Home » Halaqah 34: Landasan Ke Dua Ma’rifatu Dinil Islam Bil Adillah: Makna Syahadat Muhammad Rasulullah (Bagian 1)

Halaqah 34: Landasan Ke Dua Ma’rifatu Dinil Islam Bil Adillah: Makna Syahadat Muhammad Rasulullah (Bagian 1)

Materi HSI pada halaqah ke-34 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah adalah tentang landasan kedua ma’rifatu dinil islam bil adillah makna syahadat bagian 1.

Kemudian setelah mendatangkan dalil, beliau menyebutkan tentang makna Syahadat Muhammadan Rasulullah.

ومعنى شهادة أن محمدا رسول الله: طاعته فيما أمره، وتصديقه فيما أخبر، واجتناب ما عنه نهى وزجر، و أن لا يعبد الله إلا بما شرع
Kemudian beliau menjelaskan tentang makna syahadat yang ke dua ini, sebagaimana beliau menjelaskan agak lebar tentang makna syahadat yang pertama, karena kedudukan syahadat di dalam agama Islam, karena ini juga berkaitan langsung dengan judul kitab ini tentang Ma’rifatu Nabiyyihi Muhammadin shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka beliau perjelas/diterangkan di sini tentang makna syahadat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam . Orang yang sudah bersaksi bahwasanya Beliau adalah seorang Rasul (dan masing-masing kita adalah orang tersebut yang sudah bersaksi menyatakan bahwasanya Beliau adalah Rasulullah), maka ini memiliki makna, ada konsekuensinya. Dia bukan كلمة أطلقت وقيلت kemudian dia tidak memiliki makna. Tidak. Dia adalah kalimat yang mengandung konsekuensi, mengandung sumpah.
Kalau kita sudah bersaksi bahwa Beliau adalah Rasulullah, orang yang telah diutus kepada kita, berarti kita harus yakin bahwa Beliau membawa sesuatu dari yang mengutusnya. Ini yang harus kita yakini. Beliau diutus oleh Allah kepada kita, pasti dia membawa sesuatu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana seorang utusan presiden diutus oleh presiden kepada kita, misalnya. Kira-kira ketika dia datang ke rumah kita dan mengatakan saya adalah utusan dari bapak presiden untuk bapak. Oh iya – السلام عليكم – (hanya seperti itu?) Hanya untuk mengabarkan bahwa dia adalah utusan presiden? Tentunya tidak. Akan kita tanyakan pesan dari bapak presiden sampai mengutus bapak ke saya. Itu pertanyaan yang seharusnya memang disampaikan, karena tidak mungkin bapak presiden mengutus kepada kita seorang utusan seperti itu kecuali ada sesuatu yang penting yang harus segera disampaikan. Mustahil tidak membawa sesuatu.
Maka yang dibawa oleh utusan Allah adalah amanat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa amanatnya?
Terkadang berupa perintah, terkadang berupa berita, terkadang berupa larangan, dan terkadang berupa cara ibadah. Inilah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , dibawa oleh Beliau, Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mebebankan kepada Beliau untuk membawa amanat-amanat ini disampaikan kepada manusia.
1. Perintah
Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada Beliau sebuah perintah. Ini adalah perintah untuk manusia. Sampaikan kepada mereka, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan kepada manusia, memerintahkan kepada mereka, demikian dan demikian. Wahai manusia hendaklah kalian demikian atau mengatakan Allah telah memerintahkan kalian demikian. Ya fulan, hendaklah engkau demikian.
Ucapan-ucapan Beliau tersebut yang isinya adalah perintah-perintah bagi manusia asalnya adalah wahyu. Jibril yang membawa perintah tadi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka orang yang mentaati perintah Beliau pada hakikatnya dia telah mentaati perintah Allah Azza wa Jalla.
Orang yang mentaati perintah utusan pada hakikatnya dia telah mentaati perintah yang mengutusnya. Orang yang mentaati perintah Rasulullah maka dia telah mentaati perintah Allah Azza wa Jalla. Dan perintah Allah ada dua macam, ada perintah yang sifatnya wajib dan ada perintah yang sifatnya mustahab.
Perintah yang wajib kalau tidak dilaksanakan perintah tersebut, maka kita berdosa dan kalau kita laksanakan maka kita mendapatkan pahala (shalat 5 waktu, berpuasa di bulan ramadhan, berzakat bagi orang yang memiliki kewajiban, berbakti kepada kedua orang tua, dst).
Adapun yang mustahab, maka kalau tidak dilakukan seseorang tidak berdosa. Puasa yang sunnah, shalat yang sunnah, dzikir-dzikir yang sunnah. Dan seorang muslim harus yakin bahwasanya di dalam apa yang diperintahkan oleh Allah pasti di sana ada mashlahat. Itu qoidah dan prinsip yang harus kita pegang.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top