Materi HSI pada halaqah ke-46 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah adalah tentang landasan kedua ma’rifatu dinil islam bil adillah tingkatan Islam ketiga adalah ihsan dan rukunnya.
Kemudian beliau rahimahullah mengatakan,
المرتبة الثالثة: الإحسان: ركن واحد، وهو: ( أن تعبد الله كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه يراك )
Tingkatan yang ke tiga : Al-Ihsan (الإحسان)
Secara bahasa, Ihsan adalah Al-Itqan artinya puncaknya atau maksimalnya dia dalam melakukan sesuatu.
Ihsan dari kata Ahsana (احسن) Yuhsinu (يحسن Ihsanan (احسان)
Ahsana (أحسنَ) artinya memperbaiki
Hasan (حسن) artinya baik
Jadi orang yang Ihsan adalah orang yang selalu memperbaiki. Memperbaiki baik amalan dhohir maupun amalan bathinnya. Ihsan adalah tingkatan yang paling tinggi, karena dia sudah Ihsan di dalam Islam dan Imannya, baik amalan dhohir maupun bathinnya.
Ihsan hanya memiliki satu rukun.
Rukun ini memiliki 2 tingkatan:
- Tingkatan Musyaahadah, Engkau beribadah kepada Allah saja seakan-akan engkau melihatnya.
- Tingkatan Muraaqabah, Jika engkau tidak melihat Allah, maka sesungguhnya Dia (Allah) melihatmu.
Tingkatan pertama (Musyaahadah) ini lebih tinggi daripada yang ke dua, yaitu:
أن تعبد الله كأنك تراه
“Engkau menyembah kepada Allah saja seakan-akan engkau melihat-Nya.”
Kenapa di sini memakai kata seakan-akan?Karena seseorang di dunia ketika dia beribadah kepada Allah tidak mungkin dia melihat Allah, karena Allah tidak mengizinkan manusia untuk melihatnya ketika di dunia. Tapi Allah akan mengizinkan orang-orang yang beriman untuk melihatnya di akhirat.
Misalnya (perumpamaan):
Seorang karyawan memiliki atasan yang sangat dihormati, kemudian atasan tersebut memberi amanah atau perintah untuk mengerjakan suatu pekerjaan (laporan, misalnya) dan laporan itu harus selesai saat itu dan atasan (pimpinan) menunggu hasil pekerjaan tersebut.
Sebagai seorang karyawan pastinya dia akan mengerjakan pekerjaan itu dengan sebaik-baiknya dan sungguh-sungguh.
Kenapa? Karena pimpinannya saat itu ada di depannya dan memperhatikan pekerjaan. Karyawan itu akan bekerja maksimal (sebaik-baiknya) karena dia sedang diawasi pimpinannya.
Demikian pula orang yang beribadah kepada Allah seakan-akan dia melihat Allah maka Dia akan beribadah secara maksimal karena dia merasa Allah melihatnya, Allah ada di depannya.
Tingkatan Kedua (Muraaqabah)
فإن لم تكن تراه فإنه يراك
“Jika kamu tidak melihatnya maka ketahuilah bahwasanya Dia (Allah) melihatmu.”
Misalnya (perumpamaan):
Seorang karyawan sedang bekerja, saat itu pimpinannya tidak ada di depan dia, tapi pimpinan itu memasang CCTV sehingga dia bisa memantau cara kerja semua karyawannya.
Bagaimana sikap karyawan tersebut?
Tentunya karyawan tersebut akan tetap bekerja dengan sungguh-sungguh karena CCTV terus memantau pekerjaan dia.
Begitu pula dalam ibadah, seseorang akan memperbaiki amalan dhohir dan bathinnya karena Allah melihat dhohir dan bathin kita.
Seseorang akan beribadah sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah. Malu kalau sampai dia melakukan ibadah tidak sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah.
Misalnya, Dia akan berusaha takbir sesuai dengan contoh Rasulullah. Dia akan membaca Al-Qur’an sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah.
Semakin dia merasa diawasi oleh Allah, maka semakin sesuai tingkah lakunya dengan tingkah laku Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Termasuk dalam berakhlak, orang yang sudah sampai derajat Ihsan, dia akan malu kalau akhlaknya tidak sesuai dengan Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam.
Termasuk adab dengan berbagai jenisnya, adab kepada orang lain, adab kepada isteri, adab kepada orang yang lebih tua, adab kepada yang lebih muda. Semakin dia Ihsan, dia akan memperbaiki adab dan akhlaknya.
Selain Allah mengawasi dhohir seseorang, Allah juga mengawasi bathin seseorang. Sebagaimana sabda Nabi,
إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم، ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم
“Allah melihat pada hati dan amalan kalian.” (Hadits shahih riwayat Muslim nomor 6708)
Allah melihat apa yang ada di dalam hati kalian. Sehingga seseorang akan malu jika sampai di dalam hatinya ada kotoran riya, walau sedikit.
Dia akan malu karena Allah melihatnya, sehingga dia akan berjuang untuk menghilangkan riya tadi dan berdo’a kepada Allah supaya dihilangkan dari riya, dan seterusnya.
Maqam Musyaahadah: dia seakan-akan melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maqam Muraaqabah dia merasa diawasi oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah]