Home » Halaqah 36: Landasan Ke Dua Ma’rifatu Dinil Islam Bil Adillah: Dalil Rukun Islam Shalat dan Zakat dan Tafsir Tauhid (Bagian 1)

Halaqah 36: Landasan Ke Dua Ma’rifatu Dinil Islam Bil Adillah: Dalil Rukun Islam Shalat dan Zakat dan Tafsir Tauhid (Bagian 1)

Materi HSI pada halaqah ke-36 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah adalah tentang landasan kedua ma’rifatu dinil islam bil adillah dalil rukun Islam shalat dan zakat dan tafsir tauhid bagian 1.
Beliau mengatakan,
ودليل الصلاة، والزكاة، وتفسير التوحيد قوله تعالى
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دين القيمة
[Al Bayyinah 5]
Beliau menyebutkan setelah membahas tentang syahadat (yang merupakan rukun Islam yang pertama) ingin menyebutkan kepada kita tentang dalil wajibnya shalat dan juga zakat dengan dalil tersendiri, di luar dari – بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ – dan di sini beliau gabungkan jadi satu sholat dan juga zakat karena datang dalam satu ayat/dalil.
Dan banyak di dalam Al-Quran, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengakan antara shalat dengan zakat. Disebutkan sholat dan setelahnya disebutkan zakat, sebagaimana dalam ayat ini. Dan juga di dalam ayat yang lain.
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ
(فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخۡوَانُكُمْ فِی ٱلدِّینِۗ)
[Surat At-Tawbah 11]
(فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَخَلُّوا۟ سَبِیلَهُمۡۚ)
[Surat At-Tawbah 5]
(وَأَقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّاكِعِيْنَ)
[Surat Al-Baqarah 43]
(وَأَقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ثُمَّ تَوَلَّیۡتُمۡ)
[Surat Al-Baqarah 83]
(وَأَقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَمَا تُقَدِّمُوا۟ لِأَنفُسِكُم)
[Surat Al-Baqarah 110]
(وَفِی ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ)
[Surat Al-Baqarah 177]
(إِنَّ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَاتِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ)
[Surat Al-Baqarah 277]
(أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِینَ قِیلَ لَهُمۡ كُفُّوۤا۟ أَیۡدِیَكُمۡ وَأَقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ)
[Surat An-Nisa’ 77]
Na’am. Ayat-ayat yang banyak yang menunjukan Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan antara shalat dengan zakat, sehingga beliau rahimahullah di dalam kitab ini beliau juga menggandengkan sholat dan juga zakat sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menggandengkan diantara keduanya.
Dan beliau mendatangkan firman Allah yang ada di dalam surat Al Bayyinah. Kemudian beliau mengatakan – وتفسير التوحيد – padahal di sini sedang membahas tentang shalat dan juga zakat, tetapi beliau selipkan dengan – تفسير التوحيد –
Kalau ditanya kenapa beliau melakukan demikian? Karena ingin menunjukan kepada kita tentang kedudukan Tauhid. Sedikit-sedikit beliau membahas tentang Tauhid. Ketika di awal, di risalah yang pertama dan ke dua membahas tentang Tauhid, ketika membahas tentang Ma’rifatullah membahas tentang Tauhid jelas, ketika membahas tentang Ma’rifatu Dinil Islam ketika menyebutkan tentang pengertian Islam, – الإستسلام لله بالتوحيد – langsung disebutkan Tauhid. Sebelum beliau masuk kepada Ushulu Tsalasah juga disebutkan tentang Tauhid. وأعظم ما أمر الله به التوحيد
Maka ketika beliau menyebutkan shalat dan juga zakat dan ternyata di dalam ayat ini juga disinggung tentang Tauhid.
Maka beliau mengatakan – وتفسير التوحيد – dan mungkin ini sebab yang ke dua kenapa beliau mendatangkan ayat ini karena ayat itu juga di sini ada perintah untuk bertauhid.
Tauhid ini adalah asal dari agama kita. Pondasi agama kita ini adalah Tauhid. Inilah agama para Nabi dan Rasul. Dien At Tauhid, Dienul Islam. Makanya beliau gandengkan terus ini dengan Tauhid.
Mengenal Islam digandengkan dengan Tauhid, nanti mengenal Nabi Muhammad juga digandengkan dengan tauhid, karena Tauhid ini adalah Ashl (pondasi), dengannya diperintahkan manusia, dan dengan sebabnya diciptakan manusia.
قوله تعالى
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dalam keadaan mereka mengikhlaskan agama,”
Tidaklah mereka diperintahkan kecuali dengan apa yang disebutkan setelahnya.
Pertama,
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
Di sini adalah perintah untuk bertauhid dan larangan untuk melakukan kesyirikan dan di sini ada tafsir Tauhid, sebagaimana beliau ketika menyebutkan,
وتفسيرها الذي يوضحها
Beliau menyebutkan,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ
Dan beliau menyebutkan,
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ
QS Ali Imran 64
Maka ini juga termasuk tafsirnya.
– لِيَعْبُدُوا اللَّهَ – kecuali untuk menyembah Allah.
Apa makna menyembah Allah (Tauhidullah)?
إلا لِيَعْبُدُوْنَ أي لِيُوَحِّدُوْنَ
Sebagaimana ini adalah ucapan Abdullah Ibnu Abbas. لِيَعْبُدُوا اللَّهَ kecuali untuk menyembah Allah, maksudnya adalah لِيُوَحِّدُالله, sebagaimana Allah mengatakan- لِيَعْبُدُوْنَ – maksudnya adalah لِيُوَحِّدُوْنَ.
Berarti ini sudah menunjukan tentang tauhid. Ditambah lagi – مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ – mengikhlaskan agama untuk Allah.
Dan الدين terkadang maknanya adalah ibadah, mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah, ini termasuk Tauhid juga.
Ditambah lagi Allah mengatakan – حُنَفَاءَ – jama’ dari hanif yang artinya adalah muqbil ‘alallah (orang yang menghadapkan dirinya hanya kepada Allah), ini juga Tauhid.
Dan ini semua konsekuensinya adalah meninggalkan segala sesuatu yang disembah selain Allah. Tauhid artinya adalah menunggalkan/mengesakan, berarti selain Allah ditinggalkan. Kalau selain Allah masih dipakai berarti belum muhlis.
– حُنَفَاءَ – hanya kepada Allah saja. Kalau dia masih kepada selain Allah berarti belum Hanif, masih condong sana dan ke sini (kalau hanif hanya satu saja). Berarti – لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ – ini adalah – تفسير التوحيد – harus ada Nafyu dan harus ada Itsbat.
Kemudian setelahnya,
وَیُقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَیُؤۡتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَۚ
“Dan mereka mendirikan shalat dan juga membayar zakat.”
Ini adalah perintah yang ke dua dan ke tiga.
وَمَاۤ أُمِرُوۤا۟
“Dan tidaklah mereka diperintahkan.”
Dan asal dari perintah adalah wajib, menunjukan tentang wajibnya shalat, dan menunjukan tentang wajibnya zakat. Di samping ayat-ayat yang lain yang banyak tadi.
و أقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءاۡتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَۚ
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ
[At Taubah 60]
Dan terakhir Allah mengatakan, فَرِیضَةࣰ مِّنَ ٱللَّهِۗ ini adalah kewajiban dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jadi mendirikan shalat dan juga membayar zakat berdasarkan ayat ini hukumnya adalah wajib, karena beliau mendatangkan ayat ini ingin menunjukan kepada kita tentang wajibnya shalat dan juga wajibnya zakat.
Barangsiapa yang mengingkari kewajiban shalat dan kewajiban zakat maka dia telah keluar dari agama Islam. Mengatakan misalnya shalat tidak wajib meskipun dia lakukan, shalat bersama kita, tapi kalau dia mengatakan ini tidak wajib, dia telah mengingkari sesuatu yang معلوم في الدِّينِ بالضَّرورةِ (sesuatu yang maklum diketahui di dalam agama kita ini). Semua orang mengenalnya demikian, mengetahui bahwasanya shalat ini adalah wajib, kemudian dia ingkari maka dia telah keluar dari agama Islam.
Sebagaimana orang yang menghalalkan sesuatu yang haram, yang maklum di dalam agama ini بالضَّرورةِ. Keharaman yang dhohir yang semua orang Islam mengetahui itu adalah haram kemudian dihalalkan oleh dia maka ini bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top