Pengantar
Surah Al-‘Adiyat (العاديات) adalah surah ke-100 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 11 ayat dan termasuk dalam golongan surah Makkiyah, yaitu surah yang diturunkan di Makkah sebelum Hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah. Berikut adalah tafsir umum dari Surah Al-‘Adiyat:
Surah Al-‘Adiyat dimulai dengan menyebutkan kuda-kuda yang berlari dengan cepat dalam pertempuran. Ayat-ayat awal memberikan gambaran dramatis tentang keadaan di medan perang, di mana kuda-kuda berlari dengan cepat dan pasukan bersiap-siap untuk menyerang musuh.
Surah ini kemudian menyampaikan pesan moral dengan menunjukkan sifat serakah dan lalai manusia dalam kehidupan dunia. Meskipun Allah memberikan nikmat-nikmat kepada manusia, banyak di antara mereka yang tetap ingkar dan enggan bersyukur.
Ayat-ayat selanjutnya menegaskan bahwa manusia cenderung mencintai harta benda dan melupakan tujuan sejati kehidupan mereka, yaitu beribadah kepada Allah. Allah mengingatkan bahwa kelak manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan-Nya dan akan disiksa atau diberikan pahala sesuai dengan amal perbuatan mereka.
Surah Al-‘Adiyat memberikan peringatan keras kepada mereka yang lalai dan tidak bersyukur terhadap nikmat-nikmat Allah. Ini juga mengajak manusia untuk merefleksikan tujuan sejati kehidupan mereka dan untuk menghindari sifat serakah dan sombong.
Tafsir surah ini memberikan pengajaran moral tentang pentingnya bersyukur, memahami tujuan hidup, dan menjauhi sifat serakah. Surah Al-‘Adiyat mengajak manusia untuk mempertimbangkan perbuatannya dan mendekatkan diri kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan mereka.
Bacaan Surat
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا ﴿١﴾ فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا ﴿٢﴾ فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا ﴿٣﴾ فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا ﴿٤﴾ فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا ﴿٥﴾ إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ ﴿٦﴾ وَإِنَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ ﴿٧﴾ وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ ﴿٨﴾ ۞ أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ ﴿٩
Tafsir
- (Demi yang berlari kencang) di dalam perang, yaitu kuda yang lari dengan kencangnya di dalam peperangan (dengan terengah-engah) lafal Adh-Dhabhu artinya suara napas kuda sewaktu berlari kencang.
- (Dan demi yang mencetuskan api) maksudnya kuda yang memercikkan api (dengan pukulan) teracak kakinya apabila ia berlari di tanah yang banyak batunya pada malam hari.
- (Dan demi yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi) yaitu kuda yang menyerang musuh di waktu pagi, karena pengendaranya melakukan penyerbuan di waktu tersebut.
- (Maka ia menerbangkan) atau mengepulkan (di waktu itu) di waktu tersebut, atau di tempat ia berlari (debu) karena gerakannya yang sangat keras.
- (Dan menyerbu dalam kepulan debu ke tengah-tengah) artinya dengan membawa kepulan debu (kumpulan musuh) yang diserangnya; maksudnya kuda-kuda tersebut berada di tengah-tengah musuh dalam keadaan menyerang. Lafal Fawasathna yang kedudukannya sebagai Fi’il di’athafkan kepada Isim, karena mengingat bahwa semua Isim yang di’athafkan kepadanya mengandung makna Fi’il pula. Yakni demi yang berlari kencang, lalu mencetuskan api, lalu menerbangkan debu.
- (Sesungguhnya manusia itu) yang dimaksud adalah manusia yang kafir (sangat ingkar kepada Rabbnya) artinya ia mengingkari semua nikmat-Nya yang telah dilimpahkan kepadanya.
- (Dan sesungguhnya manusia itu terhadap hal tersebut) terhadap keingkarannya (menyaksikan sendiri) atau dia menyaksikan bahwa dirinya telah berbuat ingkar.
- (Dan sesungguhnya karena cintanya kepada kebaikan) maksudnya cinta atas harta benda (dia sangat bakhil) artinya lantaran sangat mencintai harta, jadilah ia seorang yang amat bakhil atau kikir.
- (Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan) dibangunkan dan dikeluarkan (apa yang ada dalam kubur) yakni orang-orang mati yang dikubur di dalamnya.
- (Dan dilahirkan) atau ditampakkan dan dikeluarkan (apa yang ada dalam dada) maksudnya, apa yang tersimpan di dalam kalbu berupa kekafiran dan keimanan.
- (Sesungguhnya Rabb mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka) karena itu Dia akan memberikan balasan kepada mereka atas kekafiran mereka. Di sini Dhamir diulangi penyebutannya dalam bentuk jamak, hal ini tiada lain karena memandang segi makna yang dikandung lafal Al-Insaan. Jumlah ayat ini menunjukkan pengertian Maf’ul bagi lafal Ya’lamu; artinya sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepadanya pada saat itu. Berta’alluqnya lafal Khabiirun kepada lafal Yaumaidzin memberikan pengertian, bahwa hari itu adalah hari pembalasan, karena sesungguhnya Allah selama-lamanya Maha Mengetahui.