Home » Ramadan 2: Perbuatan yang Harus Dijauhi Para Perindu Surga

Ramadan 2: Perbuatan yang Harus Dijauhi Para Perindu Surga

Kenikmatan dunia dan seisinya tak akan sebanding dengan secuil kenikmatan yang tersedia di Surga, terlebih kenikmatannya yang lebih besar. Keindahan taman al-Firdaus al-A’la, belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terbetik dalam hati manusia.
Maka, marilah kita bersyukur kepada Allah, karena kita telah dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadhan. Bulan yang selalu dinanti oleh hamba beriman. Bulan penuh ampunan. Bulan penuh keberkahan. Di bulan inilah, pintu-pintu Surga dibuka dan pintu-pintu Neraka ditutup.
Semestinya momen istimewa ini diisi dengan kebaikan dan menjauhi setiap perbuatan yang dapat menjerumuskan ke dalam neraka. Karena kesempatan berbuat baik jauh lebih besar dan lebih banyak dibanding kesempatan berbuat buruk.
Berikut ini beberapa perbuatan tidak terpuji, perbuatan yang harus dijauhi oleh para perindu surga.

Menyia-nyiakan Waktu

Allah subhanahu wata’ala berfirman (QS. Ali Imran: 133),
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ
Wa sāri’ū ilā maghfiratin mir rabbikum wa jannatin ‘arḍuhas-samāwātu wal-arḍu u’iddat lil-muttaqīn.
Dalam ayat ini, Allah menyeru kita semua untuk bersegera menjemput ampunan dari Allah dan Surga yang luasnya berkali-kali lipat luasnya langit dan bumi. Dipersiapkan bagi orang-orang bertakwa.
Artinya, kita tidak boleh bersantai-santai apalagi berleha-leha dalam hal urusan akhirat. Namun, kebanyakan kaum muslimin hari ini lebih giat mengejar dunia daripada mempersiapkan bekal menuju Surga. Padahal mereka semua tahu bahwa dunia ini fana.
Dan yang lebih buruk dari itu adalah orang yang sengaja menyia-nyiakan waktu. Tidak sibuk dengan urusan dunia, juga tidak sibuk dengan urusan akhirat. Anehnya, orang-orang seperti ini ketika diberi nasihat untuk beramal saleh, malah berkata, “Kami masih berharap Allah memasukkan kami ke dalam Surga, meskipun hanya di pintunya saja.”
Padahal dalam sebuah hadits disebutkan, apabila kita hendak meminta Surga, mintalah Surga yang derajatnya paling tinggi, yaitu Firdaus. Dan ketinggian derajat itu tidak dapat diraih dengan membuang-buang waktu.
Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Orang yang selalu memelihara waktunya untuk beramal saleh, ia akan terus naik menuju derajat kesempurnaan.”
Muhammad bin An-Nadhar rahimahullah berkata,
مَا مِنْ عَامِلٍ يَعْمَلُ ‌فِيْ ‌الدُّنْيَا ‌إِلَّا وَلَهُ مَنْ يَعْمَلُ فِيْ الدَّرَجَاتِ فِيْ الْآخِرَةِ، فَإِذَا أَمْسَكَ أَمْسَكُوْا، فَيُقَالُ لَهُمْ: مَا لَكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: صَاحِبُنَا لَاهٍ
“Tidak ada seseorang pun yang beramal di dunia ini, kecuali tersedia baginya para malaikat yang senantiasa berdoa memohonkan kenaikan derajat baginya di akhirat. Jika dia berhenti, maka mereka pun berhenti. Sehingga, ketika mereka ditanya,‘Mengapa kamu tidak bekerja?’ Mereka pun menjawab,‘Karena sahabat juga telah berhenti berbuat.’” (Syu’abu al-Iman, Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, 1/514; Imam As-Suyuthi, Al-Buduur As-Safirah fi Umur Al-Akhirah)
Jadi, selama kita berbuat baik, Allah akan mengutus malaikat untuk menjadi sahabat yang selalu mendoakan kita. Malaikat itu akan diam dan berhenti mendoakan kita jika kita hanya bermain game, ngobrol ngalor-ngidul gak jelas, apalagi cuma rebahan.

Menghindari Khutbah Jumat

Pada hari Jumat, Allah menugaskan para malaikat agar berdiri di pintu-pintu masjid satu per satu. Kemudian, ketika imam telah duduk untuk menyampaikan materi khutbah Jumat, mereka menutup catatannya untuk mendengarkan khutbah. Dan setelah itu mereka tidak lagi mencatat orang-orang yang masuk setelah imam naik mimbar. Kira-kira, apakah nama kita tertulis dalam catatan malaikat pada hari Jumat pekan lalu?
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa; bagi orang yang mandi pada hari Jumat, berangkat ke masjid lebih awal, berjalan kaki untuk menyimak khutbah dengan penuh perhatian, Allah akan mencatat setiap langkah kakinya dari rumah ke masjid dengan pahala puasa dan shalat malam selama setahun.
Artinya, apabila seseorang membutuhkan seratus langkah dari rumahnya, dan dia datang lebih awal, maka Allah akan memberinya pahala sebesar pahala orang berpuasa selama seratus tahun. Dan itu akan diterimanya setiap pekan jika ia rajin; selalu datang lebih awal setiap hari Jumat. Namun sayangnya, kebanyakan orang hari ini menyengaja untuk datang terlambat dalam mengikuti shalat Jumat. Fenomena ini terjadi hampir di setiap masjid.
Adakalanya, ketika khatib naik ke mimbar, orang yang hadir hanya sekitar dua puluh persen dari keseluruhan jamaah. Kondisi ini merupakan bukti masih banyak orang yang melalaikan kesempatan emas. Delapan puluh persen jamaah justru baru berdatangan manakala khutbah Jumat sudah dimulai.
Padahal, khatib menyiapkan diri selama sepekan penuh agar dapat menyampaikan khutbah yang maksimal. Tetapi materi yang sudah tersusun rapi itu justru hanya didengar oleh segelintir orang. Dan tidak jarang, jamaah yang sudah hadir malah menggunakan kesempatan khutbah Jumat untuk istirahat.

Para Perindu Surga Tidak Berhura-hura

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu lebih senang bersikap wara’ (menahan diri) dari memakan dan meminum hidangan yang lezat serta berhura-hura. Hal itu ia lakukan karena khawatir jika hal tersebut menjadi penyebab ia termasuk golongan yang tersebut dalam firman Allah,
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (seraya dikatakan kepada mereka),“Kamu telah menghabiskan (rezeki) yang baik untuk kehidupan duniamu dan kamu telah bersenang-senang (menikmati)nya; maka pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang menghinakan karena kamu sombong di bumi tanpa mengindahkan kebenaran dan karena kamu berbuat durhaka (tidak taat kepada Allah).”(QS. Al-Ahqaf: 20)
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma mengikuti sifat dan kepribadian ayahnya. Dia merasa takut apabila terlalu bersenang-senang di dunia akan membuat amalan salehnya telah terbalas sehingga tidak tersisa lagi kebaikan untuk diandalkan di akhirat kelak. Ia meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama,
لَا يُصِيبُ عَبْدٌ مِنَ الدُّنْيَا شَيْئًا إِلَّا نَقَصَ مِنْ ‌دَرَجَاتِهِ ‌عِنْدَ ‌اللَّهِ تَعَالَى، وَإِنْ كَانَ عَلَيْهِ كَرِيمً
“Tidaklah seorang hamba menerima sesuatu dari dunia, selain akan dikurangi derajatnya di sisi Allah, sekalipun ia termasuk orang yang terhormat di dunia.” (HR. Ibnu Abi Dunya dalam az-Zuhdu No. 297. Al-Munziri berkata, sanadnya jayyid)
Mushtafa Amarah menerangkan maksud hadits di atas, “Setiap kenikmatan duniawi yang diperoleh seorang hamba akan dihisab dan dia diturunkan dari derajat yang tinggi di surga dikarenakan kenikmatan itu.” (At-Targhib wa at-Tarhib, al-Munziri, 4/163)
Demikianlah perbuatan-perbuatan tidak terpuji yang harus dijauhi, khususnya di bulan Ramadhan. Marilah kita, para perindu surga, menjauhi perbuatan-perbuatan tersebut agar Ramadhan kita tidak sia-sia. Wallahul waliyut taufiq. (Muhammad Faishal Fadhli/dakwah.id)
Penulis: Muhammad Faishal Fadhli

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top