihat seorang pun dari mereka yang bertanya kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian.”
◆ Dikhawatirkan apabila seseorang membaca kitab-kitab tersebut akan membenarkan yang bathil atau mendustakan yang benar atau menjadi tersesat dan terfitnah agamanya.
⑵ BOLEH
Boleh hukumnya apabila dia:
• Termasuk penuntut ilmu atau orang yang berilmu dengan Al-Qur’an dan Hadits.
• Kuat keimanannya, dalam ilmu agamanya, khususnya tentang masalah ‘aqidah, tauhid dan lain-lain.
• Dan tujuannya adalah ingin:
✓Membantah Ahlul Kitab.
✓Menerangkan penyimpangannya.
✓Menjelaskan pertentangan yang ada di dalam kitab tersebut.
✓Menunjukkan keistimewaan Al-Qur’an.
✓Menyingkap syubhat mereka.
✓Dan juga menegakkan hujjah atas mereka.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā; bahwasanya orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam, kemudian mereka menyebutkan bahwa seorang laki-laki dan wanita di antara mereka telah berzina.
Mereka berkata: ‘Kami akan membuka aib-aibnya dan mereka akan dicambuk.’
⇒ Maksudnya mereka mengingkari adanya ayat tentang rajam di dalam Taurat.
Kemudian ‘Abdullah Ibnu Salam radhiyallāhu ‘anhu berkata, ‘Kalian telah berdusta, sesungguhnya di dalam Taurat ada ayat rajam.’
Kemudian mereka mendatangkan Taurat dan membukanya.
Salah seorang diantara mereka meletakkan tangannya di atas ayat rajam.
⇒ Maksudnya menutupi.
Kemudian membaca ayat sebelumnya dan setelahnya kemudian ‘Abdullah Ibnu Salam berkata, ‘Angkatlah tanganmu!’
Maka dia mengangkat tangannya, maka di dalamnya ada ayat tentang rajam.
Mereka berkata, ‘Dia telah benar, wahai Muhammad, di dalamnya ada ayat tentang rajam.’
Maka Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyuruh untuk merajam keduanya, kemudian keduanya dirajam.
Berkata ‘Abdullah Ibnu Salam, ‘Maka aku melihat laki-laki tersebut memiringkan badannya ke arah wanita tersebut ingin melindunginya dari batu.
(HR Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, para ulama menulis kitab-kitab yang membantah Ahlul Kitab, dan membawakan di dalamnya beberapa nash dari kitab-kitab yang ada di tangan mereka sendiri, seperti,
• Ibnu Hazm, di dalam kitabnya Al-Fashlu Fil Milali Wal Ahwai Wan Nihali.
• Abu ‘Abdillah Al-Qurthubiy, di dalam kitabnya Al-I’lamu Bima Fi Dinin Nashara Minal Fasadi Wal Awhami Wa Izh-aru Mahasinil Islami.
• Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam kitabnya Al-Jawabush Shahihu Liman Baddala Dinal Masihi.
• Ibnul Qayyim, di dalam Kitabnya Hidayatul Hayara Fi Ajwibatil Yahudi Wan Nashara
• Dan juga kitab-kitab yang lain.