Halaqah yang ke-71 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mendatangkan firman Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala mengatakan
يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Bertasbih untuk Allah subhanahu wata’ala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, Dia-lah yang memiliki kerajaan dan Dia-lah yang dipuji, untuk-Nya lah segala pujian dan Dia-lah Yang Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu.
Ayat yang sebelumnya disebutkan tentang Alhamdulillah maknanya kita menetapkan seluruh sifat kesempurnaan bagi Allah subhanahu wata’ala, kemudian disini ada penafian-penafian yaitu menafikan dari diri-Nya anak, menapikan dari diri-Nya syarik, menafikan dari dirinya وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلَّ, maka kita nafikan juga dan kita tetapkan apa yang sebaliknya, yaitu sifat Aḥadiyah sifat bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia-lah Yang Maha Kaya tidak butuh dengan makhluk-Nya.
Adapun ayat yang kita baca yaitu At-Taghabun يُسَبِّحُ لِلَّهِ maka ini adalah termasuk ayat tentang tasbih, bertasbih untuk Allah subhanahu wata’ala apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi, berarti seluruh makhluk yang ada di langit bertasbih untuk Allah subhanahu wata’ala dan apa yang ada di bumi juga demikian maka kewajiban kita meyakini bahwa apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi mereka bertasbih, yang dimaksud dengan tasbih adalah menyucikan Allah subhanahu wata’ala dari seluruh sifat kekurangan.
Dan مَا disini adalah umum, apa saja apa yang ada di sekitar kita HP meja kursi dan seterusnya mereka يُسَبِّح bertasbih untuk Allah subhanahu wata’ala mensucikan Allah subhanahu wata’ala dari seluruh kekurangan, pokoknya Allah subhanahu wata’ala itu adalah Dzat yang sempurna dan tidak ada kekurangan sedikit pun ketika dia mengucapkan Subhanallah Subhanallah Subhanallah berarti hakikatnya dia mensucikan Allah subhanahu wata’ala dari seluruh sifat kekurangan, kalau terbayang di sana dan terbetik sifat kekurangan maka kita katakan Subhanallah Dia-lah Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Suci dari seluruh sifat kekurangan.
Tapi apakah kita mendengar apa yang diucapkan oleh meja dan kursi dan seterusnya, Allah subhanahu wata’ala mengatakan dalam ayat yang lain
وَإِن مِّن شَيۡءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمۡدِهِۦ وَلَٰكِن لَّا تَفۡقَهُونَ تَسۡبِيحَهُمۡۚ
[Al-Isra’:44]
Tidak ada sesuatu kecuali dia mensucikan Allah subhanahu wata’ala dengan memuji kepada-Nya akan tetapi kalian tidak memahami tasbih mereka.
Karena kekurangan kita, kita tidak memahami apa yang diucapkan dan apa yang dikatakan atau apa yang dilakukan oleh makhluk-makhluk tadi tapi Allah subhanahu wata’ala mengabarkan bahwasanya mereka bertasbih untuk Allah subhanahu wata’ala, sehingga jangan sampai kita kalah dengan makhluk-makhluk tersebut dan berlomba untuk memperbanyak tasbih bagi Allah subhanahu wata’ala di waktu dzikir setelah shalat ataupun zikir pagi dan juga petang disana ada tasbih-tasbih yang disyariatkan di waktu-waktu tersebut. Kemudian
لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
Bagi Allah-lah الْمُلْكُ yaitu kerajaan, وَلَهُ الْحَمْدُ dan bagi Allah-lah الْحَمْدُ pujian, berarti Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat الْحَمْدُ adapun الْمُلْك wallahu a’lam di sini adalah makhluk, kerajaan Allah subhanahu wata’ala
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan Dia-lah Yang Mampu untuk melakukan segala sesuatu.
قَدِير disini adalah nama Allah subhanahu wata’ala mengandung sifat Qudroh, وَلَهُ الْحَمْدُ sifat Hamd bagi Allah, لَهُ الْمُلْكُ wallahu a’lam disini adalah makhluk li tamlik, kemudian syahidnya ada pada kalimat tasbih tadi, karena tasbih kita menafikan dan mensucikan dari Allah subhanahu wata’ala seluruh kekurangan, berarti disini ada nafyu yang mujmal sehingga para ulama menjelaskan bahwasanya di dalam tasbih itu ada nafyu yang mujmal, didalam Alhamdulillah ada isbat yang mujmal, ketika Antum mengatakan Alhamdulillah berarti antum telah menetapkan seluruh sifat kesempurnaan bagi Allah subhanahu wata’ala, ketika seseorang bertasbih berarti dia menafikan secara global seluruh kekurangan dari Allah subhanahu wata’ala, kalau digabung antara Alhamdulillah dengan tasbih maka ini di dalamnya ada penetapan seluruh sifat kesempurnaan bagi Allah subhanahu wata’ala dan didalamnya ada penyucian Allah subhanahu wata’ala dari seluruh sifat kekurangan.
Contoh misalnya orang mengatakan
سبحان اللهِ وبحمدِه سبحان اللهِ وبحمدِه سبحان اللهِ وبحمدِه
pagi dan juga petang itu dibaca, karena disitu meskipun dia adalah kalimat yang pendek tapi kita menetapkan seluruh sifat kesempurnaan bagi Allah subhanahu wata’ala ini punya pengaruh tersendiri bagi seseorang apalagi diulang-ulang sampai seratus kali, Ya Allah subhanahu wata’ala aku tetapkan seluruh sifat kesempurnaan bagi-Mu dan aku nafikan sifat kekurangan dari-Mu seluruhnya, seluruh sifat kesempurnaan Engkau memilikinya dan seluruh kekurangan Engkau tidak memilikinya, ini punya pengaruh tersendiri pada jiwa seseorang yang membiasakan membaca dzikir ini.
Kemudian juga di sana ada
كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
Kemudian juga dalam dzikir sujud
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ
Di dalamnya juga ada tasbih dan dan didalamnya ada tahmid. Kemudian Allah subhanahu wata’ala mengatakan
إِذَا جَآءَ نَصۡرُ ٱللَّهِ وَٱلۡفَتۡحُ ١
وَرَأَيۡتَ ٱلنَّاسَ يَدۡخُلُونَ فِي دِينِ ٱللَّهِ أَفۡوَاجٗا ٢
فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُۚ
Kemudian setelahnya
وَقَوْلُهُ
Dan juga Firman Allah subhanahu wata’ala
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
Maha Berkah Dzat yang telah menurunkan Al-Furqan, تَبَارَك artinya adalah banyak kebaikannya dan sudah berlalu tentang تَبَارَكَ ini ketika penyebutan
تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلالِ وَالإِكْرَامِ
tapi تَبَارَكَ yang dulu itu yang disifati adalah nama Allah subhanahu wata’ala, kalau di sini yang disifati adalah Dzat Allah تَبَارَكَ الَّذِي, jadi Dzat Allah subhanahu wata’ala adalah Dzat yang berbarokah dan nama-nama Allah subhanahu wata’ala adalah nama-nama yang berbarokah berarti di antara sifat yang disebutkan dalam ayat ini adalah sifat At-Tabaruk, ini adalah sifat Allah subhanahu wata’ala.
الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ
Yang menurunkan Al-Furqon, ada yang membedakan antara Nazzala dengan Anzala, Nazzala kalau dengan tasydid seperti ini maka maknanya adalah menurunkan dengan tadarruj yaitu dengan bertahap berulang-ulang, adapun Anzala maka menurunkan sekalian. Kita tahu bahwasanya Al-Qur’an diturunkan pertama dari lauhul mahfudz ke langit dunia jumlatun wahidah, dari langit dunia kepada Nabi ini dengan bertadarruj (bertahap) Allahu A’lam perlu penelitian disini ketika Allah subhanahu wata’ala menggunakan Nazzala atau menggunakan Anzal perlu penelitian lebih lanjut lebih dalam tapi ada sebagian yang mengatakan seperti yang tadi kita sebutkan.
Disini juga disebutkan sifat Allah subhanahu wata’ala yaitu sifat fi’liyah Tanzil, Nazzala sifatnya adalah mashdarnya yaitu At-Tanzil, berarti diantara sifat Allah subhanahu wata’ala adalah Tanzil yaitu menurunkan (sifat fi’liyah). Al Furqon yaitu Al-Qur’an, dinamakan dengan Al-Furqon karena Dia-lah yang sangat membedakan antara yang haq dengan yang bathil, jelas bagi seseorang mana yang haq dan juga yang mana bathil ketika dia kembali kepada Al-Qur’an
عَلَى عَبْدِهِ
Kepada hamba-Nya, yaitu nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘abdihi disini adalah idhafah makhluk kepada Al-Khalik yang maksudnya adalah tasyrif yaitu penghormatan atau pemuliaan, kita semuanya hamba Allah subhanahu wata’ala tapi ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dikatakan ‘abduhu maka ini adalah tasyrif (pemuliaan) kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan dia adalah kedudukan yang tinggi, menjadi seorang hamba bagi Allah subhanahu wata’ala ini adalah kedudukan yang tinggi sebuah kehormatan, beda dengan hamba atau orang yang menyembah kepada selain Allah subhanahu wata’ala siapapun dia.
Kita kalau didunia saja membantu presiden dengan membantu tukang kayu misalnya beda kedudukannya meskipun sama-sama membantu. Orang yang menyembah kepada Allah subhanahu wata’ala maka dialah yang paling mulia, semakin besar ‘ubudiyahnya kepada Allah subhanahu wata’ala maka semakin tinggi derajatnya disisi Allah subhanahu wata’ala. Sehingga Allah subhanahu wata’ala mensifati Nabi-Nya dengan al-‘ubudiyah ini dalam beberapa tempat di dalam Al-Quran, diantaranya adalah Firman Allah subhanahu wata’ala
وَإِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ بِسُورَةٖ
dan juga Firman Allah subhanahu wata’ala
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا
ketika isra mi’raj disifati dengan ‘ubudiyah, kemudian juga Firman Allah subhanahu wata’ala
وَأَنَّهُۥ لَمَّا قَامَ عَبۡدُ ٱللَّهِ يَدۡعُوهُ
Ini juga mensifati tentang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memiliki sebuah kitab yang beliau beri judul dengan Al-‘Ubudiyah (sifat penghambaan kepada Allah subhanahu wata’ala) dan disitulah beliau menyebutkan tentang definisi ibadah yang sering kita bacakan yaitu
اسم جامع لكل مايحبه الله ويرضاه من الاقوال والافعال الظاهره والباطنه
لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Supaya dia menjadi pemberi peringatan bagi seluruh alam, yaitu dengan Al-Qur’an tadi dia memberikan peringatan, membacakan kepada mereka Al-Qur’an dan mengingatkan mereka dan لِلْعَالَمِينَ berarti untuk seluruh alam menunjukkan bahwasanya ajaran Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam syariat Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah universal untuk seluruh manusia bahkan untuk jin bukan hanya untuk orang Arab saja
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ ﴿١٠٧﴾
وَأَرۡسَلۡنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولٗاۚ
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّي رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيۡكُمۡ جَمِيعًا
Menunjukkan bahwasanya Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diutus untuk seluruh manusia.
Kemudian setelahnya
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
Yang memiliki kerajaan langit dan juga bumi
وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا
dan Dia tidak mengambil anak
وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ
dan tidak memiliki sekutu
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
dan Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu kemudian mentakdirkannya.
Diantara yang kita ambil disini adalah sifat Tabaruk kemudian Tanzil, sifat yang manfiyah disini yaitu ittikhodzu walad kemudian juga syarik Allah subhanahu wata’ala tidak memiliki sifat asy-syirk di sini, kemudian di antara yang kita tetapkan adalah Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat Al-Khalq dan Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat At-Taqdir jadi disini ada sifat yang mutsbatah dan ada sifat yang manfiyah, yang manfiyah Allah subhanahu wata’ala memiliki anak ini dinafikan oleh Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala memiliki sekutu ini dinafikan oleh Allah subhanahu wata’ala, dan ini syahidnya kenapa didatangkan oleh beliau tadi sudah kita sampaikan bahwasanya ini adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan nafyu yang mujmal Allahu A’lam.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]