Home » Halaqah 70: Dalil yang Menunjukkan Penafian Sifat Kekurangan Bagi Allah Subahanhu wata’ala Secara Global (Bagian 4)

Halaqah 70: Dalil yang Menunjukkan Penafian Sifat Kekurangan Bagi Allah Subahanhu wata’ala Secara Global (Bagian 4)

Halaqah yang ke-70 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mendatangkan Firman Allah subhanahu wata’ala
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَم يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلَّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا
Dan katakanlah bahwasanya segala puji hanyalah bagi Allah subhanahu wata’ala, dan pujian الْحَمْدُ Allah subhanahu wata’ala dipuji diantaranya adalah karena Dia-lah yang memiliki nama-nama yang Husna dan sifat-sifat yang Mulia. Seorang di puji di dunia karena dia memiliki sifat yang mulia, ada orang yang dermawan ada orang yang penyayang dipuji dengan sebab sifat yang mulia yang dimiliki.
Allah subhanahu wata’ala yuhmad, Allah subhanahu wata’ala dipuji diantaranya adalah karena sebab Dia-lah yang memiliki nama-nama yang Husna dan sifat-sifat yang mulia, seluruh sifat kesempurnaan Allah subhanahu wata’ala miliki sehingga para ulama menjelaskan pada kalimat Alhamdulillah, ketika seseorang mengatakan Alhamdulillah berarti dia telah mensifati Allah subhanahu wata’ala dengan seluruh sifat kesempurnaan, seluruh nama kesempurnaan seluruh sifat kesempurnaan semuanya terkandung dalam Alhamdulillah dan Allah subhanahu wata’ala dipuji karena Dia-lah yang memberikan nikmat.
Allah subhanahu wata’ala dipuji karena Dia-lah yang memiliki nama yang Husna dan sifat yang mulia dan dia dipuji karena Dia-lah yang memberikan seluruh nikmat
وما بكم من نعمة فمن الله
Dan perbedaan antara Alhamdu dan Asy-Syukru, kalau syukr Asy-Syukru ini hanya untuk nikmat saja, orang yang memberikan kepada kita sebuah kenikmatan memberikan kepada kita makanan atau uang maka kita katakan syukran / asykurkum saya bersyukur kepadamu misalnya, tapi tidak menggunakan Alhamdu disini, karena asy-syukru ini tidak digunakan untuk memuji sebuah perbuatan.
Ketika ada orang misalnya dia memiliki sifat al-’ilm, orangnya ‘alim, apakah kita katakan asykuruk ala sifatil’ilm atau asykuruk ala sifati al-hilm, karena engkau memiliki sifat hilm, engkau memiliki sifat al-ilm maka saya mengucapkan terima kasih, ini tidak pas, asy-syukru ini hanya untuk kenikmatan adapun Alhamdu adalah untuk memuji sifat.
Kemudian perbedaan yang lain kalau asy-syukru dari sisi sebab dari Alhamdu dan syukru ini, Alhamdu berarti dia lebih umum daripada asy-syukru, tapi kalau dilihat dari apa yang digunakan untuk bersyukur dan memuji maka asy-syukru ini lebih umum, kalau yang tadi Alhamdu lebih umum. Kalau dilihat dari alat yang digunakan untuk bersyukur atau memuji maka syukur ini lebih umum karena orang yang bersyukur itu bisa dengan hati bisa dengan lisan bisa dengan perbuatan.
Dengan hati dia mengakui itu adalah kenikmatan Allah subhanahu wata’ala, dengan lisan dia mengatakan asykuruk ya Allah subhanahu wata’ala Alhamdulillah, dan dengan perbuatan yaitu dengan menggunakan nikmat tadi dalam sesuatu yang dihalalkan oleh Allah subhanahu wata’ala, tidak menggunakan nikmat tadi dalam kemaksiatan maka ini adalah bentuk syukur kita kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan Allah subhanahu wata’ala mengatakan
ٱعۡمَلُوٓاْ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكۡرٗاۚ
Hendaklah kalian beramal wahai keluarga daud untuk bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala.
Jadi syukur dari sisi ini dia lebih luas cakupannya adapun Alhamdu maka hanya diucapkan dengan lisan saja bukan di lakukan dengan hati atau dilakukan dengan perbuatan anggota badan.
الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا
Alhamdulillah segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala sekali lagi tadi pujian karena sifat yang sempurna yang Allah subhanahu wata’ala miliki, kemudian setelahnya Allah subhanahu wata’ala mengatakan yang tidak menjadikan anak / tidak mengangkat anak, Allah subhanahu wata’ala tidak memiliki anak, Alhamdulillah segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala yang tidak memiliki anak karena bagi Allah subhanahu wata’ala memiliki anak ini adalah sifat kekurangan karena orang yang memiliki anak atau ketika dia memiliki anak berarti ada yang sama dengan dia, karena biasanya anak fara’nya (cabangnya) hampir sama dengan ushulnya. Antum mirip dengan bapak dan juga ibu Antum, bapak dan ibu Antum mirip dengan kakek dan juga nenek Antum dan seterusnya.
Adanya yang sebanding ini, ada yang serupa ini merupakan kekurangan, Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Esa tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata’ala
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا
Dia-lah Yang Maha Esa Dia-lah yang tidak ada yang serupa dengan Dia, alhamdulillah segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala, sifat-sifat Dia adalah sifat yang paling sempurna, nama-nama Dia adalah nama yang paling Husna (yang paling baik)
وَلَم يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ
Dan Allah subhanahu wata’ala tidak memiliki sekutu di dalam kerajaan-Nya.
Allah subhanahu wata’ala tidak mengangkat anak dan ini adalah bantahan kepada orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki anak, bantahan kepada orang Yahud orang Yahudi, bantahan kepada orang Nasrani
وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ عُزَيۡرٌ ٱبۡنُ ٱللَّهِ وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ ٱللَّهِۖ
Orang-orang Yahud mengatakan bahwasanya Uzair adalah anak Allah subhanahu wata’ala dan orang-orang Nasrani menyatakan bahwasanya Al-Masih yaitu nabi ‘Isa ‘Alaihissalam adalah anak Allah subhanahu wata’ala, dan ucapan ini juga diucapkan oleh orang-orang musyrikin Quraisy karena mereka mengatakan bahwasanya malaikat-malaikat ini adalah banatullah ini adalah anak-anak perempuan Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala mengatakan
أَلَكُمُ ٱلذَّكَرُ وَلَهُ ٱلۡأُنثَىٰ ٢١
Apakah bagi kalian laki-laki sedangkan bagi Allah subhanahu wata’ala wanita, yaitu kalian mengatakan bahwasanya yaitu dalam kehidupan kalian sehari-hari laki-laki lebih kalian cintai daripada wanita, kalau ada diantara mereka yang mendapatkan anak wanita maka mereka marah dan tidak senang kelihatan dari wajahnya sehingga ada diantara mereka yang mengubur hidup-hidup seorang bayi wanita, Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَإِذَا ٱلْمَوْءُۥدَةُ سُئِلَتْ
Dan apabila anak-anak wanita yang dikuburkan akan ditanya (di hari kiamat).
Mereka menisbahkan bagi Allah subhanahu wata’ala anak, yaitu bahwasanya malaikat ini adalah anak-anak perempuan Allah subhanahu wata’ala, apakah ini hanya ucapan mereka saja? Ternyata orang-orang musyrikin sebelum mereka sudah banyak yang mengucapkan dan meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki anak, Allah subhanahu wata’ala mengatakan
ذَٰلِكَ قَوۡلُهُم بِأَفۡوَٰهِهِمۡۖ
Yang demikian adalah ucapan mereka dengan lisan-lisan mereka dan mulut-mulut mereka
يُضَٰهِ‍ُٔونَ قَوۡلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبۡلُۚ
Mereka menyerupai ucapan orang-orang yang kafir sebelum mereka
قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُۖ أَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ ٣٠
Semoga Allah subhanahu wata’ala menghancurkan mereka bagaimana mereka berpaling.
Berarti keyakinan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki anak ini bukan hanya keyakinan Yahud orang Nasrani dan juga orang-orang musyrikin bahkan orang-orang sebelum mereka, dan kalau kita melihat kembali cerita tentang bagaimana orang-orang Nasrani mereka bisa mengatakan ‘Isa adalah anak Allah subhanahu wata’ala ini karena di saat itu terpengaruh dengan agama-agama kesyirikan yang di mana mereka banyak yang meyakini bahwasanya mereka mengatakan ini adalah anak dewa pencipta dan seterusnya, menisbahkan bagi Allah subhanahu wata’ala anak, sehingga Allah subhanahu wata’ala mengingkari disini
لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا
Allah subhanahu wata’ala tidak mengangkat adanya anak untuk-Nya.
Kemudian apa ya Allah subhanahu wata’ala nafikan
وَلَم يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْك
Tidak ada yang sekutu bagi Allah subhanahu wata’ala di dalam kerajaan, yang menciptakan, tidak ada yang membantu Allah subhanahu wata’ala, yang memberikan rezeki kepada seluruh penduduk kerajaan-Nya tidak ada yang merupakan sekutu bagi Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala Dia-lah sendiri yang mencipta dan Dia-lah sendiri yang memberikan rezeki
وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلَّ
Dan Allah subhanahu wata’ala tidak memiliki wali yaitu yang dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala dan mereka pun cinta kepada Allah مِّنَ الذُّل karena kerendahan.
Jadi Allah subhanahu wata’ala menjadikan disana wali-wali-Nya itu bukan karena Allah subhanahu wata’ala butuh kepada mereka atau faqir kepada mereka, tidak, tapi Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang Maha Kaya dan merekalah yaitu wali-wali-Nya merekalah yang membutuhkan kepada Allah subhanahu wata’ala, ini yang dimaksud dengan firman Allah subhanahu wata’ala
وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلَّ
Tidak ada bagi Allah وَلِيٌّ مِّنَ الذُّل yaitu yang dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala karena kerendahan atau karena membutuhkan yang Dia cintai tidak, Allah subhanahu wata’ala Maha Kaya
وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا
Dan hendaklah engkau bertakbir dengan sebenar-benarnya, yaitu agungkanlah Allah subhanahu wata’ala dengan sebenar-benarnya, kenapa kita mengagungkan Allah subhanahu wata’ala dengan sebenar-benarnya karena Dia tidak memiliki anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dan Dia-lah yang memiliki wali memiliki orang-orang yang dicintai tapi Allah subhanahu wata’ala tidak butuh kepada mereka bahkan mereka yang butuh kepada Allah subhanahu wata’ala.
Berarti di sini Allah subhanahu wata’ala juga menafikan dari diri-Nya wali yang Dia cintai karena Allah subhanahu wata’ala butuh kepadanya, berarti apa yang kita tetapkan? Bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang Maha Kaya Dia-lah yang tidak butuh dengan makhluk, kalau Allah subhanahu wata’ala mencintai maka itu adalah karunia dan keutamaan yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada makhluk-Nya.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top