Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara yang membawa sengsara,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, hawa nafsu yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim no. 2722)
Mari kita urai satu per satu empat poin dalam hadits di atas.
Empat Perkara yang Membawa Sengsara
Pertama: ilmu yang tidak bermanfaat
Para ulama menjelaskan ada beberapa ilmu yang membawa celaka, tiada manfaat, menjadikan hidup sengsara, dan mengundang datangnya bahaya.
Contohnya seperti ilmu sihir: dapat merusak hubungan suami istri, menghancurkan kehidupan orang lain, bahkan merengut nyawa mereka.
Adapun ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membawa pada keimanan; menumbuhkan sifat khasyah (takut yang mendalam) kepada Allah.
Termasuk ilmu yang tidak bermanfaat adalah ketika suatu pengetahuan atau penemuan yang canggih, malah disalahgunakan.
Sebagaimana telah maklum adanya, negara-negara besar di dunia ini, berlomba-lomba memproduksi nuklir sebagai senjata pemusnah masal. Reaksi nuklir yang dihasilkan, mampu menghancurkan sebuah kota dalam hitungan detik.
Sebagian pengamat menganalisa bahwa, jika perang dunia ketiga terjadi, kemungkinan akan menjadi akhir peradaban modern. Ketika para pemimpin negara berebut sumber daya, berebut pengaruh, berambisi menjadi negara adi daya, lalu mereka saling menyerang dengan meledakkan nuklir yang selama ini dikembangkan, maka hancurlah muka bumi ini akibat perbuatan manusia.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Termasuk ilmu yang tidak bermanfaat; ketika ia tidak diamalkan dan tidak diajarkan. Al-’Ilmu bilaa ‘amalin kasyajarin bila tsamarin. Ilmu yang tidak diamalkan, ibarat pohon tak berbuah. Tiada bermanfaat bagi kehidupan.
Imam Nawai al-Bantani dalam kitabnya Maraqi al-Ubudiyah menjelaskan bahwa kedudukan ilmu ibarat pohon. Buahnya adalah ibadah. Tak boleh ibadah dikerjakan tanpa landasan ilmu. Dan orang yang sudah berilmu, harusnya rajin ibadah. Bukan malah sebaliknya: mencari-cari dalil untuk membenarkan kesalahan atau kemalasan dalam beragama.
Semoga Allah melindungi kita dari ilmu yang tidak berguna. Tidak diamalkan. Maka, selain banyak-banyak membaca doa di atas, kita juga dianjurkan untuk memohon agar dikaruniai ilmu yang berguna di setiap pagi sebelum beraktivitas,
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal, dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu Majah no. 925; HR. Ahmad no. 26191)
Kedua: hati yang tidak khusyuk
Dalam al-Quran, lafaz khusyuk disebutkan sebanyak 17 kali dalam bentuk kata yang berbeda.
Meskipun mayoritas lafaz khusyuk dalam al-Quran ditujukan kepada manusia, namun, ada juga sebagian ayat yang menyatakan bahwa khusyuk berlaku juga untuk benda-benda yang lain seperti gunung dan bumi. Khusyuk merupakan ciri utama orang beriman yang memperoleh kemenangan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (QS. Al-Mu`minūn: 1—2)
Di dalam kata khusyuk, terkandung banyak makna, di antaranya: adh-dharra’ah (mengiba), al-inkhifaadh (merendah), adz-dzull (tunduk), dan as-sukuun (tenang).
Dari empat hal ini, dapat disimpulkan bahwa khusyuk adalah kondisi hati yang tertuju kepada Allah, merasakan kehadiran-Nya, sehingga membuat seorang hamba ingin mengadu dengan penuh rasa tunduk, merendah, dan memelas kasih-Nya. Dengan begitu ia akan merasa tenang karena berhadapan dengan Zat Maha Kuasa yang akan selalu memberi perlindungan dan rasa aman.
Kedudukan khusyuk dalam ibadah seperti kedudukan ruh dalam tubuh. Maka ibadah yang dilakukan tanpa rasa khusyuk, ibarat jasad tak bernyawa.
Tetapi makna khusyuk bisa diperluas. Bukan hanya dalam ibadah yang sifatnya ritual. Orang yang memiliki sifat khusyuk, akan tenang dalam menghadapi kehidupan, tidak khawatir atau merasa cemas. Mustahil, hidup susah dan sengsara. Orang yang khusyuk terhindar dari maksiat, karena khusyuk meredam gejolak hawa nafsu.
Maka kita berlindung kepada Allah dari hati yang tidak khusyuk: selalu cemas, khawatir, dan bergejolak.
Menurut Ibnu al-Qayyim, khusyuknya orang beriman ada di hati: berkonsentrasi memikirkan keagungan Allah. Sedangkan khusyuknya orang munafik hanya badannya yang tunduk, tapi hatinya tidak.
Ketiga: hawa nafsu yang tidak pernah merasa puas
Kelanjutan dari dua poin di atas, timbul obsesi untuk mengejar dunia, lupa bersyukur, dan mengabaikan akhirat. Karena manusia memang mempunyai watak serakah. Selalu merasa kurang dan tidak merasa puas dengan harta yang mereka punya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekali tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima tobat orang-orang yang bertobat.” (HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)
Jika tiga poin di atas terkumpul pada diri seseorang, maka dia akan menghalalkan segala cara demi mewujudkan ambisinya. Wal ‘iyaadzu billah.
Keempat: doa yang tidak didengar
Perkara yang membawa sengsara terakhir adalah doa yang tidak didengar. Contoh doa yang tidak diijabahi Allah, tercantum dalam kumpulan hadits al-Arbain Imam an-Nawawi nomor 10.
Disebutkan dalam hadits al-Arbain bahwa seorang hamba berdoa kepada-Nya, dan ia berada dalam kondisi safar (salah satu waktu mustajab doa). Tetapi Allah tidak mau ‘mendengar’ keluh kesahnya, lantaran makanan, minuman, serta pakaian yang dikenakan, berasal dari yang haram.
Itulah empat perkara yang membuat hidup menderita, penuh kesengsaraan. Semoga kita terhindar dari empat perkara yang membawa sengsara tersebut. Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiq.
Penulis: Muhammad Faishal Fadhli