Halaqah yang ke-79 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Beliau mengatakan
وَلَهُ: مِثْلُهُ
Dan didalam shahih muslim juga semisalnya
مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ،
di dalam hadits Abu Hurairah رضي الله عنه
وَلَفْظُهُ
dan lafadznya adalah
: «مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى»،
Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk
ثُمَّ قَالَ: «وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ
kemudian beliau mengatakan dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan.
Beliau meringkas disini hadits Abu Hurairah dan langsung mendatangkan syahid dari hadis ini yaitu sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
مَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ
Barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, masuk di dalam kesesatan adalah orang yang mengajak kepada bid’ah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
وَكُل بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
setiap bid’ah adalah sesat maka barangsiapa yang mengajak kepada ضَلَالَةٌ, mengajak kepada kesesatan di sini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menamakan bid’ah dengan kesesatan karena orang yang melakukan bid’ah ini beramal tanpa ilmu beramal tapi tidak berdasarkan dalil seperti orang-orang nasara yang mereka semangat beramal tetapi tidak berdasarkan dalil
Sehingga di dalam surah Al-Fatihah Allah subhanahu wata’ala menamakan mereka dengan ٱلضَّآلِّينَ
غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ
adalah orang-orang Yahudi
وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
mereka adalah orang-orang Nasrani, sesat mereka karena mereka senang beramal tanpa ilmu dan inilah bid’ah, di antara mereka adalah rahbaniyyah, mereka membuat-buat rahbaniyyah yaitu sengaja tidak melakukan pernikahan dengan tujuan untuk mubalaghah di dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, menganggap bahwasanya pernikahan ini akan mengurangi ibadah mereka, akan menjadikan mereka sibuk dengan dunia sehingga orang-orang Nasrani banyak melakukan amalan tanpa ilmu. Ketika meninggal orang yang soleh di antara mereka dibuatlah tempat ibadah di atas kuburannya, tujuannya apa supaya mengingat tentang kesholehan orang tadi supaya kita semangat untuk beramal.
Ini jahl makanya mereka disifati dengan ٱلضَّآلِّينَ, orang yang sesat semangat dia untuk baik tetapi dia tidak berdasarkan ilmu sehingga sesat jalan seperti orang yang semangat untuk menuju ke sebuah tempat sebuah daerah tapi dia tidak punya ilmu tentang jalan menuju daerah tadi dia punya semangat untuk menuju ke daerah tersebut tapi tanpa ilmu, akhirnya dia tersesat demikian pula orang-orang nashara sesat mereka, punya semangat dalam beramal tapi tidak berdasarkan ilmu.
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mensifati bid’ah dengan ضَلَالَة
وَكُل بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
setiap bid’ah itu adalah sesat
orang yang melakukan bid’ah tadi maka dia adalah melakukan sesuatu yang ضَلَالَة
وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ
barang siapa yang mengajak kepada ضَلَالَة, dan makna ضَلَالَة diantaranya adalah kebid’ahan
كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ
maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya
Meskipun dia sendiri mungkin dia tidak melakukan ke bid’ahan tadi tapi dia mengajak orang lain untuk melakukan kebid’ah tadi maka dia akan mendapatkan dosa orang yang mengikutinya dan ini menunjukkan tentang bahayanya bid’ah
لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
tidak akan mengurangi yang demikian dari dosa-dosa mereka sedikit pun.
Semakin banyak orang yang diajak kepada kebid’ahan tadi, kepada ضَلَالَة tadi dan diikuti oleh orang lain maka akan semakin banyak dosa yang mengalir kepada dirinya. Ini menunjukkan tentang bahaya bid’ah dan sekali lagi hal yang seperti ini tidak ada di dalam kabairu dzunub atau lebih sedikit. Jarang orang yang mengajak orang lain untuk melakukan kabairu dzunub, seandainya dia mengajak dia tidak meyakini itu adalah sebuah ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala, dia sendiri juga mengetahui itu adalah sebuah dosa dan sebuah kemaksiatan.
Dan ini menunjukkan sekali lagi tentang bahaya bid’ah karena orang yang mengajak kepada kebid’ahan orang lain menganggap itu adalah sebuah ibadah yang mendekatkan diri mereka kepada Allah subhanahu wata’ala sehingga dengan mudah sekali mereka mengikuti ibadah tadi bahkan menganggap orang yang tidak melakukan ibadah tadi atau bid’ah tadi sebagai orang yang tidak berilmu atau orang yang tidak senang beramal saleh atau orang yang malas di dalam beramal sholeh.
Maka beliau mendatangkan hadits ini dan mengatakan bahwasanya ini menunjukkan tentang bahaya bid’ah, bahwasanya dia bisa mendapatkan dosa orang yang melakukannya, atau juga bisa dikatakan seandainya di sana ada orang yang mengajak kepada kemaksiatan, mengiklankan kemaksiatan, mengajak orang lain untuk nonton bioskop atau nonton sesuatu yang diharamkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan itu ada, maka kita katakan bahwasanya bid’ah sebagaimana telah tetap didalam dalil-dalil yang lain itu lebih besar dosanya daripada maksiat-maksiat tadi.
Ada orang yang mengajak orang lain untuk berzina diumumkan, ada orang yang mengajak orang lain untuk melakukan riba diiklankan tapi kalau dibandingkan kemaksiatan dan dosa dosa besar yang diiklankan tadi dengan dosa bid’ah yang didakwahkan oleh ahlul bid’ah maka dosa bid’ah tadi jauh lebih besar. Ada satu orang saja dia terkena dakwah bid’ah tadi kemudian dia melakukan bid’ah dibandingkan dengan 10 orang yang akhirnya dia tergoda dan mengikuti perzinahan maka 1 orang yang melakukan bid’ah tadi, dosa bid’ah 1 orang tadi dibandingkan dengan dosa zina dari 10 orang tadi lebih besar dosa bid’ahnya dan ini menunjukkan tentang besarnya dosa bid’ah, Allahu a’lam.
Yang jelas di dalam bab ini beliau rahimahullah ingin menjelaskan kepada kita tentang bahaya bid’ah dan bahwasanya bid’ah ini lebih besar dan lebih dahsyat daripada dosa-dosa besar.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]