Home » Materi 20: Tafsir Surat Al ‘Alaq (Segumpal Darah)

Materi 20: Tafsir Surat Al ‘Alaq (Segumpal Darah)

Pengantar

Surah Al-‘Alaq (العلق) adalah surah ke-96 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 19 ayat dan termasuk dalam golongan surah Makkiyah, yaitu surah yang diturunkan di Makkah sebelum Hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah. Berikut adalah tafsir umum dari Surah Al-‘Alaq:
Surah Al-‘Alaq dimulai dengan wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di Gua Hira, yaitu ayat-ayat pertama dari Surah Al-‘Alaq yang menekankan pentingnya membaca dan mendidik diri. Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan manusia dari segumpal darah yang berasal dari pembuahan (al-alaq), yang menunjukkan ketidaksempurnaan awal penciptaan manusia.
Surah ini menggambarkan penciptaan manusia dari awal kehidupan di rahim ibu hingga menjadi manusia yang berakal dan mampu berbicara. Allah menekankan bahwa manusia telah diberi ilmu oleh Allah, dan manusia harus memanfaatkannya untuk kebaikan dan kemaslahatan.
Selanjutnya, surah ini menegaskan bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Pemurah, yang mengajarkan manusia dengan pena dan mengajarkan apa yang tidak diketahui manusia. Allah mengajarkan kepada manusia ilmu pengetahuan yang luas, mulai dari pena hingga ilmu yang dapat membawa manusia kepada kebaikan dan keberkahan.
Tafsir surah ini mencakup pesan-pesan pendidikan dan keagamaan. Surah Al-‘Alaq mengajarkan pentingnya ilmu pengetahuan, membaca, dan mendidik diri. Ini juga menegaskan bahwa sumber ilmu dan hikmah berasal dari Allah, dan manusia harus bersyukur atas nikmat tersebut. Surah ini memberikan peringatan kepada manusia agar tidak sombong dan menyadarkan mereka tentang ketergantungan mereka pada Allah dalam mendapatkan ilmu dan petunjuk hidup.

Bacaan Surat

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿٣﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿٥﴾ كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ ﴿٦﴾ أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَىٰ ﴿٧﴾ إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ الرُّجْعَىٰ ﴿٨﴾ أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَىٰ ﴿٩﴾ عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰ ﴿١٠﴾ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَىٰ ﴿١١﴾ أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَىٰ ﴿١٢﴾ أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ ﴿١٣﴾ أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَىٰ ﴿١٤﴾ كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ ﴿١٥﴾ نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ ﴿١٦﴾ فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ ﴿١٧﴾ سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ ﴿١٨﴾ كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ ۩ ﴿١٩

Tafsir

  1. (Bacalah) maksudnya mulailah membaca dan memulainya (dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan) semua makhluk.
  2. (Dia telah menciptakan manusia) atau jenis manusia (dari ‘alaq) lafal ‘Alaq bentuk jamak dari lafal ‘Alaqah, artinya segumpal darah yang kental.
  3. (Bacalah) lafal ayat ini mengukuhkan makna lafal pertama yang sama (dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah) artinya tiada seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafal ayat ini sebagai Haal dari Dhamir yang terkandung di dalam lafal Iqra’.
  4. (Yang mengajar) manusia menulis (dengan qalam) orang pertama yang menulis dengan memakai qalam atau pena ialah Nabi Idris ‘alaihissalam
  5. (Dia mengajarkan kepada manusia) atau jenis manusia (apa yang tidak diketahuinya) yaitu sebelum Dia mengajarkan kepadanya hidayah, menulis dan berkreasi serta hal-hal lainnya.
  6. (Ketahuilah) artinya memang benar (sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas)
  7. (karena dia melihat dirinya) sendiri (serba cukup) dengan harta benda yang dimilikinya; ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikap Abu Jahal. Dan lafal Ra-aa tidak membutuhkan Maf’ul kedua; dan lafal An Ra-aahu berkedudukan sebagai Maf’ul Lah.
  8. (Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah) hai Manusia (tempat kembali) yakni kembali kalian nanti, karena itu Dia kelak akan memberi balasan kepada orang yang melampaui batas sesuai dengan dosa-dosa yang telah dilakukannya. Di dalam ungkapan ini terkandung ancaman dan peringatan buat orang yang berlaku melampaui batas.
  9. (Bagaimana pendapatmu) lafal Ara-ayta dan dua lafal lainnya yang sama nanti mengandung makna Ta’ajjub (tentang orang yang melarang) yang dimaksud adalah Abu Jahal.
  10. (Seorang hamba) yang dimaksud adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (ketika dia mengerjakan shalat.)
  11. (Bagaimana pendapatmu jika orang yang dilarang itu) (berada di atas kebenaran)
  12. (Atau) huruf Au di sini menunjukkan makna Taqsim (dia menyuruh bertakwa.)
  13. (Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakannya) yakni mendustakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (dan berpaling) dari iman?
  14. (Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat) apa yang dilakukannya itu; artinya Dia mengetahuinya, karena itu Dia kelak akan memberi balasan kepadanya dengan balasan yang setimpal. Maka sudah sepatutnya kamu hai orang yang diajak berbicara untuk merasa heran terhadap orang yang melarang itu, karena ia melarang Nabi melakukan salat, padahal orang yang dilarangnya itu berada dalam jalan hidayah dan memerintahkan untuk bertakwa. Yang amat mengherankan lagi ialah bahwa yang melarangnya itu mendustakannya dan berpaling dari iman.
  15. (Sekali-kali tidaklah demikian) kalimat ini mengandung makna hardikan dan cegahan baginya (sungguh jika) huruf Lam di sini menunjukkan makna qasam atau sumpah (dia tidak berhenti) dari kekafiran yang dilakukannya itu (niscaya Kami akan tarik ubun-ubunnya) atau Kami akan seret dia masuk neraka dengan cara ditarik ubun-ubunnya.
  16. (Yaitu ubun-ubun) lafal Naashiyatan adalah isim Nakirah yang berkedudukan menjadi Badal dari isim Ma’rifat yaitu lafal An-Naashiyah pada ayat sebelumnya (orang yang mendustakan lagi durhaka) makna yang dimaksud adalah pelakunya; dia disifati demikian secara Majaz.
  17. (Maka biarlah dia memanggil golongannya) yakni teman-teman senadinya; Nadi adalah sebuah majelis tempat mereka memusyawarahkan sesuatu perkara. Sesungguhnya orang yang melarang itu mengatakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sewaktu dia mencegahnya dari melakukan shalat, “Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa tiada seseorang pun di Mekah ini yang lebih banyak teman senadinya daripada aku. Sesungguhnya jika kamu mau meninggalkan salat, aku benar-benar akan memberikan kepadamu, kuda-kuda yang tak berpelana dan laki-laki pelayan sepenuh lembah ini.”
  18. (Kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah) mereka adalah malaikat-malaikat yang terkenal sangat bengis lagi kejam, untuk membinasakannya, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam salah satu hadis, yaitu, “Seandainya dia benar-benar memanggil golongan senadinya, niscaya dia akan diazab oleh malaikat Zabaniyah secara terang-terangan.”
  19. (Sekali-kali tidaklah demikian) kalimat ini mengandung hardikan dan cegahan baginya (janganlah kamu patuhi dia) hai Muhammad untuk meninggalkan shalat (dan sujudlah) maksudnya shalatlah demi karena Allah (dan mendekatlah) kepada-Nya dengan melalui amal ketaatan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top