Halaqah yang ke-56 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu diturunkan kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam wahyu, ketika sudah selesai wahyu maka beliau berkata kepada Khaulah datangkan suamimu, kemudian dia memanggil suaminya
فتلا عليه رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : ” قد سمع الله قَوۡلَ ٱلَّتِي تُجَٰدِلُكَ فِي زَوۡجِهَا
kemudian beliau membacakan قد سمع الله ini kepada suami istri tersebut
قالت عائشة : تبارك الذي وسع سمعه الأصوات كلها
ketika turunnya ayat ini yang berkaitan dengan wanita ini dan ‘Aisyah saat itu berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka ‘Aisyah mengatakan Sungguh berbarokah Dzat yang pendengaran-Nya meliputi seluruh suara semuanya
إن المرأة لتحاور رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وأنا في ناحية البيت أسمع بعض كلامها ويخفى علي بعضه إذ أنزل الله : ” قد سمع الله ” الآيات
Sesungguhnya seorang wanita berbicara kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku berada di sebagian tempat di rumah, artinya dekat jaraknya, dekat dan tidak jauh, aku mendengar sebagian ucapannya dan sebagian yang lain samar bagiku kemudian Allah subhanahu wata’ala menurunkan Firman-Nya
قد سمع الله
Sungguh Allah subhanahu wata’ala telah mendengar.
Syahidnya disini ‘Aisyah ingin mengatakan kepada kita bagaimana sifat As-Sam’ yang dimiliki oleh Allah subhanahu wata’ala yang sangat luar biasa yang sangat sempurna.
‘Aisyah Radhiallahu Ta’ala Anha dan dia berada di bumi dan hanya berjarak beberapa meter dari wanita tadi tidak mendengar apa yang diucapkan wanita tadi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mendengar sedikit tapi sebagian yang lain samar, tapi Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Tinggi yang Beristiwa diatas Arsy, Yang Maha Besar, Yang Maha Tinggi, ternyata Allah subhanahu wata’ala mendengar apa yang diucapkan oleh wanita tadi dan mendengar syakwa (aduan) dia ketika dia mengatakan
اللهم إني أشكو إليك
Aku mengadukan kepada-Mu kesusahanku, Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar dan yang namanya syakwa biasanya diucapkan dengan ucapan yang lirih, tapi Allah subhanahu wata’ala Maha Mendengar, ini menunjukkan bahwasanya seorang muslim hendaklah dia kalau ingin mengadu, mengadu kepada Allah subhanahu wata’ala, kalau dia mendapatkan kesusahan mendapatkan musibah atau dia memiliki masalah dengan anaknya memiliki masalah dengan suaminya dengan istrinya, mengadu kepada Allah subhanahu wata’ala, karena kalau dia mengadu kepada Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala akan memberikan jalan keluar bukan justru mengadu kepada manusia, menceritakan ini kepada manusia dimana manusia dia bukan tempat untuk memberikan pengaduan, bukan tempat yang pas karena dia tidak bisa melakukan apa-apa, kekuasaan ada ditangan Allah subhanahu wata’ala.
Maka seorang mengadu kepada Allah subhanahu wata’ala apabila dia mendapatkan kesusahan baik dalam masalah ekonomi, dalam masalah hubungan dengan suami dengan istri, dalam mendidik anak-anaknya, banyak diantara kita yang merasakan kesusahan dan kerepotan ketika mendidik mereka, mengadu kepada Allah subhanahu wata’ala.
Maka Allah subhanahu wata’ala Dialah Yang Maha Mendengar ucapan kita dan Dia-lah yang bisa menyelesaikan problem kita seperti yang dilakukan oleh wanita tadi, bagaimana Allah subhanahu wata’ala kemudian menurunkan ayat yang dengannya jelas bagi seorang seperti Khaulah dan juga suaminya tentang hukum yang sebenarnya.
Kecuali apabila seseorang ingin meminta pendapat, kalau ingin menceritakan kepada orang lain bukan dalam rangka untuk karena dia tidak terima dengan takdir Allah subhanahu wata’ala tapi ingin meminta pendapatnya misalnya, maka ini tidak masalah. Kalau maksudnya adalah karena ketidaksabaran dia menunjukkan tentang ketidaksabaran dia tentang takdir Allah subhanahu wata’ala maka ini tidak boleh.
Nabi Ya’qub ‘alaihissalam apa yang beliau katakan ketika diuji oleh Allah subhanahu wata’ala kehilangan Yusuf kehilangan Bunyamin
إِنَّمَآ أَشۡكُواْ بَثِّي وَحُزۡنِيٓ إِلَى ٱللَّهِ
Aku hanya mengadukan kesedihanku dan kesusahanku kepada Allah subhanahu wata’ala. Beliau tidak mengadukan kesusahan ini kepada manusia, apa yang bisa dilakukan oleh manusia untuk menghilangkan kesedihan dan kesusahan yang menimpa beliau, beliau mengadukan ini semua kepada Allah subhanahu wata’ala.
Maka hendaklah kita membiasakan diri untuk mengadukan perkara kita kepada Allah subhanahu wata’ala khususnya di waktu-waktu yang mustajab, di sepertiga malam yang terakhir, di siang hari kita banyak masalah, masalah dakwah masalah anak masalah orang tua bangun kita di malam hari kita adukan semuanya kepada Allah subhanahu wata’ala, minta penyelesaian minta kemudahan dalam menghadapi ini semua, maka Insya Allah bi idznillah barangsiapa yang mengadukan perkaranya kepada Allah subhanahu wata’ala maka dia akan mendapatkan jalan keluar
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا
Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan jalan keluar.
Jadi mengadu kepada Allah subhanahu wata’ala inilah yang dipuji, adapun mengadu kepada makhluk maka ini tidak boleh yang demikian kecuali kalau untuk maslahat, seperti orang yang menceritakan sakitnya kepada dokter, bagian ini sakit bagian ini sakit bukan karena kita tidak sabar dengan takdir Allah subhanahu wata’ala tapi untuk pengobatan supaya dia tahu mana yang harus di obati
وَٱللَّهُ يَسۡمَعُ تَحَاوُرَكُمَآۚ
Dan Allah subhanahu wata’ala mendengar pembicaraan di antara kalian berdua.
Apa yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan apa yang ucapkan oleh wanita tadi dan bagaimana wanita ini tujadil, Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam sudah mengatakan
حرمت عليه
Engkau sudah diharamkan atas dia, tapi dia masih memuroja’ah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tapi aku punya ini aku punya ini aku dulu masih muda dan kaya kemudian dia demikian dan dia adalah orang yang paling saya cintai dan seterusnya dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
حرمت عليه
kamu sudah diharamkan atasnya, ini namanya mujadalah.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]