Halaqah yang ke-31 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Allah subhanahu wata’ala Dia-lah As-Sami’ Al-Bashir Dia-lah Yang Maha Melihat, Yang Maha Mendengar. Maha yaitu Allah subhanahu wata’ala sangat sempurna pendengarannya, mendengar segala sesuatu. Antum berbicara sekecil apapun, di ruangan yang tertutup berlapis-lapis selirih apa pun maka ketahuilah bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang As-Sami’. Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar semuanya, selirih apapun seseorang berbicara dan sebanyak apapun orang berbicara, bahkan yang berbicara bukan hanya manusia saja, jin juga berbicara, hewan mereka berbicara dengan bahasa mereka, apakah samar bagi Allah subhanahu wata’ala suara-suara tersebut? Tidak.
Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar semuanya, Dia-lah yang As-Sami’, seandainya mereka berbicara dengan suara kecil yang paling kecil yang mereka bisa, Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar. Sehingga di sini kita mengetahui Allah subhanahu wata’ala Dia Mendengar apa yang diucapkan oleh hamba-Nya berupa doa misalnya, Allah subhanahu wata’ala sami’uddu’a, Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar. Meskipun kita tidak mengeraskan suara kita tapi kita mengatakan ya Allah subhanahu wata’ala ya sami’uddu’a, berikanlah aku rezeki mudahkanlah aku dalam menuntut ilmu, berikanlah taufik dan juga hidayah kepada orang tuaku, Allah subhanahu wata’ala mendengar yang demikian. Maka seorang muslim tidak berputus asa dari rahmat Allah subhanahu wata’ala.
Dan asalnya yang namanya doa ini dilirihkan bukan dikeraskan di hadapan orang lain, asalnya dilirihkan dengan khufiyah yaitu dengan pelan-pelan. Dan Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar apa yang diucapkan oleh musuh-musuh Allah subhanahu wata’ala yang mereka berbicara tentang Allah subhanahu wata’ala dengan pembicaraan yang buruk, menghina rasul-Nya, menghina ayat-ayat-Nya, Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar apa yang mereka ucapkan, ketika mereka berkumpul membuat makar atau berkonspirasi, apakah itu samar dari Allah subhanahu wata’ala? Allahu Robb kita Maha Mendengar apa yang mereka ucapkan. Tidak usah khawatir, Allah subhanahu wata’ala mengetahui rencana mereka dan makar yang ingin mereka lancarkan untuk menghancurkan agama Allah subhanahu wata’ala.
لَّقَدۡ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوۡلَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ فَقِيرٞ وَنَحۡنُ أَغۡنِيَآءُۘ
[ali-Imran:181]
Ketika orang-orang yahud mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala itu faqir, Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar. Sungguh Allah subhanahu wata’ala telah mendengar ucapan orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala adalah fakir وَنَحۡنُ أَغۡنِيَآءُ dan mereka mengatakan kami adalah orang-orang kaya. Mensifati Allah subhanahu wata’ala dengan faqr.
سَنَكۡتُبُ مَا قَالُواْ
Sungguh Kami akan menulis apa yang mereka ucapkan.
Ditulis oleh Allah subhanahu wata’ala, akan ada perhitungan dengan mereka.
وَقَتۡلَهُمُ ٱلۡأَنۢبِيَآءَ بِغَيۡرِ حَقّٖ
Dan pembunuhan mereka terhadap nabi-nabi Allah subhanahu wata’ala tanpa hak. Dan nanti kelak di hari kiamat akan ada perhitungan
وَنَقُولُ ذُوقُواْ عَذَابَ ٱلۡحَرِيقِ
Dan Kami akan katakan kepada mereka rasakanlah adzab yang membakar ini.
Kita yakin bahwasanya makar yang mereka perbuat, yang mereka bicarakan adalah ada disisi Allah subhanahu wata’ala, wa ‘indallahi makruhum, di sisi Allah subhanahu wata’ala makar mereka, Allah subhanahu wata’ala mendengar apa yang mereka ucapkan.
Kita lemah kita tidak memiliki kekuatan atau mendengar setiap apa yang diucapkan di dunia ini tapi Allah subhanahu wata’ala mendengar, maka kewajiban kita adalah bertawakal kepada Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala yang akan mengurusi kita semuanya, Allah subhanahu wata’ala yang akan menolong kita dengan syarat kita mau menolong agama Allah subhanahu wata’ala
إِن تَنصُرُوا۟ ٱللَّهَ يَنصُرْكُمْ
[Muḥammad:7]
Kalau kalian menolong Allah subhanahu wata’ala maka Allah subhanahu wata’ala akan menolong kalian. Bagaimana menolong Allah subhanahu wata’ala? Kita melaksanakan perintah dan juga menjauhi larangan, yaitu menolong agama Allah subhanahu wata’ala kita sebarkan tauhid, kita sebarkan sunnah dan kita praktekkan pada diri kita sendiri di tengah-tengah manusia yang mereka lalai dan banyak diantara mereka yang tidak melaksanakan apa yang telah diturunkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Maka Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Mendengar, kalau kita memiliki problem, kita memiliki permasalahan hidup kembali kepada Allah subhanahu wata’ala dirikan sholat, yakinlah bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Mendengar apa yang antum ucapkan. Dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui sebelum antum ucapkan, hadirkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar setiap apa yang diucapkan oleh manusia, sehingga ketika kita Mengetahui Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar padahal di dalam hati kita ada ta’dzhim pengagungan terhadap Allah subhanahu wata’ala maka malulah untuk mengucapkan sesuatu yang tidak diridhoi oleh Allah subhanahu wata’ala.
Sehingga kita menjaga lisan kita, takut untuk bohong karena Allah subhanahu wata’ala mendengar, takut untuk mengucapkan ucapan yang tidak baik, ucapan yang jorok, ucapan yang terlalu keras sehingga masuk di dalam larangan
إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
[Luqman:19]
Suara yang paling jelek adalah suara keledai. Kita diperintahkan untuk melirihkan suara, mengeraskan suara kalau memang ada keperluan. Maka orang yang isthdzar dan mengingat selalu bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Mendengar, hati-hati dalam mengeluarkan suaranya.
Seandainya kita bertetangga dan mungkin rumah kita posisinya bertolak belakang dengan tetangga kita artinya terkadang kita berbicara di rumah bagian belakang kemungkinan terdengar oleh tetangga kita yang juga sedang di rumah bagian belakang, apa yang kita lakukan, kita melirikan suara, malu kita teriak-teriak kita membentak-bentak anak atau kita membentak suami misalnya atau orang tua, malu. Dan ini adalah perbuatan yang tidak baik tapi kita melirikan suara karena kita tahu bahwasanya kemungkinan tetangga kita dibelakang juga mendengar. Nah harusnya kita terhadap Allah subhanahu wata’ala adalah kita malu kepada Allah subhanahu wata’ala.
Maka jagalah ucapan jagalah suara kita dan ketahuilah bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar, jadikanlah Allah subhanahu wata’ala mendengar yang baik-baik saja dari diri kita, dzikir, kalimat yang toyibah, nasehat, membaca Al-Qur’an, ucapan yang didalamnya ada ikram kepada orang tua, ucapan yang didalamnya ada kasih sayang terhadap anak, ada penghormatan kepada suami, ada ihtirom kepada guru, maka ini adalah suara-suara dan kalimat-kalimat yang baik, dan ini harusnya demikian kita memahami nama Allah subhanahu wata’ala As-Sami’.
Dan Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Al-Bashir, Dia-lah Yang Maha Melihat dan mengetahui perkara yang dzhohir yang jelas, maupun perkara yang teliti yang detail Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui. Maha Melihat dan penglihatan Allah subhanahu wata’ala adalah penglihatan yang luar biasa yang sangat sempurna, seandainya ada sesuatu yang sangat kecil yang mungkin warnanya hitam di malam yang gelap gulita dan di tempat yang dilapisi dengan banyak lapisan maka Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui tidak ada sesuatu yang luput dari penglihatan Allah subhanahu wata’ala. Makhluk yang paling kecil virus atau bakteri atau kuman atau yang semisalnya, Allah subhanahu wata’ala Maha Melihat, Bahkan Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan dan Allah subhanahu wata’ala melihatnya, bagaimana dia bergerak, bagaimana dia menular, berapa jumlahnya tidak ada yang luput dari penglihatan Allah subhanahu wata’ala.
Maka orang yang mengetahui bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Melihat sama dengan ketika dia mengetahui bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar, dia berusaha untuk memperlihatkan sesuatu yang baik, berlaku dengan perlakuan yang baik, baik di dalam rumahnya maupun di luar rumah, baik dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain, karena dalam keadaan dia sendiri di kamarnya dan di depannya ada HP ada komputer dia sadar bahwasanya Allah subhanahu wata’ala sedang melihat, malu kalau kita melakukan perkara yang tidak baik sementara Allah subhanahu wata’ala melihatnya.
Kita bersama keluarga kita sama teman kita atau anak atau istri kita, kita melihat sesuatu yang tidak diperbolehkan sementara dia secara tidak sengaja dia melihat ini sesuatu yang memalukan, kita tahu itu adalah perkara yang tidak diperbolehkan dan dia adalah maksiat, lalu bagaimana karena seharusnya itulah yang dilakukan oleh seseorang dan harusnya dia lebih malu ketika di lihat oleh Allah subhanahu wata’ala melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allah subhanahu wata’ala, dan Allah subhanahu wata’ala memberikan nikmat kepada kita dengan mata kemudian kita gunakan untuk sesuatu yang diharamkan, maka seseorang malu melakukan yang demikian.
As-Sami’ Al-Bashir ini adalah nama Allah subhanahu wata’ala yang seharusnya diantara faedah yang bisa kita ambil menjadikan kita muraqabah, merasa diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala dalam ucapan kita maupun dalam gerak-gerik kita. Dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ
[An-Nisa’:58]
Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala sungguh baik apa yang Dia nasehatkan kepada kalian
إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا
Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Abu Huroiroh pernah beliau membaca ayat ini yaitu
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا
[An-Nisa’:58]
Beliau mengatakan, hadist ini diriwayatkan oleh Abu Daud,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ إِبْهَامَهُ عَلَى أُذُنِهِ
Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan ibhamnya di atas telinganya, ibham ini adalah jempol, meletakkan jempolnya di atas telinganya
وَالَّتِي تَلِيهَا عَلَى عَيْنِهِ
Dan apa yang setelah ibham (jempol)nya, yaitu jari telunjuknya, ke arah matanya. Ini dilihat oleh Abu Hurairah, Abu Hurairah mengatakan dalam riwayat yang lain
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَؤُهَا وَيَضَعُ إِصْبَعَيْهِ
Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat ini dan meletakkan kedua jarinya ini.
Apa maksud Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan meletakkan dua jarinya, maksudnya adalah ingin menunjukkan kepada kita bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki pendengaran dan juga penglihatan secara hakekat, yaitu Allah subhanahu wata’ala benar benar memiliki pendengaran dan juga benar-benar memiliki penglihatan, itu maksudnya. Bukan berarti Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mentasybih, bukan berarti Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyerupakan, mustahil Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyerupakan penglihatan Allah subhanahu wata’ala dengan penglihatan makhluk, pendengaran Allah subhanahu wata’ala dengan pendengaran makhluk padahal Allah subhanahu wata’ala mengatakan
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
Tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata’ala, dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Yang dimaksud Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hakikatnya, yaitu Allah subhanahu wata’ala benar-benar melihat dan Allah subhanahu wata’ala benar-benar mendengar, bantahan terhadap sebagian orang yang mereka mentakwil As-Sama’ wal-Bashar tadi dengan ilmu, bantahan terhadap orang yang menafikan sama sekali, bukan hanya mentakwil bahkan dia lebih parah lagi, menafikan yaitu Allah subhanahu wata’ala tidak mendengar Allah subhanahu wata’ala tidak melihat, mengatakan Allah subhanahu wata’ala itu sami’ bi la sam’I, Allah subhanahu wata’ala itu Bashir bi la Bashar, Allah subhanahu wata’ala itu Maha Mendengar tapi tanpa pendengaran, Allah subhanahu wata’ala Maha Melihat tapi tanpa penglihatan, berarti dia menetapkan nama bagi Allah subhanahu wata’ala dan menolak sifat padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan dengan isyarat ini hakikat dari sifat Allah subhanahu wata’ala.
Al-Imam Abu Daud Rahimahumullah ketika beliau menyebutkan riwayat ini beliau menukil ucapan Ibnu Yunus dia mengatakan
قَالَ الْمُقْرِئُ يَعْنِي إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ يَعْنِي أَنَّ لِلَّهِ سَمْعًا وَبَصَرًا
Ini salaf, mereka mengatakan Maha Mendengar Maha Melihat maksudnya adalah Allah subhanahu wata’ala memiliki pendengaran dan juga penglihatan, berkata Abu Daud
وَهَذَا رَدٌّ عَلَى الْجَهْمِيَّةِ
Ini adalah bantahan terhadap jahmiyah.
Dan Al-Imam At-Tirmidzi Rahimahullah, beliau juga di dalam sunnah At-Tirmidzi menukil sebagian ucapan salaf dalam masalah ini dengan nukilan yang panjang di sini namun saya sebutkan di sini bahwasanya beliau mengatakan
وَهَكَذَا قَوْلُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ
Demikanlah ucapan ahli Sunnah Wal jamaah, yaitu mereka menetapkan tanpa menyebutkan kaifiyahnya
وَأَمَّا الْجَهْمِيَّةُ فَأَنْكَرَتْ هَذِهِ الرِّوَايَاتِ
Adapun jahmiyah maka mereka mengingkari riwayat ini
وَقَالُوا هَذَا تَشْبِيهٌ
Mereka mengatakan ini adalah tasybih, yaitu menganggap orang yang menetapkan sifat Allah subhanahu wata’ala berarti dia mentasybih Allah subhanahu wata’ala.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]