Halaqah yang ke-108 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Beliau mengatakan
وَقَدْ دَخَلَ فِيمَا ذَكَرْنَاهُ مِنَ الإِيمَانِ بِاللهِ الإِيمَانُ بِمَا أَخْبَرَ اللهُ بِهِ فِي كِتَابِهِ، وَتَوَاتَرَ عَن رَّسُولِهِ، وَأَجْمَعَ عَلَيْهِ سَلَفُ الأُمَّةِ
Masuk di dalam apa yang kita sebutkan tentang iman kepada Allah subhanahu wata’ala, karena disini beliu sedang berbicara tentang iman kepada Allah subhanahu wata’ala, diawal beliau sudah menyebutkan bahwasanya aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah intinya adalah tentang rukun iman yang enam, kemudian satu persatu beliau sebutkan, yang pertama adalah tentang iman kepada Allah subhanahu wata’ala dan termasuk iman kepada Allah subhanahu wata’ala adalah masalah nama dan juga sifat Allah subhanahu wata’ala, berarti di sini beliau sedang berbicara tentang iman kepada Allah subhanahu wata’ala.
Diantara iman kita kepada Allah subhanahu wata’ala beriman dengan apa yang Allah subhanahu wata’ala kabarkan dengannya di dalam Kitab-Nya dan yang mutawatir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para salaful ummah telah bersepakat, berarti di sini dalil dari Al-Qur’an banyak, dan ternyata hadits-hadits yang berkaitan dengan ini adalah mutawatir tidak ada alasan bagi seseorang untuk menolaknya, kemudian yang ketiga dalil dari ijma’ (kesepakatan) para salaf, para salaf tidak ada yang menyelisihi aqidah ini, yaitu
مِنْ أَنَّهُ سُبْحَانَهُ فَوْقَ سَمَاوَاتِهِ، عَلَى عَرْشِهِ
bahwasanya Allah subhanahu wata’ala Dia berada diatas langit-langit yang Dia ciptakan, di atas ‘Arsy, ini dalam Al-Qur’an banyak dalilnya didalam hadits dia mutawatir dan ini adalah kesepakatan para salaful Ummah, jadi bukan hanya Qur’an dan Hadits tapi adalah kesepakatan, maka jangan sampai seseorang menyelisihi Al-Qur’an dan Hadist dan juga Ijma’.
Banyak orang yang mengaku mengikuti ijma’ tapi banyak ijma’ yang mereka selisihi termasuk diantaranya adalah keyakinan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada di atas ‘arsy, ini adalah ijma’ para salaful Ummah.
عَلِيٌّ عَلَى خَلْقِهِ
Allah subhanahu wata’ala Maha Tinggi di atas makhluk-Nya, dalil dari Al-Qur’an dan juga hadits sudah berlalu disebutkan oleh beliau, dan ini diulang oleh beliau kembali karena pentingnya perkara ini. Ingat Aqidah Wasithiyah ditulis oleh Syaikhul Islam karena permintaan, dan mungkin beliau mendengar dari cerita orang tadi tentang penyimpangan-penyimpangan yang ada di daerahnya termasuk diantaranya masalah dimana Allah subhanahu wata’ala sehingga selain beliau menyebutkan dalil-dalilnya kembali kuatkan dengan pernyataan beliau ini, ini adalah sesuai dengan Quran, Hadits yang mutawatir dan kesepakatan para salaf.
Jangan ada yang mengatakan kalau madzhab Hanafi tidak kalau mazhab maliki tidak, ini adalah kesepakatan para salaful Ummah, Allah subhanahu wata’ala Maha Tinggi di atas makhluk-Nya, diantara nama Allah subhanahu wata’ala adalah Al-‘Alī sebagaimana sudah kita bahas dalam penjelasan Ayat Kursiy
وَهُوَ سُبْحَانَهُ مَعَهُمْ أَيْنَمَا كَانُوا
dan Dia (Allah subhanahu wata’ala) bersama mereka dimanapun mereka berada, berarti di sini menyebutkan sifat ‘Uluw bagi Allah subhanahu wata’ala dan juga bahwasanya Allah subhanahu wata’ala bersama mereka, ini ada dalam Qur’an dan dalam Hadits juga banyak berkaitan dengan ma’iyyah. Kemudian
يَعْلَمُ مَا هُمْ عَامِلُونَ
Allah subhanahu wata’ala mengetahui apa yang mereka kerjakan, ini menjelaskan bahwasanya ma’iyyah yang dimaksud adalah ma’iyyatul ‘ilm (kebersamaan ilmu Allah subhanahu wata’ala), Allah subhanahu wata’ala mengetahui apa yang mereka kerjakan dan Allah subhanahu wata’ala berada di atas ‘Arsy dan Allah subhanahu wata’ala bersama mereka mengetahui apa yang mereka kerjakan, ini penjelasan dari ma’iyyatullah dan ini adalah ma’iyyah yang umum.
كَمَا جَمَعَ بَيْنَ ذَلِكَ في َقَوْلِهِ: هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Sebagaimana hal ini digabungkan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam Firman-Nya, ayat ini dan juga ayat yang ada dalam Al-Mujadilah sudah kita bahas sudah kita sebutkan maknanya. Digabungkan di sini antara ketinggian Allah subhanahu wata’ala dengan ma’iyyatullah
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ = ketinggian Allah subhanahu wata’ala
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ = ma’iyyatullah
Yang dimaksud dengan ma’iyyah disini disebutkan sebelumnya
يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا
dan setelahnya Allah subhanahu wata’ala mengatakan
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
ditafsirkan oleh para ulama salaf dengan ma’iyyatul ‘ilm, berarti tingginya Allah subhanahu wata’ala bukan berarti Allah subhanahu wata’ala tidak tahu tentang apa yang ada di bumi ini, Allah subhanahu wata’ala lebih tahu tentang apa yang ada di bumi daripada kita yang dekat ini, Allah subhanahu wata’ala di atas ‘arsy dan Dia Maha Mengetahui apa yang terjadi.
وَلَيْسَ مَعْنَى قَوْلِهِ: وَهُوَ مَعَكُمْ أَنَّهُ مُخْتَلِطٌ بِالْخَلْقِ
Dan bukan makna Firman Allah subhanahu wata’ala dan Dia bersama kalian bukanlah maknanya campur dengan makhluk, mereka mengatakan bahwa وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ bahwasanya Allah subhanahu wata’ala dimana-mana karena bersama itu berarti campur bersama-sama, maka Syaikhul Islam mengatakan bukan maknanya demikian, bukan maknanya bahwasanya Allah subhanahu wata’ala campur dengan makhluk
فَإِنَّ هَذَا لاَ تُوجِبُهُ، اللُّغَةُ
karena yang demikian tidak diwajibkan oleh bahasa, artinya dalam bahasa itu tidak harus yang namanya ma’akum atau kalimat ma’iyyah (kebersamaan) itu berarti harus campur, memang ada tapi tidak harus seperti itu.
Misalnya datangkan aku air bersama susu, maksudnya adalah dicampur antara air dengan susu, itu memang benar bersama di sini artinya campur antara air dengan susu, tapi ini tidak diwajibkan oleh bahasa, dalam kesempatan yang lain mereka menggunakan bersama tapi maknanya bukan campur contoh misalnya disini.
وهو خلاف ما أجمع عليه سلف الأمة
Dan yang demikian (yang meyakini bahwasanya ma’iyyah pasti campur) ini selain tidak diwajibkan oleh bahasa ini juga menyelisihi apa yang menjadi kesepakatan para Salaf, para Salaf mengatakan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala diatas ‘arsy bukan dimana-mana.
وخلاف ما فطر الله عليه الخلق
Dan ini bertentangan dengan apa yang Allah subhanahu wata’ala fitrahkan kepada makhluk, fitrah makhluk bahwasanya Allah subhanahu wata’ala di atas, Allah subhanahu wata’ala jadikan fitrah manusia dan makhluk yang lain bahwasanya Allah subhanahu wata’ala di atas, kemudian baliau menjelaskan contoh misalnya penggunaan secara bahasa bersama tapi tidak harus campur
بَلِ الْقَمَرُ آيَةٌ مِنْ آيَاتِ اللهِ
bahkan yang namanya Bulan itu adalah tanda diantara tanda-tanda kekuasaan Allah subhanahu wata’ala
مِنْ أَصْغَرِ مَخْلُوقَاتِهِ
dia adalah termasuk makhluk yang paling kecil, itu kalau kita bandingkan dengan benda-benda langit yang lain bulan termasuk yang kecil
وَهُوَ مَوْضُوعٌ فِي السَّمَاءِ
dan dia diletakkan oleh Allah subhanahu wata’ala berada di atas, disini menggunakan permisalan bulan karena dia berada di atas, sekarang beliau ingin menjelaskan kepada kita bahwasanya ma’iyyah ini tidak harus campur
وَهُوَ مَعَ الْمُسَافِرِ أَيْنَمَا كَانَ
dan dia bersama orang yang safar dimanapun dia berada, seorang musafir yang berjalan di malam bulan purnama misalnya ketika dia di atas gunung maka dia mengatakan saya bersama bulan, ketika dia di gurun pasir dia mengatakan saya bersama bulan sehingga mereka mengatakan kami berjalan malam dan bulan bersama kami.
Apa yang dipahami oleh teman-temannya ketika mendengar itu? apakah mereka memahami bahwasanya bulan itu digendong terus dan dibawa terus kemana-mana, tidak, tapi mereka memahami berjalan ke mana-mana ada bulan, ada sinar bulan, itu bulan yang dia adalah makhluk kecil tapi dia memiliki sinar yang sampai ke bumi mereka mengatakan ma’a (dia bersama)
وَهُوَ سُبْحَانَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ
Sedangkan Allah subhanahu wata’ala berada diatas ‘arsy
رَقِيبٌ عَلَى خَلْقِهِ
dan Allah subhanahu wata’ala mengetahui hamba-Nya, Allah subhanahu wata’ala yang mengawasi hamba-Nya
مُهَيْمِنٌ عَلَيْهِمْ
dan Allah subhanahu wata’ala yang menguasai hamba-Nya, Allah subhanahu wata’ala yang menggerakkan Allah subhanahu wata’ala yang menghidupkan Allah subhanahu wata’ala yang memberikan rezeki mematikan meluaskan rezeki kepada Si Fulan memberikan musibah kepada si fulan semua mereka diatur, luar dalam mereka diatur, Allah subhanahu wata’ala mengawasi mereka dan Allah subhanahu wata’ala menguasai mereka
مُطَّلِعٌ عَلَيْهِم
Allah subhanahu wata’ala melihat kepada mereka
إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِن مَّعَانِي رُبُوبِيَّتِهِ
dan yang lainnya yang merupakan makna rububiyah Allah subhanahu wata’ala, Allah subhanahu wata’ala adalah Rabb kita yang mengatur kita memelihara kita sampai yang sedetail-detailnya.
Sehingga kalau demikian maka benar bahwasanya oleh itu bersama kita, kita berada di rumah kita berada di kantor kita berada di studio kita berada di kuliah Allah subhanahu wata’ala yang mengatur urusan kita, darah yang menggerakkan adalah Allah subhanahu wata’ala jantung yang menggerakkan adalah Allah subhanahu wata’ala udara yang masuk kedalam tubuh kita juga Allah subhanahu wata’ala yang menggerakkan, berarti Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui apa yang terjadi bahkan lebih mengetahui tentang diri kita daripada kita sendiri, sehingga dikatakan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala bersama kita yaitu dengan ilmunya.
وَكُلُّ هَذَا الْكَلامِ الَّذِي ذَكَرَهُ اللهُ ـ مِنْ أَنَّهُ فَوْقَ الْعَرْشِ وَأَنَّهُ مَعَنَا ـ حَقٌّ عَلَى حَقِيقَتِهِ، لاَ يَحْتَاجُ إَلَى تَحْرِيفٍ، وَلَكِنْ يُصَانُ عَنِ الظُّنُونِ الْكَاذِبَةِ
Dan ucapan-ucapan ini semuanya, yang disebutkan oleh Allah subhanahu wata’ala bahwasanya Allah subhanahu wata’ala diatas ‘Arsy dan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala bersama kita itu adalah benar sesuai dengan hakekatnya tidak ada majas disini, Allah subhanahu wata’ala diatas ‘Arsy dan Allah subhanahu wata’ala bersama kita semuanya masing-masing hakekat dan tidak perlu ditahrif tidak perlu dita’wil, misalnya istawa maksudnya adalah istawla atau ditakwil ma’ana disini adalah dimana-mana
وَلَكِنْ يُصَانُ عَنِ الظُّنُونِ الْكَاذِبَةِ
akan tetapi dijaga dari persangkaan yang tidak benar.
Kita menjelaskan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala berada di atas ‘arsy dan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala bersama kita yaitu dengan ilmu-Nya, kalau misalnya di sana ada persangkaan-persangkaan yang dusta maka kita jaga dan kita Jelaskan.
Seperti misalnya orang yang menyangka bahwasanya keyakinan ahlussunnah Allah subhanahu wata’ala fis sama’ maksudnya adalah Allah subhanahu wata’ala yang berada di langit (Allah subhanahu wata’ala diliputi oleh langit), ini adalah persangkaan yang dusta kita tidak meyakini demikian, fis sama’ sudah kita terangkan maknanya (‘alassama’ atau fil ‘uluw) maka ini perlu di jelaskan yang demikian. Kemudian
وَقَد دَّخَلَ فِي ذَلِكَ الإِيمَانُ بِأَنَّهُ قَرِيبٌ مِن خَلْقِهِ
Dan masuk didalamnya (iman kepada Allah subhanahu wata’ala) yaitu beriman bahwasanya Allah subhanahu wata’ala itu dekat dengan makhluk-Nya
كَمَا جَمَعَ بينَ ذَلِكَ في قَوْلِهِ: وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦
Dan apabila hamba hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku maka Aku adalah sangat dekat Aku mengabulkan doanya orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku maka hendaklah mereka mengijabahi untuk diri-Ku dan beriman dengan-Ku semoga mereka mendapatkan petunjuk (mendapatkan kelurusan).
Allah subhanahu wata’ala mengatakan disini Aku dekat menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata’ala memiliki sifat dekat dan dekatnya Allah subhanahu wata’ala di sini tidak sama dengan ma’iyyah, kalau ma’iyyah ada ma’iyyah umum dan ada ma’iyyah khusus, ma’iyyah umum untuk seluruh makhluk ma’iyyah khusus ini untuk orang-orang yang beriman wali-wali Allah subhanahu wata’ala.
Adapun sifat Qurb maka pendapat yang benar sifat Qurb ini untuk hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala yang beriman saja, makanya dikatakan di sini
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ
ini adalah untuk hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala yang beriman, berarti dia adalah qurb yang khusus untuk orang-orang yang beriman saja dan tidak ada di sana qurb umum
وَقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم : ((إِنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُم مِّن عُنقِ رَاحِلَتِهِ))
Dan ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sesungguhnya yang kalian berdoa kepadanya ini lebih dekat kepada salah seorang diantara kalian dari daripada leher ontanya.
Ini sudah berlalu haditsnya dan ini menunjukkan tentang sifat Qurb bagi Allah subhanahu wata’ala. Kemudian beliau mengatakan
وَمَا ذُكِرَ فِي الْكِتِابِ وَالسُّنَّةِ مِنْ قُرْبِهِ وَمَعِيَّتِهِ لاَ يُنَافِي مَا ذُكِرَ مِنْ عُلُوِّهِ وَفَوْقِيَّتِهِ؛ فَإِنَّهُ سُبْحَانَهُ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ فِي جَمِيعِ نُعُوتِهِ، وَهُوَ عَلِيٌّ فِي دُنُوِّه، قَرِيبٌ فِي عُلُوِّهِ
Maka apa yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah dari dekatnya Allah subhanahu wata’ala dan kebersamaan Allah subhanahu wata’ala ini tidak bertentangan dengan apa yang disebutkan di dalam al-Qur’an dan Sunnah berupa tingginya Allah subhanahu wata’ala, ‘uluw dan fauqiyyah hampir sama makna ini tidak bertentangan, maka Allah subhanahu wata’ala tidak ada yang serupa dengan Dia dalam setiap sifat sifat-Nya.
Kalau kita memang iya, kalau kita tinggi kita tidak bisa melihat yang dibawah, kalau kita di bawah kita rendah tapi kita bisa melihat, itu kita keadaannya, tapi Allah subhanahu wata’ala tidak ada yang serupa dengan Dia didalam seluruh sifat sifat-Nya, Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang berada di atas ‘arsy dan Allah subhanahu wata’ala Maha Melihat segala sesuatu, beda dengan manusia.
وَهُوَ عَلِيٌّ فِي دُنُوِّه
maka Dia-lah Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Tinggi di dalam kedekatan-Nya, jadi Allah subhanahu wata’ala Dia-lah yang Maha Tinggi dan dia sangat dekat
قَرِيبٌ فِي عُلُوِّهِ
dan Allah subhanahu wata’ala itu sangat dekat dengan kita padahal Allah subhanahu wata’ala berada di atas.
Jadi Allah subhanahu wata’ala Maha Tinggi dan sangat dekat dengan kita, dan Allah subhanahu wata’ala sangat dekat dengan kita padahal Allah subhanahu wata’ala berada di atas.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]