Materi HSI pada halaqah ke-85 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah adalah tentang landasan ketiga ma’rifatul nabiyyikum Muhammadin: agama Islam telah sempurna bagian 2
Orang-orang Yahudi ketika mereka mendengar tentang turunnya ayat ini,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً [المائدة:3
Mereka mengatakan kepada Umar Bin Khattab
يا أمير المؤمنين، آية في كتابكم تقرؤونها، لو نزلت علينا معشر اليهود لاتخذنا ذلك اليوم عيدا
Wahai Amirul Mu’minin, yaitu Umar Bin Khattab, sebuah ayat di dalam Kitab kalian, yaitu di dalam Al-Quran, seandainya, yang kalian membacanya, turun ayat tersebut kepada kami orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari turunnya Ayat itu sebagai hari raya,
قال: أي آية؟
Umar mengatakan ayat apa yang kau maksud, yang seandainya itu turun kepada kalian, kalian akan menjadikan itu sebagai hari raya kalian.
قال: {اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
Hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridhoi Islam sebagai agama kalian.
Ini adalah ayat yang dimaksud oleh orang Yahudi itu.
قال عمر: قد عرفنا ذلك اليوم
Umar mengatakan kami telah mengetahui اليوم yang dimaksud oleh Allah اليوم أكملت, hari tersebut kami tahu,
والمكان الذي نزلت فيه على النبي صلى الله عليه وسلم
bahkan kami juga mengetahui tempatnya, bukan hanya harinya saja, tempatnya ketika turun ayat ini kami tahu, karena tadi orang Yahudi mengatakan seandainya itu turun kepada kami, kami jadikan harinya sebagai hari raya dan Umar menjawab kami tahu harinya bahkan kami tahu tentang tempatnya.
وهو قائم بعرفة يوم جمعة
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan berdiri di Arafah, yaitu wukuf di Arafah, يوم جمعة harinya adalah hari Jum’at. (Shahih Al-Bukhary no. 45, 4145، 4330، 6840)
Jadi hari Jum’at di Arafah, itulah waktu dan tempat turunnya ayat ini. Syahidnya di sini bagaimana orang Yahudi berkeinginan seandainya agama ini adalah agama yang sempurna sebagaimana agama yang dimiliki oleh umat Islam dan didalam hadist yang lain ada orang yang berkata kepada Salman dan mereka adalah orang-orang Yahudi
قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ
Sungguh Nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai al-khira’ah (tata cara buang air), sampai perkara demikian diajarkan?
قَالَ فَقَالَ أَجَلْ
maka Salman mengatakan “Iya”, dengan bangganya dia mengatakan iya, sungguh beliau ﷺ telah mengajarkan kepada kami segala sesuatu
لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ
Beliau telah melarang kami untuk mengarahkan diri kami ke arah kiblat ketika buang air besar maupun buang air kecil.
Jadi para ulama berselisih pendapat larangan ini khusus orang yang berada di luar yaitu di luar gedung, di luar bangunan atau masuk di dalamnya orang yang buang air kecil atau buang air besar berada di dalam bangunan ini, ada khilaf diantara para ulama.
Jelas di sini diatur, sampai arahnya diatur karena kiblat disana ada Baitullah,
أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِيْنِ
dan beliau melarang kami untuk ber’istinja dengan tangan kanan
أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بَأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ
dan melarang kami untuk beristinja dengan kurang dari 3 batu
bisa istinja dengan batu tapi tidak boleh kurang dari 3. Allah ta’ala tahu kalau kurang dari 3 demikian dan demikian, itu Allah ta’ala tahu dan itu di bawah ilmu Allah ta’ala, mungkin kita tidak tahu hikmahnya tapi kalau sudah lebih dari 3 maka ini sudah sah dianggap seseorang dalam keadaan suci
أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بَرَجِيْعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
Dan dilarang kita untuk beristinja dengan roji’ atau dengan ‘adzm. (HR. At-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir, II/155-156 no. 1647 dan Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah no. 1803)
Roji’ adalah kotoran hewan yang sudah kering, tidak boleh menggunakan kotoran hewan yang sudah kering, atau dengan tulang juga tidak diperbolehkan, ini semuanya diatur di dalam agama kita. Kalau sesuatu yang remeh saja seperti ini lengkap diatur didalam agama kita, lalu bagaimana dengan perkara yang lebih besar dari pada ini.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Utsul Tsalatsah]