Halaqah yang ke-63 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman At-Tamimi rahimahullah.
قال رحمه اللّٰه : (باب) ما جاء أن البدعة أشد من الكبائر
“Bab bahwasanya atau apa-apa yang datang berupa penjelasan, berupa dalīl yang menjelaskan bahwasanya bid’ah, ini lebih keras, lebih besar dosanya daripada Al-Kabair”
Yang dimaksud dengan bid’ah, sebagaimana diucapkan oleh Al-Imam Asy-Syatibi rahimahullah di dalam kitab beliau Al-I’tisam, beliau menyebutkan yang dimaksud dengan bid’ah adalah:
طريقة في الدين مخترعة ، تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله سبحانه وتعالى
عبارة عن : طريقة في الدين مخترعة ، تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله سبحانه وتعالى
Bid’ah adalah sebuah jalan di dalam agama, sebuah cara.
Ucapan beliau “di dalam agama”, keluar darinya jalan di dalam urusan dunia. Masalah dunia, masalah listrik, masalah mikrofon, internet dan lain-lain, ini bukan pembahasan kita.
Tharīqah Fīd Dīn (طريقة في الدين) sebuah jalan di dalam agama (di dalam ibadah).
Mukhtara’ah (مخترعة) dan dia adalah sesuatu yang baru (tidak pernah diajarkan oleh agama Islam yang murni). Tidak ada dalīlnya di dalam Al-Qur’an, tidak ada dalīlnya di dalam As-Sunnah.
Tudhahiyas Syar’iyyah (تضاهي الشرعية) dan dia menyerupai sesuatu yang masyru’ (sesuatu yang disyari’atkan), sehingga orang yang jahil karena dia adalah Tudhahiy (تضاهي), karena dia menyerupai sesuatu yang disyari’atkan, menyangka bahwasanya itu bagian dari agama.
Di dalam agama kita ada disyari’atkan seseorang untuk memperbanyak dzikir, kemudian ada orang yang membuat tata cara beribadah, yang secara dhahir seakan-akan dia adalah sesuatu yang disyari’atkan.
“Antum membaca (لا إله إلا اللّٰه) misalnya 1000 kali”
Hampir mirip dengan syari’at.
Darimana?
Dari lafadznya, kemudian di situ juga disebutkan ketentuan jumlahnya. Karena terkadang di dalam hadīts, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam menyebutkan jumlah.
Membaca tasbih 33 kali (setelah shalat) tahmid 33 kali dan takbir 33 kali (disebutkan di situ jumlahnya).
Ada sebagian orang mendatangkan lafadznya, kemudian mendatangkan jumlahnya, tapi dia ganti bilangannya, diganti waktunya.
Kalau tadi setelah shalat, dia tambah,
“Coba antum membaca (لا إله إلا اللّٰه) 1000 kali setelah pertengahan malam”
Orang jahil mendengar seperti ini dia menyangka ini adalah bagian dari syari’at, karena mirip lafadznya dan di situ disebutkan tentang jumlahnya.
Tudhahiyas Syar’iyyah (تضاهي الشرعية) dia serupa dengan syari’at atau mirip dengan syari’at, tetapi tidak memiliki dalīl yang shahīh di dalam agama ini.
…يقصد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله سبحانه وتعالى
“Dimaksudkan menempuh jalan ini (yaitu menempuh tharīqah ini, menempuh cara ini) tujuannya adalah untuk Al-Mubalaghah (المبالغة) berlebih-lebihan di dalam beribadah kepada Allah, ingin lebih dan ingin ghuluw di dalam beribadah kepada Allah,”
Jadi tujuan dibuatnya jalan ini, atau jalan yang baru ini, adalah ingin tambah di dalam beribadah kepada Allah.
Itu adalah pengertian bid’ah secara syari’at.
Adapun secara bahasa, jelas bahwasanya bid’ah ini adalah sesuatu yang baru.
Segala sesuatu yang baru dinamakan dengan bid’ah.
Maka listrik bid’ah menurut bahasa, internet bid’ah menurut bahasa.
Adapun secara syari’at, maka hanya berkaitan dengan agama, berkaitan dengan ibadah, ditempuh jalan tadi dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Itu adalah pengertian bid’ah secara syari’at.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]