Halaqah yang ke-47 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Insya Allah kita lanjutkan dan masuk pada dalil-dalil yang menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Al-Ghodhob (sifat marah)
وَقَولُهُ :ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ
Yang demikian karena mereka mengikuti apa yang menjadikan Allah subhanahu wata’ala murka, ini ada didalam surah Muhammad (ayat 28), sebelumnya Allah subhanahu wata’ala mengatakan (ayat 25-27)
إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱرۡتَدُّواْ عَلَىٰٓ أَدۡبَٰرِهِم مِّنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ ٱلۡهُدَى ٱلشَّيۡطَٰنُ سَوَّلَ لَهُمۡ وَأَمۡلَىٰ لَهُمۡ
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُواْ لِلَّذِينَ كَرِهُواْ مَا نَزَّلَ ٱللَّهُ سَنُطِيعُكُمۡ فِي بَعۡضِ ٱلۡأَمۡرِۖ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ إِسۡرَارَهُمۡ
فَكَيۡفَ إِذَا تَوَفَّتۡهُمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ يَضۡرِبُونَ وُجُوهَهُمۡ وَأَدۡبَٰرَهُمۡ
yaitu orang-orang munafik, maka Allah subhanahu wata’ala mengabarkan di sini, maka bagaimana seandainya malaikat-malaikat mematikan mereka, memukul wajah-wajah mereka dan juga bagian belakang mereka, karena mereka mengikuti apa yang membuat murka Allah subhanahu wata’ala, ini syahidnya, mereka mengikuti yaitu melakukan mengamalkan apa yang membuat murka Allah subhanahu wata’ala dan mereka membenci keridhohan Allah subhanahu wata’ala.
Berbeda dengan orang yang beriman yang mereka berusaha untuk mendapatkan ridho Allah subhanahu wata’ala, beramal untuk mendapatkan keridhoan Allah subhanahu wata’ala sementara orang-orang munafiqin mereka membenci keridhoan Allah subhanahu wata’ala.
فَأَحۡبَطَ أَعۡمَٰلَهُمۡ
Maka Allah subhanahu wata’ala membatalkan dan menggugurkan amalan mereka. Jadi syahidnya di sini adalah Firman Allah subhanahu wata’ala
ٱتَّبَعُواْ مَآ أَسۡخَطَ ٱللَّهَ
mereka mengikuti apa yang menjadikan Allah subhanahu wata’ala marah.
Berarti Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Sukhthun atau Sakhoth, bisa dibaca sukhthun bisa dibaca sakhoth, dua-duanya adalah sifat atau mashdar sesuai dengan keagungan Allah subhanahu wata’ala. Maka seorang muslim tentunya tidak ingin memiliki sifat orang-orang munafik yang mereka mengikuti apa yang menjadikan Allah subhanahu wata’ala murka, seorang muslim adalah seorang yang dia berusaha untuk bagaimana Allah subhanahu wata’ala itu ridho kepadanya, bagaimana Allah subhanahu wata’ala itu cinta kepadanya yaitu dengan melakukan perkara-perkara yang membuat ridho Allah subhanahu wata’ala, apa perkara yang membuat ridho Allah subhanahu wata’ala tentunya dengan melaksanakan perintah Allah subhanahu wata’ala dan juga menjauhi apa yang Allah subhanahu wata’ala larang. Seorang muslim berbeda dengan seorang yang munafik, dia berusaha untuk mengikuti apa yang membuat ridho Allah subhanahu wata’ala bukan yang membuat murka Allah subhanahu wata’ala
وَكَرِهُوا رِضْوَانَه
Mereka pun membenci keridhoan Allah subhanahu wata’ala.
Berarti di sini juga menetapkan tentang sifat ridho atau sifat ridhwan, bisa sifat ridho bisa sifat ridhwan, dan sifat ridho ini sudah berlalu pembahasannya ketika di sebutkan Firman Allah subhanahu wata’ala
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
Allah subhanahu wata’ala ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Allah subhanahu wata’ala.
فَأَحۡبَطَ أَعۡمَٰلَهُمۡ
Maka Allah subhanahu wata’ala membatalkan amalan mereka, bisa juga di sini kita mengambil satu sifat diantara sifat Allah subhanahu wata’ala yaitu sifat Ihbath yaitu sifat membatalkan, ini adalah sifat fi’liyyah cuma yang menjadi syahid yang utama di sini adalah sukhthun atau sakhoth, bisa juga kalau kita meneliti ayat ini maka di sana ada sifat yang lain, bahkan ada nama Allah subhanahu wata’ala yaitu Lafdzul Jalalah, disana ada sifat sakhoth sukhth, ada sifat ridhwan, ada sifat ihbath, demikian pula ayat yang sebelumnya bisa juga diambil sifat ghodhob, sifat la’nah, kemudian juga Lafdzul Jalalah, ada nama Allah subhanahu wata’ala Lafdzul Jalalah dan ada sifat Al-Uluhiyah. Kemudian setelahnya
فَلَمَّآ ءَاسَفُونَا ٱنتَقَمۡنَا مِنۡهُمۡ فَأَغۡرَقۡنَٰهُمۡ
(الزخرف – 55)
Maka ketika mereka membuat marah Kami, yaitu fir’aun dan juga bala tentaranya, ءَاسَفُونَا artinya adalah membuat marah Kami, Al-Asaf ini adalah sifat yang terkandung dalam ءَاسَفُون maknanya adalah syiddatul ghodhob yaitu kemarahan yang besar, berarti bersama dengan sukhthun atau sakhoth tadi. Dan di sana ada makna yang lain dari Al-Asaf yaitu syiddatul huzn, jadi kalimat asaf ada dua makna ada syiddatul ghodhob ada syiddatul huzn, ada kemarahan yang sangat ada kesedihan yang sangat, dari mana kita tahu dan bagaimana kita mengartikan, dilihat konteksnya tentunya.
Ketika di sini
فَلَمَّآ ءَاسَفُونَا ٱنتَقَمۡنَا مِنۡهُمۡ
Ketika mereka membuat marah Kami maka Kami pun menghukum mereka, فَأَغۡرَقۡنَٰهُم kami pun menenggelamkan mereka berarti di sini apa Syiddatul Al-Ghodhob. Di sana ada syiddatul hizn dan juga dalam firman Allah subhanahu wata’ala yang lain tadi
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَىٰٓ إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ غَضۡبَٰنَ أَسِفٗا
Ini maksudnya adalah marah yang sangat, dan dia menguatkan ghodhban, sebelumnya ghodhban itu sudah menunjukkan haal yaitu keadaan dia marah, ditambah lagi dengan Asifan ini menguatkan.
Adapun dalam firman Allah subhanahu wata’ala
يَٰٓأَسَفَىٰ عَلَىٰ يُوسُفَ
yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Ya’qub ketika sedih dengan perginya Yusuf, dia mengatakan يَٰٓأَسَفَىٰ عَلَىٰ يُوسُفَ, makna asaf di sini sedih yaitu syiddatul hizn, dia sangat sedih dengan apa yang terjadi, dan lain antara kesedihan dengan tidak ridho dengan takdir Allah subhanahu wata’ala. Sedih sesuatu yang tabiat, ini adalah tabiat manusia ketika dia berpisah dengan orang yang dia cintai dia bersedih dan tidak meladzimkan dari kesedihan tadi tidak Ridho dengan takdir Allah subhanahu wata’ala.
Makanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika berpisah dengan Ibrahim putra beliau apa yang beliau katakan, sungguh hati ini sedih dan mata ini mengalir air mata dan sesungguhnya kami sangat bersedih berpisah denganmu wahai Ibrahim, kami tidak mengatakan kecuali apa yang membuat ridho Allah subhanahu wata’ala. Sedih ini adalah tabiat manusia, tidak mengurangi keimanan seseorang karena sedih ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Ya’qub bersedih, ini adalah tabiat karena dia melihat kesholehan Yusuf dan anak yang menyejukkan mata sehingga ketika beliau kehilangan maka beliau bersedih bahkan menangis bahkan sampai buta saking sedihnya dan saking banyak air mata yang keluar dari beliau Alaihissalam.
Syahidnya disini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Asaf, Al-Ghodhob, kemudian As-Sukhth kemudian sifat Asaf maka ini hampir sama maknanya
ٱنتَقَمۡنَا مِنۡهُم
Maka kami mengadzab mereka. Berarti diantara sifat Allah subhanahu wata’ala adalah intiqa, sifat Allah subhanahu wata’ala adalah sifat intiqa, dan disini adalah sifat fi’liyyah, asaf ini juga sifat fi’liyah intiqa juga demikian, berkaitan dengan masyiatullah.
فَأَغۡرَقۡنَٰهُم
Sifat Iqghraq, yaitu menghilangkan, ini juga termasuk sifat, jadi sifat di sini bukan hanya Asaf saja tapi Iqghraq kemudian Intiqa juga sifat Allah subhanahu wata’ala dan ini adalah sifat yang kita ambil dari af’al, sifat fi’liyyah, yang kita ambil dari pekerjaan-pekerjaan Allah subhanahu wata’ala. Sehingga kalau kita membuka Al-Quran dan membuka satu halaman diantara halaman-halaman yang ada di mushaf dan kita disuruh untuk mengeluarkan di situ sifat-sifat Allah subhanahu wata’ala maka jangan lupa kita juga menyebutkan sifat-sifat fi’liyyah dan sifat-sifat fi’liyyah bagi Allah subhanahu wata’ala dalam Al-Quran banyak sekali, sifat tanzil, sifat inzal yaitu sifat menurunkan sifat Ighraq sifat Intiqa sifat ta’dzib dan seterusnya.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]